BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kekerasan antar etnik dan agama yang kini merebak di berbagai tempat di
Indonesia adalah akibat dari kegagalan pemerintah menjawab aspirasi warganya.
Pada masa lalu memang telah ada diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu
dalam masyarakat yang kemudian menimbulkan konflik sosial. Tidak semua konflik sosial yang terjadi dapat
diselesaikan oleh pemerintah dengan baik sehingga membuat masyarakat untuk
melakukan pengadilan sendiri dan dengan cara mereka sendiri. Dampak dari itu
adalah kerusakan lingkungan dan adanya korban sosial yang kemudian memaksa mereka pergi dari daerah
asal dan berintegrasi ke daerah lain.
Masalah perubahan
sosial memberikan dampak yang cukup serius pada peradaban umat manusia. Sebagai
akibat dari itu maka kebutuhan manusia terhadap sesuatunya mulai berubah,
terkadang kebutuhan itu meningkat namun terkadang juga menurun. Hal inilah yang
kemudian membuat orang melakukan keputusan-keputusan besar yang harus mampu
mengubah kehidupan mereka untuk bertahan
hidup. Perpindahan penduduk merupakan alternatif yang dipilih untuk menunjang
kehidupan suatu masyarakat baik di bidang ekonomi maupun sosial yang tidak
stabil karena yang diharapkan agar tempat baru yang dihuni mampu memberikan
mereka perubahan yang positif. Perpindahan penduduk yang terjadi berdasar
permasalahan yang ada di daerah asal serta mempunyai faktor yang berbeda-beda,
sehingga dalam persebarannya mempunyai tujuan yang berbeda.
Manusia sebagai makhluk sosial punya keinginan untuk bergaul dengan sesamanya.
Untuk memenuhi kebutuan ini, dengan menggunakan potensi dasar yang dimiliki
antara lain bahasa, manusia pun dapat berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya. Interaksi ini bisa terjadi secara intensif bisa juga hanya
bersifat kadang kala tergantung kepada kesempatan, kepentingan dan adanya
lembaga sosial
yang mempertemukan mereka. Namun demikian tidak selamanya kelompok individu yang
terlibat dalam pergaulan sosial dapat dikatakan sebagai komunitas. Suatu komunitas
mempunyai ikatan yang khusus sebagai alat pemersatu anggota-anggotanya.
Menurut Koentjaraningrat (1984:56), ikatan yang menyebabkan terbentuknya
suatu komonitas ialah tempat kehidupan. Akan tetapi kesatuan wilayah saja tidak
cukup untuk mengidentifikasikan kelompok masyarakat sebagai suatu komunitas.
Oleh karena itu anggotanya harus memiliki rasa cinta akan wilayahnya, punya
kepribadian kelompok, saling mengenal dan bergaul, dapat saling menghayati
sebagian besar dari lapangan kehidupan mereka secara utuh. Ini berarti bahwa individu
yang berada dalam suatu komunitas sama-sama mempunyai rasa senasib dan saling
ketergantungan.
Dengan keberadaan eksodus Ambon sejak tahun 1999 di Kota Baubau sebagai
akibat dari pecahnya kerusuhan Ambon, mengakibatkan masyarakat Kota Baubau
menjadi kota dengan penduduk yang heterogen. Letak Kota Baubau yang strategis
dan merupakan jalur penghubungan antara kawasan timur dan kawasan barat
menyebabkan Kota Baubau menjadi tempat persinggahan alternatif.
Mayoritas eksodus Ambon
menjadikan Kota Baubau sebagai tujuan pindah juga disebabkan ada hubungan sejarah masa lalu. Banyak para
leluhur eksodus Ambon merupakan masyarakat asli Buton, yang berdagang dan
merantau ke Ambon untuk mencari penghidupan yang pada akhirnya membuat mereka
menetap dan beranak cucu hingga beberapa turunan.
Selain sebab
sejarahnya, masyarakat eksodus Ambon datang ke kota Baubau dengan harapan dapat
mencari perlindungan dari musibah yang dihadapi sekaligus mencari sanak saudara
yang dari para ayah maupun kakek mereka. Banyak di antara mereka yang menetap
hingga saat ini, namun banyak juga yang memilih untuk kembali ke Ambon dan
membangun hidup di sana.
Pergaulan sosial
eksodus Ambon dengan masyarakat lokal yang cenderung berbeda merupakan fenomena sosial yang bisa saja memicu terjadinya konflik.
Adanya integrasi sosial
untuk meminimalisir terjadinya konflik baik individu maupun kelompok dikarenakan perbedaan yang ada, sehingga menjadikan
masyarakatnya lebih mampu dalam berpikiran positif melihat perbedaan-perbedaan
yang ada. Terjadinya integrasi sosial eksodus Ambon di kota Baubau tidak
memakan waktu yang sedikit melainkan dengan perjuangan dan kesabaran dan tidak
jarang terjadi konflik. Namun dengan adanya sikap pengertian dan toleransi maka
hubungan keduanya yakni masyarakat lokal dan eksodus Ambon kembali membaik dan
menghasilkan sikap kooperatif
yang berimbas pada lajunya perkembangan kota Baubau itu sendiri.
“Integrasi
Sosial Eksodus Ambon di Kota Baubau” adalah judul yang penulis ajukan dalam
rangka pembuatan proposal yang pada akhirnya menjadi pijakan untuk membuat
skripsi. Beranjak dari perbedaan pertumbuhan maupun perkembangan yang terjadi
di kota Baubau sebelum adanya pendatang (eksodus Ambon) dan sesudah adanya
pendatang menjadi salah satu judul yang menarik untuk diangkat dan dibahas,
karena ini tentang bagaimana sebuah kota menjadi berkembang akibat proses
integrasi sosial.
B. Permasalahan
Untuk lebih memfokuskan
obyek kajian maka dari latar belakang di atas peneliti mendapatkan permasalahan
sebagai berikut:
1)
Bagaimana interaksi antara eksodus Ambon
dan masyarakat lokal di Kota Baubau?
2)
Bagaimana proses integrasi sosial eksodus
Ambon di Kota Baubau?
3)
Bagaimana dampak integrasi sosial eksodus
Ambon terhadap Perkembangan Kota Baubau?
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan
permasalahan di atas maka penulis membuat pembatasan masalah sebagai berikut:
1)
Pembatasan Temporal
Pembatasan temporal pada penelitian ini
diawali dari tahun 1999 yang merupakan tahun awal kedatangan eksodus Ambon di
Kota Baubau, dan tahun 2015 sebagai akhir kajian karena proses integrasi sosial
masih terus terjadi di kota Baubau.
2)
Pembatasan Spasial
Penelitian
ini dilakukan hanya dalam ruang lingkup Kota Baubau dan sebagai obyek utama adalah lingkungan Wakonti
Kelurahan Kadolokatapi dan Lingkungan Lamanaga Dalam Kelurahan Bukit Wolio
Indah.
D. Tujuan Penelitian
Ketika
seorang melakukan sesuatu tentu di dasari pada maksud dan tujuan yang
orientasinya pada kepentingan individu ataupun kelompok. Dalam penelitian
sebuah tujuan menjadi salah satu item yang mendukungnya keberhasilan dari
penelitian itu. Adapun tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah
sebagai berikut:
1)
Untuk mengetahui bagaimana interaksi
antara eksodus Ambon dan masyarakat
lokal di Kota Baubau.
2)
Untuk mengetahui bangaimana proses
integrasi sosial eksodus Ambon di Kota Baubau.
3)
Untuk mengetahui bagaimana dampak
integrasi eksodus Ambon Terhadap Perkembangan Kota Baubau.
