Senin, 23 September 2019

KONSEP MURTABAT TUJUH SEBAGAI UNDANG UNDANG DASAR DALAM TUBUH KESULTANAN BUTON

Murtabat Tujuh Sebagai Ruh Penggerak Jalannya Pemerintahan Kesultanan Buton

Murtabat Tujuh merupakan ajaran Tasawuf teosofis tentang asal kejadian manusia dan alam semesta, bahwa segala sesuatu adalah dari pada dzat Allah. Ajaran ini berkembang pada abad pertengahan di cetuskan oleh Muhammad ibn Fadlullah al Burhanpuri yang kemudian di besarkan oleh ibn Arabi. Pada awal berkembangnya, banyak yang menentang ajaran ini namun banyak pula yang tidak menyangkalnya karna menurut mereka ajaran ini merupakan ajaran tauhid tertinggi. Permulaan keadaan hanyalah dzat Allah semata mata kemudian dzat Allah menjadikan Nur Muhammad dari pada dirinya dan dari Nur Muhammad segala sesuatu di jadikan. Konsep ajaran ini menggambarkan bagaimana dzat Allah mentajallikan dirinya agar lebih di kenal oleh ciptaannya dan ciptaannya mampu mengenal penciptanya melalui empat tahapan yakni tauhid Afal, Asma, Sifat agar bisa sampai kepada Dzat. 

Di Buton sendiri ajaran Murtabat Tujuh dibawah oleh Farus Muhammad seorang keturunan Arab dari Aceh pada masa kepemimpinan sultan buton ke 4 Sultan Dayanu Ikhsanuddin. Kemudian oleh sultan ajaran Murtabat Tujuh di transformasikan menjadi sistem dan undang undang  dalam kesultanan yang mengatur jalannya pemerintahan. Berikut adalah konsep ajaran Murtabat Tujuh:

1. Martabat ahadiyyah”. Yang disebut ahadiyyah adalah zat Allah semata, yang tidak diiktibarkan dengan sifat. Itulah yang disebut oleh ahli tasawuf dengan “la ta ayyun”, artinya tiada nyata akan “kenyataan-Nya”, sebab tiada sekali-kali jalan bagi akal untuk mengetahui-Nya karena zat Allah semata-mata tidak diberi sifat dan nama (asma’).

2. Martabat wahdah’’. Yang disebut demikian adalah sifat Allah. Dan itulah yang disebut oleh ahli tasawuf dengan “ta’ayyun awwal”, artinya “kenyataan pertama”. Disebut demikian, karena pada “kenyataan pertama” itulah permulaan akal bisa mengetahui sifat Allah, sifat salbiyyah dan  sifat wujudiyyah.

3. Martabat wahidiyyah”. Yang disebut demikian adalah asma Allah. Dan oleh ahli tasawuf disebutnya dengan “ta’ayyun sani”, artinya “kenyataan yang kedua”. Disebut demikian, karena pada tingkatan ini Allah dapat dikenali oleh akal melalui asma-Nya, sebab asma-Nya itulah menunjukkan zat-Nya.

4. Martabat alam arwah”. Itulah pokok permulaan segala nyawa, baik manusia, maupun bagi makhluk lain. Dan nyawa yang pertama dijadikan oleh Tuhan adalah nyawa nabi Muhammad saw. Oleh karenanya, ia bergelar “abu al-arwah”, artinya “bapak segala nyawa”. Seratus dua puluh ribu tujuh tahun sesudahnya barulah diciptakan roh yang lain. Dan segala sesuatu yang diciptakan sesudahnya adalah karena roh Muhammad. Sebagai mana sabda Nabi Muhammad saw., “ Khalaqtu asy-syai’ li-ajlik wa-khalaqtuka li-ajli.” (Aku menciptakan sesuatu karena kamu, dan Aku menciptakanmu karena Aku). Sebabnya ia disebut ruh  dalam bahasa Arab karena ia “pergi pulang”. Maka dalam bahasa Wolio, rih disebut dengan lipa. Kata ini juga berarti “pergi pulang”. Disebut demikian karena roh ini datang dan pergi pada jasad (badan). Jasad akan hidup jika didatangi oleh roh, dan mati jika ditinggalkan roh.

