Senin, 15 Januari 2024

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON


 

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut sebagai cikal bakal terbentuknya Kerajaan awal Buton. Para pendatang yang dimaksud adalah Mia Patamiana atau yang di kenal sebagai 4 orang pertama yakni sipanjonga, sitamanajo, simalui dan sijawangkati, 4 orang yang ahli dalam bidang maritim berlayar dari negeri melayu ke arah Tenggara Nusantara, yang dimana kedatangan mereka secara bertahap dengan membawa serta pengikut dan rumpun keluarga. Bersatunya ke 4 pemuka ini yang kemudian membentuk wilayah khusus yang bernama Wolio, yang juga akan menjadi ibu kota atau pusat pemerintahan dari kerjaan Buton hingga pada masa kesultanan.

              Sipanjonga adalah seorang sakti dan terkemuka yang berasal dari suku melayu di negeri pasai, meninggalkan negeri asalnya pada tiga likur malam bulan sya’ban tahun 634 hijriah dengan mengajak sitamanajo sebagai pembantu utama beserta 40 orang kepala keluarga sebagai pengikutnya. Tujuan kepergian rombongan sipanjonga berangkat dari negeri asalnya adalah untuk mencari daerah yang telah diberitakan oleh leluhurnya untuk ditempati. Berbulan bulan mengarungi lautan dengan menggunakan Bahtera yang Bernama “lakuleba”, pada buritan bahtera yang ditumpangi oleh rombongan dikibarkan bendera Kerajaan leluhurnya yang berwarna hitam putih selang sling yang dalam Bahasa buton di kenal sebagai “Longa-Longa” yang juga nanti akan menjadi simbol atau bendera Kerajaan dan kesultanan buton. Nama bahtera yang ditumpangi oleh armada Sipanjonga diabadikan menjadi nama salah satu kampung yang ada di distrik sampulawa disebut desa “Lakaliba”.

              Pada tahun 1236 masehi, armada sipanjonga dan pengikutnya berlabuh pada salah satu daratan negeri Buton. Sesampainya di negeri yang baru mereka temukan ini, sipanjonga dan sitamanajo mencari daratan yang tinggi untuk pemukimannya bersama para pengikut. Rombongan sipanjonga ini membuat sebuah benteng pada salah satu bukit yang dinamai Tobe-tobe. Setelah benteng selesai dibuat, mereka datang ditempat pertama saat mereka berlabuh dengan maksud mengibarkan bendera Kerajaan leluhurnya. Maka dibuatlah lubang yang berada di salah satu tempat yang dikelilingi benteng untuk mengibarkan bendera yang kemudian tempat tersebut dinamai “Sulaa”.

              Setelah pembuatan benteng dan pengibaran bendera selesai kehidupan Masyarakat di Tobe-tobe sudah mulai berjalan, maka sipanjonga meminta kepada sitamanajo untuk mengajak Sebagian kaum pengikutnya mencari daerah baru sebagai tempat tinggal dan untuk mengembangkan keturunannya. Setelah mempersiapkan segalanya sitamanajo dan kelompok pengikut yang akan diajak berpamitan kepada pemimpinnya yakni sipanjonga serta rombongan yang ditinggalkan. Kemudian rombongan yang dipimpin sitamanajo berjalan menuju arah timur menyusuri Pantai buton sesampainya di teluk bungi todanga, mereka melihat lihat keadaan daerah tersebut sambil beristirahat. Kemudian rombongan tersebut melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu daratan tinggi yang berada di sebelah timur laut dari tempat kediaman sipanjonga di Tobe-tobe.

              Karena daratan yang ditemukan dirasa cocok, maka rombongan tersebut membangun sebuah perkampungan baru pada puncak gunung yang ada di wilayah tersebut. Gunung ini di kenal sebagai gunung Lambelu serta menamai pemukiman mereka sebagai benteng “kamosope”. Setelah benteng dan perkampungan selesai dibuat, maka sitamanajo memerintahkan untuk membuat lubang sebagai tempat pengibaran bendera Longa-longa.

              Kedatangan kelompok kedua di pulau buton dikepalai atau dipimpin oleh Simalui bersama adiknya bernama Sibaana serta pembantu utamanya bernama Sijawangkati. Diketahui bahwa Simalui adalah seorang bangsawan dari negeri daerah bumbu melayu pariaman. Meninggalkan negeri asalnya pada lima belas hari bulan sya’ban tahun 634 Hijrfiah. Sama halnya dengan Sitamanajo, kedatangan Simalui juga berdasarkan riwayat leluhurnya yang diperintahkan untuk mencari wilayah Tenggara Nusantara. Simalui membawa rombongannya terdiri dari 40 kepala keluarga sebagai pengikut, melintasi lautan dengan bahtera yang bernama “Popangua”. Pada buritan bahtera dikibarkan bendera Kerajaan leluhurnya yang berwarna kuning hitam selang seling yang dinamai dengan “Buncaha”.

              Pada akhir tahun 1236 Masehi, rombongan Simalui berlabuh di sebelah utara timur pulau negeri buton hampir bersamaan dengan kedatangan Sipanjonga dan rombongannya. Daerah berlabuh simalui bernama Kamaru, kemudian mereka membuat perkampungan dan benteng yang disebut “Wonco”. Setelah perkampungan selesai Simalui memerintahkan para pengikutnya untuk mengibarkan bendera asal kerajaannya di dalam areal benteng. Tidak lama berselang, Simalui memerintahkan kepada Sijawangkati untuk mencari tempat baru yang cocok untuk pertanian dan Perkebunan maka Sijawangkati bersama rombongan yang dipilih berjalan menyusuri daratan pulau hingga sampai pada satu wilayah yang dianggap bagus untuk perkampungan daerah tersebut dinamai Wasuembu. Kemudian rombongan membangun perkampungan dan benteng yang dinamakan benteng “Koncu” di wabula.

              Dengan berjalannya waktu, ke dua kelompok yang datang tadi sudah mengenal satu dengan yang lainnya. Keberadaan 4 benteng sudah saling diketahui dan berkunjung. Sehingga dibuatlah suatu kesepakatan untuk mengadakan musyawarah, yang dalam musyawarah itu diputuskan bahwa mereka akan membuat perkampungan baru dengan nama “yigandangi” atau biasa disebuat sebagai “Lelemangura” dan ketua yang dipilih untuk pelaksaan proyek tersebut adalah Sipanjonga. Maka ditetapkanlah lokasi untuk pembuatan kampung baru itu, saat itu Sipanjonga berteriak pada orang banyak “Welia” yang artinya “buatlah perkampungan”. Sejak saat itu Sipanjongan hidup dan tinggal menetap di Lelemangura sampai akhir hayatnya.

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...