E. Manfaat Penelitian
Dari tujuan di atas
maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
a)
Secara Akademis
Penelitian ini sebagai
rangka memenuhi tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana dan sebagai bahan
pedoman bagi peneliti-peneliti yang akan datang serta berkelanjutan sebagaimana
yang berkaitan dengan penelitian ini dan pengembangan sejarah lokal maupun nasional.
b)
Secara Praktis
Bagi masyarakat
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran sosial untuk lebih saling
menghargai antara sesama warga negara terlepas dari segala perbedaan yang ada.
Sedangkan bagi pemerintah diharapkan bisa memberikan pandangan baru dalam
menyelesaikan masalah masalah yang ada mengingat hal itu berbanding lurus
dengan manfaat yang didapat.
BAB II
LANDASAN TEORI, KAJIAN PENELITIAN
YANG RELEVAN, KERANGKA PIKIR
A. Landasan Teori
1. Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari
bahasa Inggris "integration" yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 437), integrasi mempunyai pengertian sebagai berikut; a). Penyatuan suatu wilayah, suatu kebulatan,
b). kebulatan, keutuhan, kejujuran dalam memelihara suatu bangsa dan Negara. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur
yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi
dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih
tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2
pengertian, yaitu :
b)
membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Integrasi sosial adalah jika yang
dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur
sosial atau kemasyarakatan (Ahmadi, 2009: 292).
Berkenaan dengan
integrasi sosial, Soekanto berpendapat bahwa dalam hubungan antara masyarakat
transmigran, maupun masyarakat lokal, selain dapat menjalin hubungan yang
asosiatif juga dapat saling menjaga norma-norma sosial dalam bermasyarakat (1982:
79). Menurut Eshleman (dalam
Hasan dan Saladin, 1996: 235): Para penganut fungsionalisme struktural, sistem sosial senantiasa
terintegrasi di atas dua landasan berikut: 1). Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas
tumbuhnya consensus di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang
nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental. 2). Masyarakat
terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari
berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliations).
Suatu integrasi sosial
di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan,
baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Intaegrasi sosial merupakan hal yang
harus ada dalam kehidupan masyarakat multikultural. Di Indonesia integrasi sudah menjadi alternatif dalam menyatukan
perbedaan-perbedaan yang ada, dimana Indonesia memiliki beragam suku bangsa,
budaya dan bahasa yang kemudian disatukan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan adanya integrasi perbedaan yang kolektif tersebut dapat di
jadikan sebagai kekuatan untuk bersatu. Proses penyesuaian dalam kapasitas
negara atau nasional disebut sebagai integrasi nasional.
Integrasi sosial
terjadi karena adanya perbedaan dalam satu lingkungan masyarakat baik secara
budaya maupun sejarah. Untuk mendapatkan keserasian dari perbedaan tersebut maka di lakukanlah
penyesuaian agar tercipta kehidupan yang harmoni. Proses penyatuan dan
penyesuaian dalam sistem masyarakat inilah yang disebut dengan integrasi
sosial.
Integrasi sosial akan terbentuk di masyarakat apabila
sebagian besar anggota masyarakat tersebut memiliki kesepakatan tentang
batas-batas territorial dari suatu wilayah atau Negara tempat mereka
tinggal. Selain itu, sebagian besar masyarakat tersebut bersepakat
mengenai struktur kemasyarakatan yang di bangun, termasuk nilai-nilai,
norma-norma, dan lebih tinggi lagi adalah pranata-pranata sosisal yang berlaku
dalam masyarakatnya, guna mempertahankan keberadaan masyarakat tersebut. Selain
itu, karakteristik yang dibentuk sekaligus manandai batas dan corak
masyarakatnya.
Menurut William F. Ogburn (dalam Soemarjan, 1988: 86) , syarat berhasilnya suatu
integrasi sosial adalah:
a.
Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka
berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan yang lainnya. Hal ini
berarti kebutuhan fisik berupa sandang dan pangan serta kebutuhan sosialnya
dapat di penuhi oleh budayanya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini
menyebabkan masyarakat perlu saling menjaga keterikatan antara satu dengan
lainnya.
b.
Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan (consensus) bersama mengenai norma-norma
dan nilai-nilai sosial yang di lestarikan dan dijadikan
pedoman dalam berinteraksi satu dengan yang lainnya, termasuk menyepakati
hal-hal yang dilarang menurut kebudayaannya.
c.
Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan
di jalankan secara konsisten serta tidak mengalami perubahan sehingga dapat
menjadi aturan baku dalam melangsungkan proses interaksi sosial.
2.
Konsep Eksodus
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2005: 289) arti kata dari eksodus adalah masyarakat yang
keluar wilayahnya secara besar-besaran karena suatu sebab. Sebagai akibat dari
perubahan sosial yang timbul dari hubungan kemasyarakatan maka akan menimbulkan
konflik sosial, yang kemudian mempengaruhi kualitas hidup masyarakat disuatu
wilayah. Dari sebab-sebab seperti inilah banyak kelompok-kelompok masyarakat yang
keluar atau pindah dari wilayah tempat tinggal awal ke suatu daerah yang baru.
Terjadinya eksodus bukan
hanya disebabkan oleh masalah sosial saja, namun juga bisa disebabkan dari
berbagai hal. Bencana alam merupakan salah satu penyebab terjadinya eksodus,
seperti yang terjadi di beberapa wilayah di indonesia yang dilanda musibah
banjir ataupun gempa bumi membuat masyarakatnya mengungsi ke daerah yang lebih
aman. Banyak diantaranya yang mengungsi di daerah yang sama namun ada juga yang
melakukan perjalan ke wilayah atau daerah yang di luar profinsi bahkan hingga
luar negara.
Konflik sosial merupakan
penyebab yang paling banyak mempengaruhi kelompok masyarakat tertentu untuk
melakukan perpindahan ke wilayah lain. Masalah ini bukan hanya mempengaruhi lingkungan
namun juga mempengaruhi mental dan sikap, sebagai konsekuensi dari itu semua
adalah perubahan sikap dan pola hidup generasi yang akan datang karna
dipengaruhi oleh lingkungan tempat dia tinggal.
Para pelaku eksodus akan memberikan hubungan timbal balik pada wilayah baru
yang dihuninya. Sebagai contoh masyarakat eksodus yang bermukim di suatu
wilayah dalam jangka waktu yang lama harus beradaptasi dengan wilayah setempat
dalam sisi lain masyarakat lokal di wilayah hunian harus membiasakan diri
dengan aktifitas eksodus yang dianggap asing dan baru oleh mereka.
B.
Kajian
Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian
yang menyerupai ataupun searah dengan judul penelitian yang penulis
ajuakan yakni penelitian yang dilakukan oleh LM. Irfan pada tahun 2005 dalam skripsinya yang
berjudul “Eksistensi Eksodus Ambon Serta Dampaknya Bagi kehidupan Masyarakat
Kota Baubau”. Penelitian tersebut menerangkan bahwa kedatangan Eksodus Ambon di
Kota Baubau sangat mempengaruhi laju perkembangan kota. Pasca kedatangan
Eksodus Ambon di Kota Baubau pemerintah daerah melakukan penanganan yang
dikenal dengan program semutan, sebab hampir semua instansi pemerintah terlibat
dalam penanggulangan tersebut dengan memberikan bantuan, yakni pemberian
bantuan sembilan bahan pokok, penempatan lokasi sementara sampai
ditrasmigrasikan dengan menggunakan pola berdasarkan pekerjaan. Namun pada
prosesnya kedatangan Eksodus memberikan dampak positif bagi kota yakni
terjadinya pertambahan penduduk yang begitu baik, di pusat kota maupun di pinggiran kota, yang pada akhirnya
mempermudah pemerintah untuk mempercepat proses pemerataan pembangunan dan
pengembangan wilayah-wilayah yang ada. Dampak lainnya adalah terjadinya
peningkatan kegiatan pada ekonomi masyarakat dengan membanjirnya
pedagang-pedagang di sekitar wilayah kota Baubau. Hal ini merupakan penyesuaian
dari integrasi sosial yang dilakukan.