5. Martabat alam misal”. Yaitu perumpamaan segala keadaan, selain keadaaan Tuhan. Segala sesuatu selain Tuhan ada perumpamaannya dalam alam misal ini. Karena hanyalah sebagai perumpamaan, alam misal keadaanya halus, tidak dapat dicapai oleh pancaindera.

6. Martabat alam ajsam”, yaitu segala kenyataan yang nyata, seperti tanah, batu, awan, air, dan segala keadaan yang dapat dibagi dan disusun. Alam ajsam ini bernama juga alam syahadah, artinya alam yang nyata, karena dapat diselidiki oleh pancaindera. Alam yang pertama dijadikan oleh Allah adalah ‘arsy dan kursi, kemudian kalam, lauh mahfuz. Sesudah itu baru tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit.’arsy, kursi,  dan tujuh lapis langit disebut “wujud aba”, sedangkan bumi disebut “wujud ummahat”. Dan ajsam yang ada dibawah langit ada tiga jenis, yaitu :beku, tidak berkembang biak, dan nabatat, artinya tubuh segala tumbuh-tumbuhan. Dari semua ajsdam, tubuh Nabi Adamlah yang pertama diciptakan diatas bumi. Karenanya, ia bergelar “abu al-basyr”. Dan badan manusia ini terbentuk dari empat anasir, yaitu tanah, air, angin dan api.

7. Martabat alam insani”, yaitu yang disebut manusia. Alam ini disebut pula ”martabat jam’iyyat”,  artinya tingkat yang mengumpulkan segala dalil yang menunjukkan keadaan Tuhan, yaitu sifat jalal dan jamal. Pada manusia itulah berkumpul dua perumpamaan, yaitu: roh adalah perumpamaannya al-haq (Tuhan), dan badan atau tubuh adalah perumpamaannya al-kahlq (ciptaan). Dikatakan demikian karena manusia memiliki sifat dua puluh yang wajib bagi Tuhan; dan karena segala sesuatu sifat yang ada pada badan atau tubuh manusia ada pula pada alam besar. Sebagai contoh, batu pada alam besar ditamsilkan dengan tulang dan daging pada manusia, angin pada alam besar ditamsilkan napas pada manusia. Itulah sebabnya manusia disebut dengan “alam kecil”, dan alam yang diluar manusia disebut “alam besar”. Ini berarti, segala sesuatu yang ada di alam ini ada tamsilannya pada manusia. Bahkan lebih dari itu, pada manusia ada roh sebagai tamsil Tuhan yang tidak ada pada alam besar. 

Dalam sistem pemerintahan Buton perangkat pemerintahan di tamsilkan menjadi tujuh tingkatan dalam martabat tujuh sebagai berikut:
.         Ahdiah (La-Ta‘-Yun) = Zat = Sulthan
·         Wahdiah (Ta‘-Yun-Awal) = Nur Zat = Sapati
·         Wahidia (Ta‘-Yun-Tsani) = Nur Muhammad = Kenepulu
·         Alam Arwah = Nuthfah = Kapitalao
·         Alam Mitsal = Alaqah = Bonto Ogena
·         Alam Ijsam = Mudgah = Bonto Siolimbona/Bobato
·         Alam Insan = Jisim insan = Parabela

Dalam Kesultanan Buton ajaran ini menyatu menjadi sendi keyakinan dalam tubuh kepercayaan masyarakatnya, namun demikian pelaksanaan syariat menjadi hal yang paling utama dalam ibadah rububiyah hal tersebut di sandarkan dengan kebijakan-kebijakan di masa kesultanan yang begitu sarat akan hukum syariatnya. Pada dasarnya masyarakat kesultanan buton menganut ajaran tasawuf yang begitu kental sehingga mempengaruhi hampir pada semua aspek kehidupannya. Benteng keraton buton misalnya, dengan luasnya yang hampir mencapai kurang lebih 2000m2 letaknya yang secara geografis membentuk serupa dengan huruf mim pada Al quran yang bagi masyarakat buton bermakna rahasia. Kemudian dengan pintu yang berjumlah 12 ditamsilkan mewakili 12 lubang pada diri manusia baik luar dan dalamnya, sebagian kalangan lagi mentamsilkan 12 pintu tersebut sebagai pintu sifat pada diri manusia yang daripadanya iblis masuk dan menjerumuskan manusia.