Selanjutnya pada
penelitian yang dilakukan oleh Dahlan pada tahun 2005 dengan judul “Pengaruh
Eksodus Ambon Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Waara”, penelitian tersebut menjelaskan bahwa
kedatangan Eksodus Ambon di Desa Waara didorong oleh kondisi yang terjadi di
Ambon kerusuhan pada tahun 1999 yang mengakibatkan masyarakatnya pergi ke
daerah baru untuk mencari perlindungan dalam hal ini adalah Desa Waara yakni
salah satu desa yang ada pada ruang lingkup kawasan Buton. Pengaruh yang
diberikan kepada masyarakat Desa Waara dalam bidang ekonomi maupun sosial
sangat berdampak positif. Realitas yang terjadi dilapangan bahwa dalam kegiatan
gotong royong para Eksodus lebih unggul dari masyarakat setempat, sehingga
perkembangan desa pun menjadi lebih pesat serta perekonomian yang juga
berkembang.
Selanjutnya Palmer
dalam tulisannya pada Journal Antropologi Indonesia tahun 2004, vol. 74 dengan
judul “Migrasi dan Identitas”, tulisan tersebut menjelaskan bahwa orang Ambon
yang kembali ke Buton memberikan dampak yang cukup terlihat di berbagai aspek.
Studi kajiannya pada Desa Boneoge memperlihatkan bahwa banyak perubahan positif
yang terjadi setelah adanya orang Ambon di desa itu. Mulai dari makin ramainya
situasi desa, bermacamnya tempat-tempat usaha baru, dan lain-lain. Menurut
Palmer orang Ambon (Eksodus) yang datang di Buton, adalah orang Buton yang dulu
merantau di Ambon. Dikarenakan kondisi kehidupan yang cukup baik di sana
membuat mereka menetap dan berketurunan di Ambon. Menurutnya Eksodus yang
datang di Buton atau Kota Baubau pasca kerusuhan merupakan keturunan dari
perantau Buton dahulu. Dalam kasus ini status para eksodus seperti berada pada
zona abu-abu yang dimana ketika berada di Ambon mereka dianggap sebagai
pendatang dari Buton dan ketika berada di Buton dianggap sebagai eksodus dari
Ambon.
Berlawanan
dengan penelitian di atas, Saninu pada tahun 2005 dalam penelitiannya yang
berjudul “Konflik Sosial Antara Eksodus Ambon Dengan Penduduk Lokal di Kota Baubau”, menggambarkan bahwa para transmigran
dalam hal ini adalah Eksodus Ambon di awal datang disambut baik oleh masyarakat
lokal di Kota Baubau disebabkan rasa prihatin atas musibah yang menimpa para eksodus.
Namun karena perbedaan faktor sosial budaya dan ekonomi sehingga sulit
menjembatani antara masyarakat transmigran dan masyarakat lokal sehingga
konflik pun terjadi. Hasil dari penelitian ini juga menjelaskan bahwa walaupun
sebagian dalam masyarakat transmigran adalah orang Buton yang lama merantau di
daerah Ambon namun hal tersebut tetap mempengaruhi dan tidak merubah masalah
ekonomi dan sosial budaya dari daerah rantauan.
C.
Kerangka
Pikir
Dengan datangnya para eksodus
Ambon di Kota Baubau, berarti memberikan proses interaksi antara para pendatang
dengan masyarakat lokal. Hal ini membuat masyarakat Eksodus harus mampu dalam
beradaptasi mengingat tempat bermukim yang sekarang adalah wilayah yang baru
dan tentunya jauh dari kehidupan mereka yang sebelumnya. Integrasi sosial yang
dilakukan masyarakat eksodus Ambon telah terjadi ketika awal kedatangan mereka
dan masih berlanjut hingga saat ini mengingat banyak diantara mereka yang
memilih menetap di Kota Baubau.
Integrasi sosial yang
dilakukan memakan waktu cukup lama dan upaya yang banyak dalam membangun keutuhan hubungan
sosialnya. Mulai dari proses integrasi yang meliputi cara mereka berkomunikasi,
bergaul, dan mengikuti norma-norma adat lokal. Pandangan masyarakat lokal
terhadap mereka beragam, ada yang berpandangan dengan positif ada juga yang
negatif. Bagi sebagian masyarakat lokal menganggap mereka memberikan pengaruh
buruk terhadap orang di sekitarnya karena kebiasaan mereka dari daerah asal
yang di anggap tabu di wilayah hunian, ada juga yang berpendapat bahwa para
Eksodus memberikan dampak baik karena membawa wawasan dan pengetahuan yang baru
sehingga memberikan perkembangan pola pikir bagi masyarakat setempat.
Dalam
prosesnya interaksi sosial antara eksodus
Ambon dan masyarakat lokal sering terjadi, banyak di antara para eksodus yang
menjadi pedagang, tukang, dan bekerja sebagai supir mobil. Dalam keadaan
tertentu masyarakat lokal dan eksodus Ambon bergotong royong dalam melakukan
pekerjaan umum seperti membangun masjid dan memperbaiki jalan. Dampak dari ini
semua adalah perkembangan atau kemajuan kota. Para eksodus Ambon telah
mengambil bagian hampir di semua sektor perkotaan, seperti transportasi,
pertukangan, pembangunan, bisnis, kuliner, yang pada akhirnya memberikan dampak
positif pada Kota Baubau. Nyata, dalam kurun waktu 10 tahun Kota Baubau
mengalami perkembangan yang begitu pesat ditandai dengan maraknya pembangunan
dan stabilnya perekonomian di pasar.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tekanan kajian lebih
bertumpu pada eksplanasi aspek sosiohistoris yang bersifat deskriptif-naratif (Koentjoroningrat,
1990: 7). Metode ini dinilai cocok untuk mengkaji aspek struktural dan kultural
hubungan masyarakat eksodus Ambon dengan masyarakat lokal menurut dimensi waktu
dan ruang.
B. Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam
penelitian ini di bagi atas dua jenis sumber yakni:
1)
Data Primer, adalah data yang diperoleh
lewat wawancara langsung di lapangan dengan para Informan.
2)
Data Sekunder, adalah data yang
diperoleh dari laporan-laporan hasil penelitian, kepustakaan, maupun arsip
(koran, artikel) yang dilakukan dengan membaca, menelaah dan mengkaji
sumber-sumber tertulis seperti hasil penelitian dan buku-buku yang relevan
dengan obyek kajiannya.
C. Teknik Pengumpulan
Data
Untuk
memperoleh data agar dapat diolah menjadi sumber yang akurat maka digunakan
tekhnik pengumpulan data sebagai berikut:
1)
Observasi atau pengamatan langsung
lapangan untuk menjaring informasi berupa aktifitas masyarakat yang terjadi di
dalam konteks sosial yang sebenarnya.
2)
Wawancara dengan para informan tertentu
yang dianggap mengetahui permasalahan yang dimaksud baik perorangan maupun
kelompok.
3)
Studi Dokumen dilakukan untuk memperoleh
data yang bersifat umum, seperti kondisi wilayah, keadaan penduduk serta
catatan tertulis yang terkait dengan masalah penelitian.
C. Teknik Analisa Data
Data
atau bahan yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan sumber tersebut kemudian
dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif melalui pendekatan
deskriptif interpretatif dengan maksud
menjelaskan keterkaitan antara gejala atau fakta satu dan lainnya berdasarkan
kerangka pikir yang telah ditentukan. Keterkaitan yang dimaksud bukan hanya
menerangkan hubungan gejala sosial-kultur menurut realitas parsial dan
kekinian, tetapi realitas berdasarkan prinsip kausalitas sejarah. Hal ini guna
memberikan arti atau makna dari setiap aspek soail kultur yang diteliti.
D. Jadwal Penelitian
Penelitian ini
direncanakan dilakukan selama 3 bulan, terhitung sejak penyusunan proposal
hingga skripsi. Adapun jadwal penelitian tersebut akan diuraikan sebagai
berikut:
No.
|
Jadwal Kegiatan Penelitian
|
Bulan (2015-2016)
|
||
Desember
|
Januari
|
Februari
|
||
1.
|
Penyusunan
Proposal
|
|||
2
|
Konsultasi
Proposal
|
|||
3
|
Seminar
Proposal
|
|||
4
|
Pengolahan
Data
|
|||
5
|
Penulisan
Data
|
|||
6
|
Konsultasi
Laporan
|
|||
7
|
Ujian
Skripsi
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Wilayah Penelitian
a.
Kelurahan
Bukit Wolio Indah RW 01 (Lingkungan Lamanaga Dalam)
Kelurahan Bukit Wolio
Indah (BWI) merupakan salah satu kelurahan dalam kecamatan Wolio yang ada di Kota
Baubau. Kelurahan ini berada pada bagian Timur Kota Baubau dengan luas mencakup
7 RW. RW 07 adalah salah satu lingkungan RW yang ada di kelurahan BWI.
Lingkungan ini adalah pemukiman eksodus
Ambon dengan nama Lingkungan Lamanaga Dalam yang masih masuk dalam kawasan
Kelurahan BWI dengan letak geografis merupakan kawasan perbukitan/pegunungan,
kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan industri kecil/rumah tangga,
kawasan perkantoran, kawasan perdagangan, kawasan jasa hiburan. Jarak ke
pemerintahan Kecamatan ± 4 km, ke pemerintahan Kabupaten Kota ± 10 km.
Ditinjau dari jumlah
penduduk berdasarkan umur, maka Jumlah penduduk pada tahun 2013 untuk Lingkungan
Lamanaga Dalam adalah 8121 jiwa yang terdiri atas, laki-laki 3521 jiwa,
sedangkan untuk wanita berjumlah 4600 jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah
2019 kk. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah penduduk mencapai 8572 jiwa, untuk
laki-laki berjumlah 3610, perempuan 4962 jiwa sedangkan untuk jumlah kepala
keluarga adalah 2092 kk. Untuk lembaga kemasyarakatannya meliputi; organisasi
perempuan,organisasi pemuda, organisasi profesi, LKMD, kelompok gotong royong,
lembaga taruna, lembaga adat dalam hal penyelesaian konflik warga, lembaga adat
perkawinan, dan lembaga adat lainnya.
Pertumbuhan jumlah
penduduk mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sebagai dampak dari proses
integrasi yang terjadi di lingkup Kelurahan Bukit Wolio Indah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
No
|
Indikator
|
Tahun
|
|
2013
|
2014
|
||
1.
|
0-12 tahun
|
36 Jiwa
|
205 Jiwa
|
2.
|
> 1-< 5 tahun
|
278 Jiwa
|
159 Jiwa
|
3.
|
≥ 5-< 7 tahun
|
491 Jiwa
|
513 Jiwa
|
4.
|
≥ 7- ≤ 15 tahun
|
1282 Jiwa
|
1316 Jiwa
|
5.
|
> 15-56 tahun
|
5892 Jiwa
|
5933 Jiwa
|
6.
|
> 56 tahun
|
586 Jiwa
|
603 Jiwa
|
b.
Kelurahan
Kadolo Katapi RW 01 Lingkungan Bukit Selamat (Wakonti)
Kelurahan Kadolo Katapi
merupakan salah satu kelurahan dalam kecamatan Wolio Kota Baubau. RW 01 Lingkungan
Bukit Selamat/Wakonti merupakan salah satu lingkungan yang ada di kelurahan
Kadolo Katapi, merupakan salah satu lingkungan khusus eksodus Ambon dan berada
pada wilayah ujung timur kelurahan. Kelurahan Kadolo Katapi mempunyai luas
wilayah ± 13,87 ,
dengan bagian utara berbatasan dengan Kelurahan Kadolomoko, bagian selatan
berbatasan dengan Kecamatan Sorawolio, bagian timur berbatasan dengan Kecamatan
Sorawolio, Bagian barat berbatasan dengan
Kelurahan Bukit Wolio Indah.
Lingkungan Bukit
Selamat berada pada RW 01 pada Kelurahan Kadolo katapi dengan jumlah jiwa 512,
Jumlah laki-laki 310 jiwa, dan perempuan 202 jiwa. Wilayah ini berada pada
bagian ujung timur batas kelurahan sehingga membuat pemukiman ini lebih jauh
dari pusat kota. Meski demikian tidak sedikit masyarakatnya yang menggantung
hidup dengan melakukan aktifitas pekerjaan di pusat kota. Banyak diantara
warganya yang menjadi pedagang, pekerja kantoran, dan transportasi yang dalam
prosesnya sangat membantu perkembangan maupun perputaran ekonomi di Kota.
Lingkungan
Bukit Selamat selain berada satu lokasi dengan desa yang mayoritas eksodus
lainnya juga berdekatan dengan lingkungan yang didiami masyarakat lokal, hal
ini tidak membuat masyarakatnya terlalu terisolasi karna dengan demikian bisa
terjalin interaksi yang di harapkan dengan warga lokal. Letak kantor lurah
berada pada tengah-tengah kawasan kelurahan, hal ini memudahkan para warga baik
lokal maupun eksodus dalam melakukan segala pengurusan yang berhubungan dengan
pemerintahan ataupun pribadi dan sosial. Kantor lurah juga sebagai lembaga
kemasyarakatan yang mewadahi hubungan sosial antara warga dalam mengemukakan
aspirasi mereka.
B. Bentuk Interaksi Eksodus Ambon dan Masyarakat
Lokal di Kota Baubau
Kedatangan eksodus
Ambon di Kota Baubau menjadi salah satu fenomena sosial yang sering terjadi
dalam konflik sosial. Imbas dari itu menjadikan Kota Baubau sebagai wadah dalam
menampung beragam kehidupan dan pemikiran yang baru dan mungkin di anggap tabu bagi
masyarakat setempat. Cara-cara hidup baru yang di bawa para eksodus membuat
mereka harus lebih mampu dalam beradaptasi, tak jarang kehidupan antar
masyarakat lokal dan masyarakat eksodus saling mempengaruhi dan mendominasi
antara satu dengan yang lainnya.
Proses
interaksi yang dilakukanpun beragam, antara masyarakat lokal maupun eksodus
melakukan interaksi dengan cara masing-masing namun tidak keluar dari norma
sosial yang ada. Interaksi yang dilakukan meliputi pergaulan, hubungan kerja,
hingga pada pernikahan maupun hiburan. Untuk lebih jelas proses tersebut
diuraikan seperti di bawah ini:
1.