ETNISITAS SUKU PEMBENTUK MASYARAKAT BUTON

SIAPA MASYARAKAT ASLI PULAU BUTON?

1. Suku Wambolebole
Pulau Buton didatangi oleh sekelompok masyarakat berasal dari bangsa Neutro Melayu yang menyebar dikawasan Asia Tenggara bersama suku terasing lainnya di Nusantara pada abad ke – 3 sebelum Masehi. Bentuk tubuhnya memiliki kesamaan satu sama lain, perilakunya pun demikian. Mereka berjalan beriringan-iringan dan berjejer satu persatu kebelakang. Cara berpakaian laki-laki dengan menggunakan destar diikat dengan tali hutan, sementara perempuan memakai sarung tradisional yang khusus untuk wanita disebut Kasopa. Benangnya diberi warna dari daun nila yang disebut Lolo.

Mereka tidak melakukan percakapan bila berada ditengah-tengah orang banyak. Bila dianggap perlu mereka berbisik-bisik atau menggunakan bahasa isyarat untuk berbicara dengan temannya. Bila mereka berada dipasar, mereka membeli tembakau iris, kapur sirih, buah pinang dan bahan keperluan lain seperti ikan kering dan gula merah. Mereka datang tidak diketahui dari mana asalnya, secara tiba-tiba pun mereka kembali tanpa bekas.
Suku ini mendiami hutan belantara antara wilayah Kolensusu dan Lasalimu. Saat ini pun mereka masih ada, tetapi keberadaan mereka tidak bisa diliat orang biasa.

2. Suku Kombilo
Suku Kombilo merupakan salah satu suku asli yang mendiami hutan belantara antara wilayah Watouge dan wilayah Lambelu. Ciri khas suku ini sama dengan suku Wambolebole. Suku ini tidak dapat dilihat oleh masyarakat biasa. Suku ini pula sering mengunjungi pasar-pasar. Mereka jarang berkomunikasi dengan masyarakat biasa.
Apabila mereka bertamu dirumah masyarakat biasa mereka tidak dapat terlihat melainkan hanya suara saja yang terdengar. Sebaliknya apabila masyarakat biasa yang berkunjung diperkampuan suku Kombilo haruslah membawa oleh-oleh berupa ikan Wawokia (Lure/Teri) yang dimasak dan diasapi (Kaholeona Rore), tembikau iris, daun sirih, buah pinang. Lalu berdiri dipinggir jalan sambil menutup mata dan berniat sesuai perjanjian antara tamu dengan anggota suku yang akan dikunjungi. Setelah membuka mata kembali, tamu itupun telah berada diperkampungan suku Kombilo.

3. Suku Wakarorondo (Wakaokili)
Keberadaan suku Wakarorondo (Wakaokili) sama dengan suku Wambolebole dan Kombilo. Suku Wakarorondo (Wakaokili) bermukim pada hutan belantara wilayah Pasarwajo. Suku ini juga hanya dapat terlihat jika berada dipasar dan ketika meninggalkan pasar begitu saja tanpa diketahui kemana arahnya.
Peradaban mereka juga sama, cara berpakaian dan berjalannya sama. Proses berjalannya beriring-irngan dan berjejer satu saf kebelekang, ini disebabkan karena kebiasan mereka berjalan dihutan, yang ada hanya jalan setapak sehingga setiap orang terpaksa berjalan satu-satu, beriringan kebelakang.
Informasi budaya mengatakan suku ini hidup bertani, mengumpulkan hasil hutan, memlihara hewan ternak dan menangkap ikan di sungai. Kepercayaan, agama dan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain atauapu berkomunikasi antar mereka sendiri maupun melalui uang mereka gunakan untuk tukar menukar belum diketahui secara pasti.



Gambar ilustrasi: google

Diposkan oleh GADO-GADOMAN di 13.34 (Artikel rujukan)

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...