Pergaulan
Pada prosesnya
kehidupan sosial antara masyarakat lokal dan eksodus Ambon berjalan dengan
baik. Dari segi bahasa, percakapan yang dilakukan kedua belah pihak menggunakan
logat maupun bahasa masing-masing. Dalam kesehariannya, masyarakat menjalin
hubungan dengan rasa toleransi walaupun ada hal-hal baru yang di lakukan oleh
para eksodus seperti cara berpakaian (style), hasil kreatifitas, pekerjaan dan
sebagainya. Hal menarik dari konsep ini adalah bahwa pada beberapa waktu,
secara tidak langsung budaya masyarakat eksodus mendominasi kehidupan
masyarakat lokal. Sebagai contoh di sekolah, anak lokal yang berteman atau
bergaul dengan anak eksodus lebih cenderung menggunakan bahasa Ambon ketika
berkomunikasi. Hal ini terjadi tanpa ada paksaan atau proses belajar dari orang
lain, dengan pengaruh lingkungan dan mungkin gaya bahasa cukup asing yang
membuat individu cukup tertarik untuk diucapkan membuat dia secara tidak sadar
menggunakan bahasa itu secara terus menerus. Uniknya hal ini tidak berlaku bagi
anak eksodus, meskipun di tempat umum gaya bahasa yang digunakan tetap bahasa
Ambon dan kerap kata kasar dan cacian mereka lontarkan.
Dalam
pergaulan secara umum, para eksodus banyak mempengaruhi masyarakat lokal
disebabkan cara hidupnya yang cukup modern sehingga menjadi tolak ukur untuk
diikuti. Kehidupan modern yang dimaksud bisa di lihat dari gaya berpakaian,
harta benda yang dimiliki, bidang usaha, dan cara pikir. Meskipun pada
prosesnya menimbulkan konflik sosial disebabkan kesalah pahaman dan perbedaan
ideologi, namun dengan adanya proses integrasi sosial konflik-konflik sosial
tersebut dapat diatasi dengan baik dan justru menjadi pembelajaran yang
berharga baik itu bagi masyarakat lokal maupun pendatang.
2.
Hubungan
Kerja
Sebagaimana makhluk
sosial, manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya manusia yang lain. Dorongan
psikologis ini membuat tiap-tiap individu mencari individu yang lain untuk
melakukan interaksi dalam hal memenuhi kebutuhan mereka yang tentu saja
mempunyai pola timbal balik terhadap yang lainnya. Proses interaksi yang
dilakukan eksodus Ambon meliputi hubungan kerja mereka dengan masyarakat lokal,
menghasilkan kualitas ekonomi bagi mereka sendiri maupun orang banyak.
Dilihat dari sejarahnya
bahwa banyak dari eksodus Ambon yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan
masyarakat lokal. Hal ini menjadikan mereka tidak rumit dalam membuka peluang
untuk kepentingan ekonomi, banyak diantara eksodus yang mencari peluang kerja
sesuai dengan pekerjaan awal ketika masih di Ambon seperti di bidang
pertukangan, kuliner, transportasi, maupun dalam lingkup pabrik.
Dalam
prosesnya masyarakat eksodus menjalin kerjasama dengan masyarakat lokal dalam
hubungan kerja. Dibidang pertukangan misalnya, yang menjadi tukang adalah orang
lokal dan yang menjadi anak buah adalah eksodus hal ini pun bisa berlaku
sebaliknya. Di bidang kuliner banyak di antara eksodus yang membangun tempat
kuliner mempekerjakan orang lokal atau juga orang lokal meminjamkan tanah
dengan pembayaran yang disepakati kepada eksodus yang ingin mencari lahan untuk
membuka bisnis mereka. Dari kesepakatan inilah muncul ikatan-ikatan kerja di
antara mereka apalagi ditunjang dengan pemerintah yang mendukung aktifitas yang
bersifat membangun.
3.
Pernikahan
Dalam
konsep pernikahan tidak ada perbedaan yang mendalam karna banyak diantara
eksodus Ambon yang masih keturunan Buton (Baubau), dengan begitu mereka masih memegang budaya maupun adat
istiadat Buton. Meski demikian mereka mempunyai budaya baru yang didapat dari
lingkungan tempat mereka dibesarkan yakni di Ambon, maka dalam proses
pernikahan yang terjadi antara eksodus dengan masyarakat lokal meskipun
menggunakan adat dan budaya yang sama namun ada hal yang berbeda seperti halnya
dalam pernikahan. Menurut Nur Intan, dalam pernikahan orang lokal ada atribut
yang dinamakan “Kolambu” yang melambangkan ciri khas adat Buton dan atribut
yang dinamakan “Langi-langi” (wawancara, 5 Desember 2015). Sedangkan dalam
pernikahan eksodus tidak demikian pernikahan di desain agak lebih glamor dan
terlihat modern dengan tempat acara yang dinamakan “Sabuah”. Jika terjadi
pernikahan antara orang lokal dan eksodus untuk konsep pernikahan tergantung
dari diskusi kedua pihak keluarga, dengan begitu dari pihak lokal akan menerima
budaya baru dari eksodus baik itu gaya bahasa, cara hidup dan lain sebagainya.
Interaksi yang didapat dari pernikahan yang dilakukan antara orang lokal dan
eksodus memberikan ikatan kekeluargaan antara kedua belah pihak, sebagai
hasilnya tiap-tiap dari mereka akan hidup dengan rasa toleransi dan adaptasi.
4.
Hiburan
Dalam hal hiburan tentu
saja eksodus Ambon mempunyai warna yang berbeda dalam penerapannya.
Hiburan-hiburan baru yang dibawa oleh eksodus menjadi daya tarik tersendiri
sehingga menarik simpatik dari masyarakat lokal. Kegiatan hiburan yang dibawa
dari daerah awal yakni Ambon, mempunyai karakteristik berbeda dengan yang ada
di daerah lokal ini. Dari hal inilah sehingga menjadikannya inspirasi dan
semangat bagi masyarakat lokal dan hiburan yang dibawa oleh para eksodus masih
terus dilestarikan hingga saat ini.
Hiburan yang ada sangat
beragam baik itu berhubungan keagamaan atau pun tidak. Menurut Nur Ida, hadrat
adalah salah satu kegiatan hiburan yang dilakukan oleh para eksodus untuk
kegiatan keagamaan tertentu. Menurutnya hadrat merupakan hiburan yang dilakukan
pada acara keagamaan dengan diiringi oleh lantunan gendang rabbana dan tarian
yang dilakukan anak-anak serta diringi dengan sholawat kepada nabi Muhammad.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada hari raya haji atau acara pernikahan
(wawancara, 23 November 2015). Karna kegiatan ini dilakukan oleh banyak orang
dan dengan berjalan disekitaran kampung, membuat ia menjadi tontonan yang
menarik bagi masyarakat lokal maupun tidak. Selain hadrat, masyarakat eksodus
juga mempopulerkan qasidah modern dengan menggunakan rabbana dan alat musik
tertentu serta dengan nuansa yang baru.
Acara
joget merupakan hiburan yang paling sering dilakukan oleh eksodus Ambon, acara
ini biasa dilakukan dalam rangka syukuran maupun acara pernikahan. Menurut La
Samsul, dalam hal pernikahan acara joget merupakan suatu yang harus
dilaksanakan meskipun pada dasarnya bukan suatu kewajiban, namun bagi para
eksodus acara joget sudah menjadi bagian dari itu maka apabila tidak dilakukan
akan terasa seperti kurang sempurna dalam pelaksanaan pernikahan. Selain itu
pertandingan footsal merupakan salah satu hiburan yang di lakukan oleh
masyarakat eksodus. Dalam kegiatannya bukan hanya melibatkan club tertentu tapi
juga antar RW, yang meliputi masyarakat lokal maupun pendatang sehingga menjadi
ajang persahabatan antara satu lingkungan RW dengan lingkungan yang lainnya
(wawancara, 11 November 2015). Hal ini terbukti dengan banyaknya apresiasi
positif dari lingkungan yang diajak untuk bergabung dalam kompetisi yang juga
selain memberikan hiburan juga memberikan kesan positif bagi wilayah-wilayah
lain.
C. Proses Integrasi Sosial Eksodus
Ambon di Kota Baubau
Pada awal kedatangan
eksodus Ambon di Kota Baubau, masyarakat menyambut dengan gembira dan sikap
terbuka karena pada dasarnya masyarakat Buton turut prihatin atas musibah yang
menimpah para pengungsi ini. Apa lagi bila ditelusuri para eksodus yang
datang mempunyai silsilah dari buton
sebagian besarnya. Akan tetapi mereka sudah puluhan tahun hidup di Ambon.
Hubungan antara keduanya harus tetap dijaga dan dipelihara. Apalagi Buton
ketika itu sebenarnya belum siap untuk menerima kehadiran eksodus ini. Secara
garis besar bertemunya dua kelompok yang berbeda tentu saja akan melahirkan
reaksi ataupun respon antara keduanya yang bisa disebut sebagai intraksi
sosial. Interaksi sosial dapat berbentuk kerjasama dan persaingan.
Di Buton
hubungan antara eksodus dengan masyarakat lokal sangat baik dan bisa hidup
berdampingan. Salah satu bukti bahwa masyarakat lokal menerima kehadiran
eksodus yaitu dengan adanya penjualan jajanan malam yang mayoritas dilakukan
oleh orang Ambon, dimana masyarakat Buton tidak keberatan apabila eksodus
membuka lahan mata pencaharian dengan cara menjual makanan atau lauk pauk dan kue-kue di pinggir jalan pada malam hari.
Masyarakat lokal sebelumnya tidak pernah menjual di tempat-tempat itu.
Dalam
proses sosial, pertemuan komunitas yang berbeda latar belakang kehidupan sosial
budaya dalam satu pemikiran akan menghasilkan alternatif, baik yang bersifat
positif maupun negatif sebagai perwujudan proses interaksi sosial. Interaksi
sosial yang positif akan timbul apabila pertemuan itu mampu menciptakan suasana
hubungan yang harmonis dalam masyarakat. Kondisi ini didapat apa bila rasa
saling menghargai dan mengakui keberadaan setiap etnik, mengurangi dan
memperlunak hal-hal yang bisa menimbulkan benturan atau konflik serta terbuka
dan bertoleransi. Hal yang bersifat negatif muncul bila dalam pertemuan
beberapa golongan etnik itu menimbulkan suasana hubungan sosial yang tidak
harmonis karena adanya perbedaan sikap dalam memandang suatu objek yang
menyangkut kepentingan bersama.
Di dalam proses interaksi masyarakat majemuk,
dibutuhkan rasa toleransi antara masyarakat dalam upaya mempercepat terjadinya
integrasi sosial. Interaksi diartikan sebagai hubungan timbal-balik antara
individu dalam pergaulannya, dimana interaksi sosial adalah merupakan kunci
dari semua aktivitas-aktivitas kehidupan sosial. Sehubungan dengan pernyataan
ini, dikemukakan bahwa interaksi
sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi
tak mungkin ada kehidupan sosial (Soekanto, 1998:66). Sementara modal dasar
dari adanya toleransi dalam masyarakat adalah adanya interaksi
sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intensif dan upaya membangun kepercayaan di antara masyarakat tanpa membedakan
suku, agama, ras, status sosial dan perbedaan lainnya. Secara umum,
masyarakat lokal maupun eksodus telah memiliki kedua modal awal terbangunnya
toleransi diantara mereka tersebut.
Menurut
Marni, para pendatang dari Ambon maupun pendatang lain yang berada di Kota
Baubau tidak memerlukan waktu yang lama untuk dapat berintegrasi dengan
masyarakat setempat. Akan tetapi meskipun mereka telah melakukan integrasi,
namun para pendatang masih merasa terikat dengan adat istiadat daerah asal
walaupun mereka sudah merasa cocok dengan adat istiadat setempat (wawancara, 3
November 2015). Hal ini di apresiasikan dengan masih banyaknya para pendatang
Ambon memegang teguh paham maupun kepercayaan tertentu yang sudah dimiliki
secara turun temurun.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
integrasi sosial eksodus Ambon di Kota Baubau adalah sebagai berikut:
a. Faktor Budaya
Faktor budaya dalam hal
ini adalah kesamaan budaya antara eksodus Ambon dan masyarakat lokal. Telah
diketahui bersama bahwa mayoritas eksodus Ambon yang datang di Kota Baubau
(Buton) adalah masih merupakan keturunan masyarakat asli Baubau yang merantau
dan beranak cucu di daerah Ambon. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
mengapa para eksodus yang datang lebih memilih daerah Kota Baubau dari pada
wilayah lain. Karena adanya kesamaan budaya sehingga proses integrasi terjadi
secara alami tanpa ada kesan paksaan.
Sikap ramah tamah, saling
hormat-menghormati, saling harga-menghargai, tolong-menolong dan besarnya rasa
toleransi di dalam masyarakat menjadi pengikis banyaknya perbedaan yang terjadi
di masyarakat. Adanya pemahaman bahwa Kota Baubau berkembang justru dengan kedatangan para pendatang
membuat satu ikatan batin antara penduduk asli dengan pendatang. Apalagi
sekarang, banyak dari mereka yang sudah terbiasa dengan suku bangsa dan agama
lain karena dari kecil sudah berinteraksi satu sama lain. Para pendatang pun
sudah menganggap Kota Baubau sebagai kampung halamannya, bahkan sudah banyak dari
keturunan mereka yang lahir dan besar disana.
b. Faktor Kekerabatan
Faktor berikutnya, yaitu
hubungan kekerabatan yang ada diantara mereka. Hal ini merupakan salah satu
faktor penting terwujudnya integrasi sosial. Berbicara mengenai kekerabatan
tentu tidak lepas kaitannya dengan masalah pernikahan maupun persaudaraan. Faktor
kekerabatan merupakan pengelompokan atas sejumlah orang yang masih
berhubungan, baik karena keturunan maupun perkawinan yang mencakup identitas
dan peranan yang digunakan oleh individu-individu dalam interaksi sosial
mereka. Dengan kata lain,
sistem kekerabatan terjadi karena keturunan dan perkawinan. Menurut Ipa Waly, melalui perkawinan
antar kelompok masyarakat yang berbeda,
kekerabatan masyarakat lokal maupun pendatang ini menjadi luas. Simpul-simpul yang mengokohkan rasa
kebersamaan di antara warga yang berbeda budayanya menjadi semakin kuat (wawancara, 3 Desember 2015).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hubungan
kekerabatan yang terjadi akibat adanya perkawinan diantara masyarakat asli dan
pendatang yang berbeda budayanya, menyebabkan terjadinya proses interaksi yang semakin
meluas di antara kedua pasangan dan pihak-pihak keluarganya. Hubungan kekerabatan diantara mereka yang berbeda agama pun bisa ditemukan.
c. Faktor Kepatuhan Masyarakat Pada Pejabat
Pemerintahan
Faktor lain yang mendukung integrasi sosial masyarakat majemuk di daerah
ini adalah kepatuhan masyarakat pada pemerintahan. Mayoritas masyarakat lokal
di Kota Baubau adalah masyarakat yang sangat patuh kepada pemerintahnya baik
itu di tingkat Kecamatan, Kelurahan, Rw, maupun RT. Hal ini menyebabkan setiap
masalah yang timbul di masyarakat dapat dengan cepat diselesaikan apabila
pemerintahnya turun tangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ode Bania kasus
yang terjadi antara eksodus Ambon Wakonti dengan masyarakat lokal di wilayah
Lipu yang kemudian diselesaikan dengan surat pernyataan antara kedua belah
pihak, ataupun kasus antara masyarakat KM 4 Lamanaga Dalam dengan Lamanaga Luar
(etnis Raha) yang juga diselesaikan dengan surat pernyataan dari pemerintah
maupun aparat kepolisian mencerminkan tingkat kepatuhan masyarakat sangat
tinggi pada pemerintah setempat (wawancara, 1 Desember 2015). Dengan adanya
kepatuhan masyarakat pada pemerintah maka setiap permasalahan yang dapat
bersinggungan dengan keberadaan etnis tertentu dapat segera dinetralisir
sehingga konflik horizontal dapat dicegah dengan mengintegrasikan masyarakat
lewat kearifan lokal yang dibingkai oleh nilai-nilai luhur Pancasila maupun
lokal sebagai konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Pendidikan
Integrasi sosial masyarakat eksodus
juga di dorong lewat bidang pendidikan, justru dunia pendidikanlah yang
merupakan salah satu tempat penting pelaksanaan proses integrasi masyarakat pendatang. Karna lewat sekolah,
masyarakat berinteraksi tanpa adanya perbedaan agama dan etnis, baik antara
sesama guru, sesama murid, guru dan murid, serta guru dan orang tua murid.
Interaksi diantara mereka membuat mereka saling mengenal satu sama lain, saling
berbagi masalah yang menjadi kendala pihak sekolah dan tentu saja melibatkan
orang tua murid yang latar belakang agama, etnis, dan tingkat sosial yang
berbeda-beda. Para murid pun sudah
terbiasa sejak dini dengan perbedaan diantara mereka sehingga
sentiment-sentimen etnis tidak terjadi. Adanya interaksi dan komunikasi yang
baik lewat dunia pendidikan mendorong percepatan proses integrasi masyarakat eksodus di Kota Baubau.
D. Dampak Integrasi Sosial Eksodus Ambon
Terhadap Perkembangan Kota Baubau.
Adanya eksodus Ambon di Kota Baubau memberikan dampak yang cukup berarti
terhadap perkembangan kota di berbagai sektor. Banyak orang-orang eksodus yang
mengambil peran penting dalam perkembangan kota karena selain pengalaman yang
cukup di bidangnya ketika berada di daerah asal juga karena kebutuhan kualitas
manusia yang di butuhkan di Kota ketika itu. Banyak di antara masyarakat
eksodus bergerak di bidang perdagangan barang dan jasa, transportasi maupun di
bidang pemerintahan. Meski demikian ada imbas dari proses itu, yakni adanya
persaingan baik di bidang bisnis, kedudukan, maupun budaya yang kesemuanya itu
berpeluang untuk menimbulkan konflik. Adapun dampak perkembangan yang terjadi dari integrasi
eksodus pada bidang pembangunan, perekonomian, maupun sosial budaya adalah
sebagai berikut:
a. Pembangunan
Pasca kedatangan eksodus
Ambon di Kota Baubau, kawasan kota bisa dibilang masih dalam skala kecil
setelah bermukimnya eksodus dan bertempat tinggal maka kawasan kota diperluas.
Banyak kawasan kosong di bagian pegunungan di buka untuk tempat bermukim, adapun
kawasan yang sudah dihuni oleh masyarakat lokal di perluas dan di bangun
perumahan hal ini menjadikan tempat tinggal masyarakat lokal tersebut lebih
ramai sehingga lebih banyak interakasi sosial yang bisa dilakukan.
Dengan kedatangan
eksodus Ambon di Kota Baubau memberikan dampak pembangunan yang besar bagi
kota. Banyak masjid-masjid yang dibangun mengingat mayoritas eksodus adalah
beragama islam. Dalam kehidupan sosial manusia tidak bisa luput dari kebutuhan
beragama begitu pula para eksodus yang datang di Kota Baubau dengan adanya
kawasan pemukiman maka warga dengan di dukung oleh pemerintah membangun
tempat-tempat yang mendukung aktifitas sosial mereka. Banyak masjid dibangun
untuk menampung aktifitas ibadah mereka, salah satu aspek yang mempengaruhi adalah
jarak yang cukup jauh antara perumahan para eksodus dengan masjid yang sudah
ada sebelum kedatangan mereka. Selain itu dengan dibangunnya masjid secara
tidak langsung telah membentuk suatu sistem kemasyarakatan baru untuk
melengkapi perangkat desa dari segi hal keagamaan.
Selain masjid
pembangunan sekolah untuk menunjang pendidikan marak dilakukan. Salah satu
dukungan pemerintah terhadap eksodus adalah dibangunnya sekolah-sekolah pada
kawasan tempat tinggal mereka meskipun banyak pula di antara para eksodus yang
bersekolah pada sekolah yang telah ada sebelum kedatangan mereka namun sebagai
salah satu bentuk pelayanan, pemerintah membangun sekolah untuk mempermudah
akses para eksodus terhadap pendidikan. Sekolah juga menjadi tempat interaksi
yang produktif antara eksodus dengan masyarakat lokal maupun antara eksodus
dengan eksodus.
Perkembangan lainnya dapat dilihat dengan maraknya gedung-gedung berupa
ruko yang dibangun sebagai tempat usaha maupun bisnis yang dilakukan hal ini
karna perkembangan masyarakat semakin besar yang secara langsung mempengaruhi
kebutuhan hidup sehingga banyak aktifitas perdagangan yang dilakukan.
Pasar-pasar diperbarui atau dikembangkan pembangunannya karna aktifitas
masyarakat telah mulai ramai dipasar dan kebutuhan tempat untuk aktifitas
perdagangan mulai banyak yang minati.
a.
Ekonomi
Dampak pada perkembangan
ekonomi dapat dilihat dari meningkatnya aktifitas pasar dan banyaknya kebutuhan
masyarakat akan barang dan jasa. Dengan kedatangan eksodus Ambon secara
otomatis menambah jumlah penduduk yang ada di Kota Baubau, hal tersebut
menyebabkan beragam kebutuhan mereka akan hidup. Hal inilah yang menjadi
lowongan bagi masyarakat untuk mencari keuntungan dari barang maupun jasa.
Banyak diantara para eksodus yang menawarkan jasa seperti menjadi buruh kasar,
sopir angkot dan banyak juga yang menawarkan barang seperti pakaian, kuliner,
maupun elektronik.
Menurut Jufri, S.Pd
selaku sekretaris camat Wolio mengatakan, “dengan adanya eksodus menjadikan
percontohan bagi orang lokal karena memberikan perubahan yang positif pada
perkembangan kota, dari pola pertanian buah maupun sayur yang ada di pasar
sebelum adanya eksodus di jumpai hanya pada musim-musim tertentu sedangkan
dengan adanya eksodus maka produk itu dapat dijumpai dengan mudah dan dimana
saja. Adapun tentang konflik sosial yang terjadi hanyalah kepentingan individu
masing-masing”. Beliau menambahkan dengan adanya eksodus, pasar-pasar
beroperasi lebih lama dan mempunyai banyak produk yang bisa dilihat (wawancara,
29 Oktober 2015). Hal ini terbukti dengan keadaan pasar saat ini yang bahkan
masih aktif sampai larut malam walau memang di pengaruhi oleh banyak faktor
namun faktor awal menurut masyarakat adalah dapak dari datangnya para eksodus
Ambon.
Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
sebelum kedatangan eksodus Ambon pasar-pasar beroperasi hanya sampai waktu
tertentu pada siang hari, sedangkan dengan kedatangan eksodus Ambon pasar-pasar
sekarang beroperasi hingga pada malam hari. Dari hal ini dapat dilihat
bagaimana pengaruh eksodus Ambon terhadap perkembangan perekonomian Kota
Baubau. Dengan terbukanya banyak lapangan kerja memberikan kualitas
perkembangan ekonomi bagi masyarakat yang ada di Kota Baubau baik itu warga
lokal maupun warga pendatang (eksodus).
b.
Sosial Budaya
Bentuk integrasi sosial budaya antara masyarakat eksodus dan
lokal, dapat dilihat dari kegiatan kemasyarakatan yang ada.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain, gotong royong, kegiatan kerja bakti dan
menjaga kebersihan lingkungan. Keterlibatan masyarakat secara
bersama-sama dalam kegiatan gotong royong ini, merupakan sarana integrasi masyarakat. Tradisi gotong royong
telah menjadi wadah yang bisa menampung aktivitas antar warga, sehingga antara
masyarakat dapat saling berinteraksi.
Karna pemukiman eksodus
dalam suatu perkampungan tersendiri maka dari hubungan bertetangga tidak
terlalu nampak namun tetap dalam kondisi baik saling menjaga keutuhan
masing-masing. Menurut Wa Ajia, salah satu pegawai kelurahan Bukit Wolio Indah
mengatakan bahwa “di lingkungan masyarakat Lamanaga Dalam, pada tahun 2005/2006
dengan diwadahi pemerintah setempat melakukan kegiatan kerja bakti dalam rangka
membersihkan kawasan benteng Sorawolio, kegiatan ini melibatkan seluruh
lingkungan (RW) yang ada di kelurahan Bukit Wolio Indah” (wawancara, 03
Desember 2015). Kegiatan tersebut menjadi ajang masyarakat dalam berinteraksi
yang mengarah kepada integrasi di antara mereka. Hubungan sosial lain terjalin
dengan adanya kelembagaan tertentu seperti majelis ta’lim, dan acara sosial
seperti menyambut hari kemerdekaan. Di ranah olahraga, hubungan sosial disatukan
melalui kegiatan perlombaan, seperti sepak bola.
Sedangkan hubungan dari
segi budaya adalah ketertarikan antara budaya yang satu dengan budaya yang
lain. Orang lokal menghargai budaya pendatang seperti pelaksanaan hadrat yang
di rasa unik dan cukup menghibur, sedangkan orang eksodus pun menghargai budaya
masyarakat lokal seperti pesta kampung. Terlebih, baik masyarakat lokal maupun
eksodus mayoritas muslim maka kesamaan budayanya dapat dilihat dalam konsep
agama seperti; haroa, tahlilan, maulid Nabi, dan hal lain berupa itu.
BAB V
PUNUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dan hasil penelitian maka dapat penulis simpulkan bahwa:
1.
Bentuk interaksi yang terjadi antara
eksodus Ambon dan masyarakat lokal
bersifat asosiatif dengan cara yang beragam mulai dari pergaulan, hubungan di
bidang pekerjaan, pernikahan, maupun dalam ruang lingkup pendidikan yang
kesemuanya menjadi sarana dalam proses integrasi.
2.
Proses integrasi sosial yang terjadi
antara masyarakat eksodus dan masyarakat lokal di Kota Baubau secara dinamis
serta dipengaruhi oleh kelembagaan sosial. Hal ini menjadikan prosesnya
mengalami peningkatan setelah adanya interaksi yang positif antara masyarakat lokal
dan masyarakat pendatang terhadap pembentukan masyarakat. Aspek yang
mempengaruhi terjadinya integrasi sosial antara kedua kelompok sosial tersebut
meliputi, faktor kekerabatan, faktor pernikahan, agama, dan pendidikan dan
kepatuhannya terhadap kelembagaan pemerintah.
3.
Dampak integrasi antara masyarakat eksodus
dan lokal dapat dilihat perkembangannya pada sektor pembangunan yang pada
prosesnya mengalami kemajuan dan pada sektor perekonomian, dapat dilihat dari
perkembangan pasar dan kualitas ekonomi masyarakat yang semakin baik. Berkembangnya
kelompok-kelompok dan kelembagaan sosial masyarat dalam bidang sosial, budaya
dan agama mempengaruhi perilaku masyarakat dan orientasinya terhadap lingkungan
sekitar. Hal ini menjadikan hubungan sosial budaya mereka terjalin dengan baik,
walaupun pada beberapa kasus sempat terjadi konflik namun telah berkurang
dengan adanya proses integrasi secara berangsur.
E. Saran
Penulis memahami bahwa
dalam pembuatan baik materi maupun metode masih banyak kekurangan, olehnya itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
1.
Terkhusus kepada masyarakat lokal dan
eksodus Ambon bahwa konflik sosial akan selalu terjadi dalam semua kehidupan
sosial, hal yang harus ditekankan adalah bahwa dalam keberagaman yang ada bukan
menjadikan kita saling menjatuhkan satu dengan yang lain, namun jadikanlah itu
sebagai ajang perbaikan diri.
2.
Kemudian kepada pemerintah bahwa dalam hal
ini Integrasi yang terjadi antara eksodus Ambon dengan masyarakat lokal di Kota
Baubau merupakan gambaran nyata tentang perbedaan yang jika ada penyesuaian
maka akan terbentuk sistem kehidupan yang lebih harmonis. Melihat kembali
sejarah dan hubungan sosial kita dimasa lalu akan sangat memudahkan individu
maupun kelompok sosial tertentu dalam melakukan penyesuaian sistem kehidupan
dengan kelompok lainnya maka campur tangan dari pemerintah sangat diharapkan
dalam hal ini.
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Buku
dan Artikel
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Rhineka Cipta
Dahlan.
2005. “Pengaruh Eksodus Ambon Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Waara”. Skripsi. Baubau: Universitas
Dayanu Ikhsanuddin.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, Jakarta: Balai Pustaka.
Hasan, Zaini dan
Saladin. 1996. Pengantar Ilmu Sosial.
Jakarta: Rajawali.
Ihromi,
T.O. 1990. Strategi Pembangunan Perkotaan di Indonesia.
Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Irfan,
L.M 2005. “Eksistensi Eksodus Ambon Serta Dampaknya Bagi kehidupan Masyarakat
Kota Baubau”. Skripsi. Baubau:
Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
Kamanto, Sunarto. 2004.
Pengantar sosiologi. Jakarta: LPFEUI.
Koentjaraningrat.
1984. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Kini. Jakarta: Lembaga Penelitian
Fakultas Ekonomi UI.
Koentjaraningrat.
1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Gramedia.
Nasikun. 1995. Sistem sosial indonesia. Jakarta:. Raja
Grafindo Persada
Palmer,
Blair. 2004. “Migrasi dan Identitas”. Dalam Jurnal
Antropologi Indonesia hal 95-109. Vol. 74.
Saninu.
2005. “Konflik Sosial Antara Eksodus
Ambon Dengan Penduduk Lokal di Kota Bau-bau”
skripsi. Baubau: Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
Soekanto, Soerjono.
1982. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Rajawali Pres.
Soemarjan,
Selo 1988. Migrasi Kolonisasi, Perubahan
Sosial. Jakarta: Pustaka Grafika.
B.
Sumber
Internet
www.zonasiswa.com, diakses pada 27/07/2015.
https://wirasudewa.wordpress.com , diakses pada 27/07/2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar