Jumat, 30 September 2016

Integrasi Sosial Eksodus Ambon di Kota Baubau

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kekerasan antar etnik dan agama yang kini merebak di berbagai tempat di Indonesia adalah akibat dari kegagalan pemerintah menjawab aspirasi warganya. Pada masa lalu memang telah ada diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang kemudian menimbulkan konflik sosial. Tidak semua konflik sosial yang terjadi dapat diselesaikan oleh pemerintah dengan baik sehingga membuat masyarakat untuk melakukan pengadilan sendiri dan dengan cara mereka sendiri. Dampak dari itu adalah kerusakan lingkungan dan adanya korban sosial yang kemudian memaksa mereka pergi dari daerah asal dan berintegrasi ke daerah lain.
Masalah perubahan sosial memberikan dampak yang cukup serius pada peradaban umat manusia. Sebagai akibat dari itu maka kebutuhan manusia terhadap sesuatunya mulai berubah, terkadang kebutuhan itu meningkat namun terkadang juga menurun. Hal inilah yang kemudian membuat orang melakukan keputusan-keputusan besar yang harus mampu mengubah kehidupan mereka  untuk bertahan hidup. Perpindahan penduduk merupakan alternatif yang dipilih untuk menunjang kehidupan suatu masyarakat baik di bidang ekonomi maupun sosial yang tidak stabil karena yang diharapkan agar tempat baru yang dihuni mampu memberikan mereka perubahan yang positif. Perpindahan penduduk yang terjadi berdasar permasalahan yang ada di daerah asal serta mempunyai faktor yang berbeda-beda, sehingga dalam persebarannya mempunyai tujuan yang berbeda.
Manusia sebagai makhluk sosial punya keinginan untuk bergaul dengan sesamanya. Untuk memenuhi kebutuan ini, dengan menggunakan potensi dasar yang dimiliki antara lain bahasa, manusia pun dapat berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Interaksi ini bisa terjadi secara intensif bisa juga hanya bersifat kadang kala tergantung kepada kesempatan, kepentingan dan adanya lembaga sosial yang mempertemukan mereka. Namun demikian tidak selamanya kelompok individu yang terlibat dalam pergaulan sosial dapat dikatakan sebagai komunitas. Suatu komunitas mempunyai ikatan yang khusus sebagai alat pemersatu anggota-anggotanya.
Menurut Koentjaraningrat (1984:56), ikatan yang menyebabkan terbentuknya suatu komonitas ialah tempat kehidupan. Akan tetapi kesatuan wilayah saja tidak cukup untuk mengidentifikasikan kelompok masyarakat sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu anggotanya harus memiliki rasa cinta akan wilayahnya, punya kepribadian kelompok, saling mengenal dan bergaul, dapat saling menghayati sebagian besar dari lapangan kehidupan mereka secara utuh. Ini berarti bahwa individu yang berada dalam suatu komunitas sama-sama mempunyai rasa senasib dan saling ketergantungan.
Dengan keberadaan eksodus Ambon sejak tahun 1999 di Kota Baubau sebagai akibat dari pecahnya kerusuhan Ambon, mengakibatkan masyarakat Kota Baubau menjadi kota dengan penduduk yang heterogen. Letak Kota Baubau yang strategis dan merupakan jalur penghubungan antara kawasan timur dan kawasan barat menyebabkan Kota Baubau menjadi tempat persinggahan alternatif.
Mayoritas eksodus Ambon menjadikan Kota Baubau sebagai tujuan pindah juga disebabkan  ada hubungan sejarah masa lalu. Banyak para leluhur eksodus Ambon merupakan masyarakat asli Buton, yang berdagang dan merantau ke Ambon untuk mencari penghidupan yang pada akhirnya membuat mereka menetap dan beranak cucu hingga beberapa turunan.
Selain sebab sejarahnya, masyarakat eksodus Ambon datang ke kota Baubau dengan harapan dapat mencari perlindungan dari musibah yang dihadapi sekaligus mencari sanak saudara yang dari para ayah maupun kakek mereka. Banyak di antara mereka yang menetap hingga saat ini, namun banyak juga yang memilih untuk kembali ke Ambon dan membangun hidup di sana. Pergaulan sosial eksodus Ambon dengan masyarakat lokal yang cenderung berbeda merupakan fenomena sosial yang bisa saja memicu terjadinya konflik.
Adanya integrasi sosial untuk meminimalisir terjadinya konflik baik individu maupun kelompok dikarenakan  perbedaan yang ada, sehingga menjadikan masyarakatnya lebih mampu dalam berpikiran positif melihat perbedaan-perbedaan yang ada. Terjadinya integrasi sosial eksodus Ambon di kota Baubau tidak memakan waktu yang sedikit melainkan dengan perjuangan dan kesabaran dan tidak jarang terjadi konflik. Namun dengan adanya sikap pengertian dan toleransi maka hubungan keduanya yakni masyarakat lokal dan eksodus Ambon kembali membaik dan menghasilkan sikap kooperatif yang berimbas pada lajunya perkembangan kota Baubau itu sendiri.
“Integrasi Sosial Eksodus Ambon di Kota Baubau” adalah judul yang penulis ajukan dalam rangka pembuatan proposal yang pada akhirnya menjadi pijakan untuk membuat skripsi. Beranjak dari perbedaan pertumbuhan maupun perkembangan yang terjadi di kota Baubau sebelum adanya pendatang (eksodus Ambon) dan sesudah adanya pendatang menjadi salah satu judul yang menarik untuk diangkat dan dibahas, karena ini tentang bagaimana sebuah kota menjadi berkembang akibat proses integrasi sosial.
B.   Permasalahan
Untuk lebih memfokuskan obyek kajian maka dari latar belakang di atas peneliti mendapatkan permasalahan sebagai berikut:
1)        Bagaimana interaksi antara eksodus Ambon dan masyarakat lokal di Kota Baubau?
2)        Bagaimana proses integrasi sosial eksodus Ambon di Kota Baubau?
3)        Bagaimana dampak integrasi sosial eksodus Ambon terhadap Perkembangan Kota Baubau?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis membuat pembatasan masalah sebagai berikut:
1)        Pembatasan Temporal
 Pembatasan temporal pada penelitian ini diawali dari tahun 1999 yang merupakan tahun awal kedatangan eksodus Ambon di Kota Baubau, dan tahun 2015 sebagai akhir kajian karena proses integrasi sosial masih terus terjadi di kota Baubau.
2)        Pembatasan Spasial
Penelitian ini dilakukan hanya dalam ruang lingkup Kota Baubau dan  sebagai obyek utama adalah lingkungan Wakonti Kelurahan Kadolokatapi dan Lingkungan Lamanaga Dalam Kelurahan Bukit Wolio Indah.
D.  Tujuan Penelitian
Ketika seorang melakukan sesuatu tentu di dasari pada maksud dan tujuan yang orientasinya pada kepentingan individu ataupun kelompok. Dalam penelitian sebuah tujuan menjadi salah satu item yang mendukungnya keberhasilan dari penelitian itu. Adapun tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
1)        Untuk mengetahui bagaimana interaksi antara  eksodus Ambon dan masyarakat lokal di Kota Baubau.
2)        Untuk mengetahui bangaimana proses integrasi sosial eksodus Ambon di Kota Baubau.
3)        Untuk mengetahui bagaimana dampak integrasi eksodus Ambon Terhadap Perkembangan Kota Baubau.
E. Manfaat Penelitian
Dari tujuan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
a)        Secara Akademis
Penelitian ini sebagai rangka memenuhi tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana dan sebagai bahan pedoman bagi peneliti-peneliti yang akan datang serta berkelanjutan sebagaimana yang berkaitan dengan penelitian ini dan pengembangan sejarah lokal maupun nasional.
b)        Secara Praktis
Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran sosial untuk lebih saling menghargai antara sesama warga negara terlepas dari segala perbedaan yang ada. Sedangkan bagi pemerintah diharapkan bisa memberikan pandangan baru dalam menyelesaikan masalah masalah yang ada mengingat hal itu berbanding lurus dengan manfaat yang didapat.


BAB II
LANDASAN TEORI, KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA PIKIR
A.  Landasan Teori
1.    Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa Inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 437), integrasi mempunyai pengertian sebagai berikut; a). Penyatuan suatu wilayah, suatu kebulatan, b). kebulatan, keutuhan, kejujuran dalam memelihara suatu bangsa dan Negara. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
a)             Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
b)             membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan (Ahmadi, 2009: 292).
Berkenaan dengan integrasi sosial, Soekanto berpendapat bahwa dalam hubungan antara masyarakat transmigran, maupun masyarakat lokal, selain dapat menjalin hubungan yang asosiatif juga dapat saling menjaga norma-norma sosial dalam bermasyarakat (1982: 79). Menurut Eshleman (dalam Hasan dan Saladin, 1996: 235): Para penganut fungsionalisme struktural, sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut: 1). Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya consensus di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental. 2). Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliations).
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Intaegrasi sosial merupakan hal yang harus ada dalam kehidupan masyarakat multikultural. Di Indonesia integrasi  sudah menjadi alternatif dalam menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada, dimana Indonesia memiliki beragam suku bangsa, budaya dan bahasa yang kemudian disatukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya integrasi perbedaan yang kolektif tersebut dapat di jadikan sebagai kekuatan untuk bersatu. Proses penyesuaian dalam kapasitas negara atau nasional disebut sebagai integrasi nasional.
Integrasi sosial terjadi karena adanya perbedaan dalam satu lingkungan masyarakat baik secara budaya maupun sejarah. Untuk mendapatkan keserasian  dari perbedaan tersebut maka di lakukanlah penyesuaian agar tercipta kehidupan yang harmoni. Proses penyatuan dan penyesuaian dalam sistem masyarakat inilah yang disebut dengan integrasi sosial.
Integrasi sosial akan terbentuk di masyarakat apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut memiliki kesepakatan tentang batas-batas territorial dari suatu wilayah atau Negara tempat mereka tinggal. Selain itu, sebagian besar masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang di bangun, termasuk nilai-nilai, norma-norma, dan lebih tinggi lagi adalah pranata-pranata sosisal yang berlaku dalam masyarakatnya, guna mempertahankan keberadaan masyarakat tersebut. Selain itu, karakteristik yang dibentuk sekaligus manandai batas dan corak masyarakatnya.
Menurut William F. Ogburn (dalam Soemarjan, 1988: 86) , syarat berhasilnya suatu integrasi sosial adalah:
a.         Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan yang lainnya. Hal ini berarti kebutuhan fisik berupa sandang dan pangan serta kebutuhan sosialnya dapat di penuhi oleh budayanya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini menyebabkan masyarakat perlu saling menjaga keterikatan antara satu dengan lainnya.
b.        Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan (consensus) bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang di lestarikan dan dijadikan pedoman dalam berinteraksi satu dengan yang lainnya, termasuk menyepakati hal-hal yang dilarang menurut kebudayaannya.
c.         Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan di jalankan secara konsisten serta tidak mengalami perubahan sehingga dapat menjadi aturan baku dalam melangsungkan proses interaksi sosial.
2.        Konsep Eksodus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 289) arti kata dari eksodus adalah masyarakat yang keluar wilayahnya secara besar-besaran karena suatu sebab. Sebagai akibat dari perubahan sosial yang timbul dari hubungan kemasyarakatan maka akan menimbulkan konflik sosial, yang kemudian mempengaruhi kualitas hidup masyarakat disuatu wilayah. Dari sebab-sebab seperti inilah banyak kelompok-kelompok masyarakat yang keluar atau pindah dari wilayah tempat tinggal awal ke suatu daerah yang baru.
Terjadinya eksodus bukan hanya disebabkan oleh masalah sosial saja, namun juga bisa disebabkan dari berbagai hal. Bencana alam merupakan salah satu penyebab terjadinya eksodus, seperti yang terjadi di beberapa wilayah di indonesia yang dilanda musibah banjir ataupun gempa bumi membuat masyarakatnya mengungsi ke daerah yang lebih aman. Banyak diantaranya yang mengungsi di daerah yang sama namun ada juga yang melakukan perjalan ke wilayah atau daerah yang di luar profinsi bahkan hingga luar negara.
Konflik sosial merupakan penyebab yang paling banyak mempengaruhi kelompok masyarakat tertentu untuk melakukan perpindahan ke wilayah lain. Masalah ini bukan hanya mempengaruhi lingkungan namun juga mempengaruhi mental dan sikap, sebagai konsekuensi dari itu semua adalah perubahan sikap dan pola hidup generasi yang akan datang karna dipengaruhi oleh lingkungan tempat dia tinggal.
Para pelaku eksodus akan memberikan hubungan timbal balik pada wilayah baru yang dihuninya. Sebagai contoh masyarakat eksodus yang bermukim di suatu wilayah dalam jangka waktu yang lama harus beradaptasi dengan wilayah setempat dalam sisi lain masyarakat lokal di wilayah hunian harus membiasakan diri dengan aktifitas eksodus yang dianggap asing dan baru oleh mereka.
B.       Kajian Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang menyerupai ataupun searah dengan judul penelitian yang penulis ajuakan  yakni  penelitian yang dilakukan oleh  LM. Irfan pada tahun 2005 dalam skripsinya yang berjudul “Eksistensi Eksodus Ambon Serta Dampaknya Bagi kehidupan Masyarakat Kota Baubau”. Penelitian tersebut menerangkan bahwa kedatangan Eksodus Ambon di Kota Baubau sangat mempengaruhi laju perkembangan kota. Pasca kedatangan Eksodus Ambon di Kota Baubau pemerintah daerah melakukan penanganan yang dikenal dengan program semutan, sebab hampir semua instansi pemerintah terlibat dalam penanggulangan tersebut dengan memberikan bantuan, yakni pemberian bantuan sembilan bahan pokok, penempatan lokasi sementara sampai ditrasmigrasikan dengan menggunakan pola berdasarkan pekerjaan. Namun pada prosesnya kedatangan Eksodus memberikan dampak positif bagi kota yakni terjadinya pertambahan penduduk yang begitu baik, di pusat kota maupun di  pinggiran kota, yang pada akhirnya mempermudah pemerintah untuk mempercepat proses pemerataan pembangunan dan pengembangan wilayah-wilayah yang ada. Dampak lainnya adalah terjadinya peningkatan kegiatan pada ekonomi masyarakat dengan membanjirnya pedagang-pedagang di sekitar wilayah kota Baubau. Hal ini merupakan penyesuaian dari integrasi sosial yang dilakukan.
Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Dahlan pada tahun 2005 dengan judul “Pengaruh Eksodus Ambon Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Waara, penelitian tersebut menjelaskan bahwa kedatangan Eksodus Ambon di Desa Waara didorong oleh kondisi yang terjadi di Ambon kerusuhan pada tahun 1999 yang mengakibatkan masyarakatnya pergi ke daerah baru untuk mencari perlindungan dalam hal ini adalah Desa Waara yakni salah satu desa yang ada pada ruang lingkup kawasan Buton. Pengaruh yang diberikan kepada masyarakat Desa Waara dalam bidang ekonomi maupun sosial sangat berdampak positif. Realitas yang terjadi dilapangan bahwa dalam kegiatan gotong royong para Eksodus lebih unggul dari masyarakat setempat, sehingga perkembangan desa pun menjadi lebih pesat serta perekonomian yang juga berkembang.
Selanjutnya Palmer dalam tulisannya pada Journal Antropologi Indonesia tahun 2004, vol. 74 dengan judul “Migrasi dan Identitas”, tulisan tersebut menjelaskan bahwa orang Ambon yang kembali ke Buton memberikan dampak yang cukup terlihat di berbagai aspek. Studi kajiannya pada Desa Boneoge memperlihatkan bahwa banyak perubahan positif yang terjadi setelah adanya orang Ambon di desa itu. Mulai dari makin ramainya situasi desa, bermacamnya tempat-tempat usaha baru, dan lain-lain. Menurut Palmer orang Ambon (Eksodus) yang datang di Buton, adalah orang Buton yang dulu merantau di Ambon. Dikarenakan kondisi kehidupan yang cukup baik di sana membuat mereka menetap dan berketurunan di Ambon. Menurutnya Eksodus yang datang di Buton atau Kota Baubau pasca kerusuhan merupakan keturunan dari perantau Buton dahulu. Dalam kasus ini status para eksodus seperti berada pada zona abu-abu yang dimana ketika berada di Ambon mereka dianggap sebagai pendatang dari Buton dan ketika berada di Buton dianggap sebagai eksodus dari Ambon.
Berlawanan dengan penelitian di atas, Saninu pada tahun 2005 dalam penelitiannya yang berjudul “Konflik Sosial Antara Eksodus Ambon Dengan Penduduk Lokal di Kota Baubau”, menggambarkan bahwa para transmigran dalam hal ini adalah Eksodus Ambon di awal datang disambut baik oleh masyarakat lokal di Kota Baubau disebabkan rasa prihatin atas musibah yang menimpa para eksodus. Namun karena perbedaan faktor sosial budaya dan ekonomi sehingga sulit menjembatani antara masyarakat transmigran dan masyarakat lokal sehingga konflik pun terjadi. Hasil dari penelitian ini juga menjelaskan bahwa walaupun sebagian dalam masyarakat transmigran adalah orang Buton yang lama merantau di daerah Ambon namun hal tersebut tetap mempengaruhi dan tidak merubah masalah ekonomi dan sosial budaya dari daerah rantauan.
C.      Kerangka Pikir
Dengan datangnya para eksodus Ambon di Kota Baubau, berarti memberikan proses interaksi antara para pendatang dengan masyarakat lokal. Hal ini membuat masyarakat Eksodus harus mampu dalam beradaptasi mengingat tempat bermukim yang sekarang adalah wilayah yang baru dan tentunya jauh dari kehidupan mereka yang sebelumnya. Integrasi sosial yang dilakukan masyarakat eksodus Ambon telah terjadi ketika awal kedatangan mereka dan masih berlanjut hingga saat ini mengingat banyak diantara mereka yang memilih menetap di Kota Baubau.
Integrasi sosial yang dilakukan memakan waktu cukup lama dan upaya yang  banyak dalam membangun keutuhan hubungan sosialnya. Mulai dari proses integrasi yang meliputi cara mereka berkomunikasi, bergaul, dan mengikuti norma-norma adat lokal. Pandangan masyarakat lokal terhadap mereka beragam, ada yang berpandangan dengan positif ada juga yang negatif. Bagi sebagian masyarakat lokal menganggap mereka memberikan pengaruh buruk terhadap orang di sekitarnya karena kebiasaan mereka dari daerah asal yang di anggap tabu di wilayah hunian, ada juga yang berpendapat bahwa para Eksodus memberikan dampak baik karena membawa wawasan dan pengetahuan yang baru sehingga memberikan perkembangan pola pikir bagi masyarakat setempat.
Dalam prosesnya interaksi sosial antara  eksodus Ambon dan masyarakat lokal sering terjadi, banyak di antara para eksodus yang menjadi pedagang, tukang, dan bekerja sebagai supir mobil. Dalam keadaan tertentu masyarakat lokal dan eksodus Ambon bergotong royong dalam melakukan pekerjaan umum seperti membangun masjid dan memperbaiki jalan. Dampak dari ini semua adalah perkembangan atau kemajuan kota. Para eksodus Ambon telah mengambil bagian hampir di semua sektor perkotaan, seperti transportasi, pertukangan, pembangunan, bisnis, kuliner, yang pada akhirnya memberikan dampak positif pada Kota Baubau. Nyata, dalam kurun waktu 10 tahun Kota Baubau mengalami perkembangan yang begitu pesat ditandai dengan maraknya pembangunan dan stabilnya perekonomian di pasar.



BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tekanan kajian lebih bertumpu pada eksplanasi aspek sosiohistoris yang bersifat deskriptif-naratif (Koentjoroningrat, 1990: 7). Metode ini dinilai cocok untuk mengkaji aspek struktural dan kultural hubungan masyarakat eksodus Ambon dengan masyarakat lokal menurut dimensi waktu dan ruang.
B.  Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini di bagi atas dua jenis sumber yakni:
1)        Data Primer, adalah data yang diperoleh lewat wawancara langsung di lapangan dengan para Informan.
2)        Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan hasil penelitian, kepustakaan, maupun arsip (koran, artikel) yang dilakukan dengan membaca, menelaah dan mengkaji sumber-sumber tertulis seperti hasil penelitian dan buku-buku yang relevan dengan obyek kajiannya.
C. Teknik Pengumpulan Data  
Untuk memperoleh data agar dapat diolah menjadi sumber yang akurat maka digunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut:
1)        Observasi atau pengamatan langsung lapangan untuk menjaring informasi berupa aktifitas masyarakat yang terjadi di dalam konteks sosial yang sebenarnya.
2)        Wawancara dengan para informan tertentu yang dianggap mengetahui permasalahan yang dimaksud baik perorangan maupun kelompok.
3)        Studi Dokumen dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat umum, seperti kondisi wilayah, keadaan penduduk serta catatan tertulis yang terkait dengan masalah penelitian.
C. Teknik Analisa Data
Data atau bahan yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan sumber tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif melalui pendekatan deskriptif  interpretatif dengan maksud menjelaskan keterkaitan antara gejala atau fakta satu dan lainnya berdasarkan kerangka pikir yang telah ditentukan. Keterkaitan yang dimaksud bukan hanya menerangkan hubungan gejala sosial-kultur menurut realitas parsial dan kekinian, tetapi realitas berdasarkan prinsip kausalitas sejarah. Hal ini guna memberikan arti atau makna dari setiap aspek soail kultur yang diteliti.
D.  Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilakukan selama 3 bulan, terhitung sejak penyusunan proposal hingga skripsi. Adapun jadwal penelitian tersebut akan diuraikan sebagai berikut:


No.
Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan (2015-2016)
Desember
Januari
Februari
1.
Penyusunan Proposal



2
Konsultasi Proposal



3
Seminar Proposal



4
Pengolahan Data



5
Penulisan Data



6
Konsultasi Laporan



7
Ujian Skripsi





BAB IV
PEMBAHASAN

A.  Letak Geografis Wilayah Penelitian
a.    Kelurahan Bukit Wolio Indah RW 01 (Lingkungan Lamanaga Dalam)
Kelurahan Bukit Wolio Indah (BWI) merupakan salah satu kelurahan dalam kecamatan Wolio yang ada di Kota Baubau. Kelurahan ini berada pada bagian Timur Kota Baubau dengan luas mencakup 7 RW. RW 07 adalah salah satu lingkungan RW yang ada di kelurahan BWI. Lingkungan ini adalah  pemukiman eksodus Ambon dengan nama Lingkungan Lamanaga Dalam yang masih masuk dalam kawasan Kelurahan BWI dengan letak geografis merupakan kawasan perbukitan/pegunungan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan industri kecil/rumah tangga, kawasan perkantoran, kawasan perdagangan, kawasan jasa hiburan. Jarak ke pemerintahan Kecamatan ± 4 km, ke pemerintahan Kabupaten Kota ± 10 km.
Ditinjau dari jumlah penduduk berdasarkan umur, maka Jumlah penduduk pada tahun 2013 untuk Lingkungan Lamanaga Dalam adalah 8121 jiwa yang terdiri atas, laki-laki 3521 jiwa, sedangkan untuk wanita berjumlah 4600 jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 2019 kk. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah penduduk mencapai 8572 jiwa, untuk laki-laki berjumlah 3610, perempuan 4962 jiwa sedangkan untuk jumlah kepala keluarga adalah 2092 kk. Untuk lembaga kemasyarakatannya meliputi; organisasi perempuan,organisasi pemuda, organisasi profesi, LKMD, kelompok gotong royong, lembaga taruna, lembaga adat dalam hal penyelesaian konflik warga, lembaga adat perkawinan, dan lembaga adat lainnya.
Pertumbuhan jumlah penduduk mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sebagai dampak dari proses integrasi yang terjadi di lingkup Kelurahan Bukit Wolio Indah. Untuk  lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

No

Indikator
Tahun
2013
2014
1.
0-12 tahun
36 Jiwa
205 Jiwa
2.
> 1-< 5 tahun
278 Jiwa
159 Jiwa
3.
≥ 5-< 7 tahun
491 Jiwa
513 Jiwa
4.
≥ 7- ≤ 15 tahun
1282 Jiwa
1316 Jiwa
5.
> 15-56 tahun
5892 Jiwa
5933 Jiwa
6.
> 56 tahun
586 Jiwa
603 Jiwa

b.   Kelurahan Kadolo Katapi RW 01 Lingkungan Bukit Selamat (Wakonti)
Kelurahan Kadolo Katapi merupakan salah satu kelurahan dalam kecamatan Wolio Kota Baubau. RW 01 Lingkungan Bukit Selamat/Wakonti merupakan salah satu lingkungan yang ada di kelurahan Kadolo Katapi, merupakan salah satu lingkungan khusus eksodus Ambon dan berada pada wilayah ujung timur kelurahan. Kelurahan Kadolo Katapi mempunyai luas wilayah ± 13,87 , dengan bagian utara berbatasan dengan Kelurahan Kadolomoko, bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Sorawolio, bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Sorawolio, Bagian barat berbatasan dengan  Kelurahan Bukit Wolio Indah.
Lingkungan Bukit Selamat berada pada RW 01 pada Kelurahan Kadolo katapi dengan jumlah jiwa 512, Jumlah laki-laki 310 jiwa, dan perempuan 202 jiwa. Wilayah ini berada pada bagian ujung timur batas kelurahan sehingga membuat pemukiman ini lebih jauh dari pusat kota. Meski demikian tidak sedikit masyarakatnya yang menggantung hidup dengan melakukan aktifitas pekerjaan di pusat kota. Banyak diantara warganya yang menjadi pedagang, pekerja kantoran, dan transportasi yang dalam prosesnya sangat membantu perkembangan maupun perputaran ekonomi di Kota.
Lingkungan Bukit Selamat selain berada satu lokasi dengan desa yang mayoritas eksodus lainnya juga berdekatan dengan lingkungan yang didiami masyarakat lokal, hal ini tidak membuat masyarakatnya terlalu terisolasi karna dengan demikian bisa terjalin interaksi yang di harapkan dengan warga lokal. Letak kantor lurah berada pada tengah-tengah kawasan kelurahan, hal ini memudahkan para warga baik lokal maupun eksodus dalam melakukan segala pengurusan yang berhubungan dengan pemerintahan ataupun pribadi dan sosial. Kantor lurah juga sebagai lembaga kemasyarakatan yang mewadahi hubungan sosial antara warga dalam mengemukakan aspirasi mereka.
B.  Bentuk Interaksi Eksodus Ambon dan Masyarakat Lokal di Kota Baubau
Kedatangan eksodus Ambon di Kota Baubau menjadi salah satu fenomena sosial yang sering terjadi dalam konflik sosial. Imbas dari itu menjadikan Kota Baubau sebagai wadah dalam menampung beragam kehidupan dan pemikiran yang baru dan mungkin di anggap tabu bagi masyarakat setempat. Cara-cara hidup baru yang di bawa para eksodus membuat mereka harus lebih mampu dalam beradaptasi, tak jarang kehidupan antar masyarakat lokal dan masyarakat eksodus saling mempengaruhi dan mendominasi antara satu dengan yang lainnya.
Proses interaksi yang dilakukanpun beragam, antara masyarakat lokal maupun eksodus melakukan interaksi dengan cara masing-masing namun tidak keluar dari norma sosial yang ada. Interaksi yang dilakukan meliputi pergaulan, hubungan kerja, hingga pada pernikahan maupun hiburan. Untuk lebih jelas proses tersebut diuraikan seperti di bawah ini:
1.    Pergaulan
Pada prosesnya kehidupan sosial antara masyarakat lokal dan eksodus Ambon berjalan dengan baik. Dari segi bahasa, percakapan yang dilakukan kedua belah pihak menggunakan logat maupun bahasa masing-masing. Dalam kesehariannya, masyarakat menjalin hubungan dengan rasa toleransi walaupun ada hal-hal baru yang di lakukan oleh para eksodus seperti cara berpakaian (style), hasil kreatifitas, pekerjaan dan sebagainya. Hal menarik dari konsep ini adalah bahwa pada beberapa waktu, secara tidak langsung budaya masyarakat eksodus mendominasi kehidupan masyarakat lokal. Sebagai contoh di sekolah, anak lokal yang berteman atau bergaul dengan anak eksodus lebih cenderung menggunakan bahasa Ambon ketika berkomunikasi. Hal ini terjadi tanpa ada paksaan atau proses belajar dari orang lain, dengan pengaruh lingkungan dan mungkin gaya bahasa cukup asing yang membuat individu cukup tertarik untuk diucapkan membuat dia secara tidak sadar menggunakan bahasa itu secara terus menerus. Uniknya hal ini tidak berlaku bagi anak eksodus, meskipun di tempat umum gaya bahasa yang digunakan tetap bahasa Ambon dan kerap kata kasar dan cacian mereka lontarkan.
Dalam pergaulan secara umum, para eksodus banyak mempengaruhi masyarakat lokal disebabkan cara hidupnya yang cukup modern sehingga menjadi tolak ukur untuk diikuti. Kehidupan modern yang dimaksud bisa di lihat dari gaya berpakaian, harta benda yang dimiliki, bidang usaha, dan cara pikir. Meskipun pada prosesnya menimbulkan konflik sosial disebabkan kesalah pahaman dan perbedaan ideologi, namun dengan adanya proses integrasi sosial konflik-konflik sosial tersebut dapat diatasi dengan baik dan justru menjadi pembelajaran yang berharga baik itu bagi masyarakat lokal maupun pendatang.
2.    Hubungan Kerja
Sebagaimana makhluk sosial, manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya manusia yang lain. Dorongan psikologis ini membuat tiap-tiap individu mencari individu yang lain untuk melakukan interaksi dalam hal memenuhi kebutuhan mereka yang tentu saja mempunyai pola timbal balik terhadap yang lainnya. Proses interaksi yang dilakukan eksodus Ambon meliputi hubungan kerja mereka dengan masyarakat lokal, menghasilkan kualitas ekonomi bagi mereka sendiri maupun orang banyak.
Dilihat dari sejarahnya bahwa banyak dari eksodus Ambon yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan masyarakat lokal. Hal ini menjadikan mereka tidak rumit dalam membuka peluang untuk kepentingan ekonomi, banyak diantara eksodus yang mencari peluang kerja sesuai dengan pekerjaan awal ketika masih di Ambon seperti di bidang pertukangan, kuliner, transportasi, maupun dalam lingkup pabrik.
Dalam prosesnya masyarakat eksodus menjalin kerjasama dengan masyarakat lokal dalam hubungan kerja. Dibidang pertukangan misalnya, yang menjadi tukang adalah orang lokal dan yang menjadi anak buah adalah eksodus hal ini pun bisa berlaku sebaliknya. Di bidang kuliner banyak di antara eksodus yang membangun tempat kuliner mempekerjakan orang lokal atau juga orang lokal meminjamkan tanah dengan pembayaran yang disepakati kepada eksodus yang ingin mencari lahan untuk membuka bisnis mereka. Dari kesepakatan inilah muncul ikatan-ikatan kerja di antara mereka apalagi ditunjang dengan pemerintah yang mendukung aktifitas yang bersifat membangun.
3.    Pernikahan
Dalam konsep pernikahan tidak ada perbedaan yang mendalam karna banyak diantara eksodus Ambon yang masih keturunan Buton (Baubau), dengan begitu      mereka masih memegang budaya maupun adat istiadat Buton. Meski demikian mereka mempunyai budaya baru yang didapat dari lingkungan tempat mereka dibesarkan yakni di Ambon, maka dalam proses pernikahan yang terjadi antara eksodus dengan masyarakat lokal meskipun menggunakan adat dan budaya yang sama namun ada hal yang berbeda seperti halnya dalam pernikahan. Menurut Nur Intan, dalam pernikahan orang lokal ada atribut yang dinamakan “Kolambu” yang melambangkan ciri khas adat Buton dan atribut yang dinamakan “Langi-langi” (wawancara, 5 Desember 2015). Sedangkan dalam pernikahan eksodus tidak demikian pernikahan di desain agak lebih glamor dan terlihat modern dengan tempat acara yang dinamakan “Sabuah”. Jika terjadi pernikahan antara orang lokal dan eksodus untuk konsep pernikahan tergantung dari diskusi kedua pihak keluarga, dengan begitu dari pihak lokal akan menerima budaya baru dari eksodus baik itu gaya bahasa, cara hidup dan lain sebagainya. Interaksi yang didapat dari pernikahan yang dilakukan antara orang lokal dan eksodus memberikan ikatan kekeluargaan antara kedua belah pihak, sebagai hasilnya tiap-tiap dari mereka akan hidup dengan rasa toleransi dan adaptasi.
4.    Hiburan
Dalam hal hiburan tentu saja eksodus Ambon mempunyai warna yang berbeda dalam penerapannya. Hiburan-hiburan baru yang dibawa oleh eksodus menjadi daya tarik tersendiri sehingga menarik simpatik dari masyarakat lokal. Kegiatan hiburan yang dibawa dari daerah awal yakni Ambon, mempunyai karakteristik berbeda dengan yang ada di daerah lokal ini. Dari hal inilah sehingga menjadikannya inspirasi dan semangat bagi masyarakat lokal dan hiburan yang dibawa oleh para eksodus masih terus dilestarikan hingga saat ini.
Hiburan yang ada sangat beragam baik itu berhubungan keagamaan atau pun tidak. Menurut Nur Ida, hadrat adalah salah satu kegiatan hiburan yang dilakukan oleh para eksodus untuk kegiatan keagamaan tertentu. Menurutnya hadrat merupakan hiburan yang dilakukan pada acara keagamaan dengan diiringi oleh lantunan gendang rabbana dan tarian yang dilakukan anak-anak serta diringi dengan sholawat kepada nabi Muhammad. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada hari raya haji atau acara pernikahan (wawancara, 23 November 2015). Karna kegiatan ini dilakukan oleh banyak orang dan dengan berjalan disekitaran kampung, membuat ia menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat lokal maupun tidak. Selain hadrat, masyarakat eksodus juga mempopulerkan qasidah modern dengan menggunakan rabbana dan alat musik tertentu serta dengan nuansa yang baru.
Acara joget merupakan hiburan yang paling sering dilakukan oleh eksodus Ambon, acara ini biasa dilakukan dalam rangka syukuran maupun acara pernikahan. Menurut La Samsul, dalam hal pernikahan acara joget merupakan suatu yang harus dilaksanakan meskipun pada dasarnya bukan suatu kewajiban, namun bagi para eksodus acara joget sudah menjadi bagian dari itu maka apabila tidak dilakukan akan terasa seperti kurang sempurna dalam pelaksanaan pernikahan. Selain itu pertandingan footsal merupakan salah satu hiburan yang di lakukan oleh masyarakat eksodus. Dalam kegiatannya bukan hanya melibatkan club tertentu tapi juga antar RW, yang meliputi masyarakat lokal maupun pendatang sehingga menjadi ajang persahabatan antara satu lingkungan RW dengan lingkungan yang lainnya (wawancara, 11 November 2015). Hal ini terbukti dengan banyaknya apresiasi positif dari lingkungan yang diajak untuk bergabung dalam kompetisi yang juga selain memberikan hiburan juga memberikan kesan positif bagi wilayah-wilayah lain.
C.  Proses Integrasi Sosial Eksodus Ambon di Kota Baubau
Pada awal kedatangan eksodus Ambon di Kota Baubau, masyarakat menyambut dengan gembira dan sikap terbuka karena pada dasarnya masyarakat Buton turut prihatin atas musibah yang menimpah para pengungsi ini. Apa lagi bila ditelusuri para eksodus yang datang  mempunyai silsilah dari buton sebagian besarnya. Akan tetapi mereka sudah puluhan tahun hidup di Ambon. Hubungan antara keduanya harus tetap dijaga dan dipelihara. Apalagi Buton ketika itu sebenarnya belum siap untuk menerima kehadiran eksodus ini. Secara garis besar bertemunya dua kelompok yang berbeda tentu saja akan melahirkan reaksi ataupun respon antara keduanya yang bisa disebut sebagai intraksi sosial. Interaksi sosial dapat berbentuk kerjasama dan persaingan.
Di Buton hubungan antara eksodus dengan masyarakat lokal sangat baik dan bisa hidup berdampingan. Salah satu bukti bahwa masyarakat lokal menerima kehadiran eksodus yaitu dengan adanya penjualan jajanan malam yang mayoritas dilakukan oleh orang Ambon, dimana masyarakat Buton tidak keberatan apabila eksodus membuka lahan mata pencaharian dengan cara menjual makanan atau lauk pauk  dan kue-kue di pinggir jalan pada malam hari. Masyarakat lokal sebelumnya tidak pernah menjual di tempat-tempat itu.
Dalam proses sosial, pertemuan komunitas yang berbeda latar belakang kehidupan sosial budaya dalam satu pemikiran akan menghasilkan alternatif, baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai perwujudan proses interaksi sosial. Interaksi sosial yang positif akan timbul apabila pertemuan itu mampu menciptakan suasana hubungan yang harmonis dalam masyarakat. Kondisi ini didapat apa bila rasa saling menghargai dan mengakui keberadaan setiap etnik, mengurangi dan memperlunak hal-hal yang bisa menimbulkan benturan atau konflik serta terbuka dan bertoleransi. Hal yang bersifat negatif muncul bila dalam pertemuan beberapa golongan etnik itu menimbulkan suasana hubungan sosial yang tidak harmonis karena adanya perbedaan sikap dalam memandang suatu objek yang menyangkut kepentingan bersama.
Di dalam proses interaksi masyarakat majemuk, dibutuhkan rasa toleransi antara masyarakat dalam upaya mempercepat terjadinya integrasi sosial. Interaksi diartikan sebagai hubungan timbal-balik antara individu dalam pergaulannya, dimana interaksi sosial adalah merupakan kunci dari semua aktivitas-aktivitas kehidupan sosial. Sehubungan dengan pernyataan ini, dikemukakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi tak mungkin ada kehidupan sosial (Soekanto, 1998:66). Sementara modal dasar dari adanya toleransi dalam masyarakat adalah adanya interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intensif dan upaya membangun kepercayaan di antara masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras, status sosial dan perbedaan lainnya. Secara umum, masyarakat lokal maupun eksodus telah memiliki kedua modal awal terbangunnya toleransi diantara mereka tersebut.
     Menurut Marni, para pendatang dari Ambon maupun pendatang lain yang berada di Kota Baubau tidak memerlukan waktu yang lama untuk dapat berintegrasi dengan masyarakat setempat. Akan tetapi meskipun mereka telah melakukan integrasi, namun para pendatang masih merasa terikat dengan adat istiadat daerah asal walaupun mereka sudah merasa cocok dengan adat istiadat setempat (wawancara, 3 November 2015). Hal ini di apresiasikan dengan masih banyaknya para pendatang Ambon memegang teguh paham maupun kepercayaan tertentu yang sudah dimiliki secara turun temurun.
 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi sosial eksodus Ambon di Kota Baubau adalah sebagai berikut:
a.    Faktor Budaya 
Faktor budaya dalam hal ini adalah kesamaan budaya antara eksodus Ambon dan masyarakat lokal. Telah diketahui bersama bahwa mayoritas eksodus Ambon yang datang di Kota Baubau (Buton) adalah masih merupakan keturunan masyarakat asli Baubau yang merantau dan beranak cucu di daerah Ambon. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa para eksodus yang datang lebih memilih daerah Kota Baubau dari pada wilayah lain. Karena adanya kesamaan budaya sehingga proses integrasi terjadi secara alami tanpa ada kesan paksaan.
Sikap ramah tamah, saling hormat-menghormati, saling harga-menghargai, tolong-menolong dan besarnya rasa toleransi di dalam masyarakat menjadi pengikis banyaknya perbedaan yang terjadi di masyarakat. Adanya pemahaman bahwa Kota Baubau berkembang justru dengan kedatangan para pendatang membuat satu ikatan batin antara penduduk asli dengan pendatang. Apalagi sekarang, banyak dari mereka yang sudah terbiasa dengan suku bangsa dan agama lain karena dari kecil sudah berinteraksi satu sama lain. Para pendatang pun sudah menganggap Kota Baubau sebagai kampung halamannya, bahkan sudah banyak dari keturunan mereka yang lahir dan besar disana.
b.    Faktor Kekerabatan
Faktor berikutnya, yaitu hubungan kekerabatan yang ada diantara mereka. Hal ini merupakan salah satu faktor penting terwujudnya integrasi sosial. Berbicara mengenai kekerabatan tentu tidak lepas kaitannya dengan masalah pernikahan maupun persaudaraan. Faktor kekerabatan merupakan  pengelompokan atas sejumlah orang yang masih berhubungan, baik karena keturunan maupun perkawinan yang mencakup identitas dan peranan yang digunakan oleh individu-individu dalam interaksi sosial mereka. Dengan kata lain, sistem kekerabatan terjadi karena keturunan dan perkawinan. Menurut Ipa Waly, melalui perkawinan antar kelompok masyarakat yang berbeda, kekerabatan masyarakat lokal maupun pendatang ini menjadi luas. Simpul-simpul yang mengokohkan rasa kebersamaan di antara warga yang berbeda budayanya menjadi semakin kuat (wawancara, 3 Desember 2015).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hubungan kekerabatan yang terjadi akibat adanya perkawinan diantara masyarakat asli dan pendatang yang berbeda budayanya, menyebabkan terjadinya proses interaksi yang semakin meluas di antara kedua pasangan dan pihak-pihak keluarganya. Hubungan kekerabatan diantara mereka yang berbeda agama pun bisa ditemukan.
c.    Faktor Kepatuhan Masyarakat Pada Pejabat Pemerintahan
Faktor lain yang mendukung integrasi sosial masyarakat majemuk di daerah ini adalah kepatuhan masyarakat pada pemerintahan. Mayoritas masyarakat lokal di Kota Baubau adalah masyarakat yang sangat patuh kepada pemerintahnya baik itu di tingkat Kecamatan, Kelurahan, Rw, maupun RT. Hal ini menyebabkan setiap masalah yang timbul di masyarakat dapat dengan cepat diselesaikan apabila pemerintahnya turun tangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ode Bania kasus yang terjadi antara eksodus Ambon Wakonti dengan masyarakat lokal di wilayah Lipu yang kemudian diselesaikan dengan surat pernyataan antara kedua belah pihak, ataupun kasus antara masyarakat KM 4 Lamanaga Dalam dengan Lamanaga Luar (etnis Raha) yang juga diselesaikan dengan surat pernyataan dari pemerintah maupun aparat kepolisian mencerminkan tingkat kepatuhan masyarakat sangat tinggi pada pemerintah setempat (wawancara, 1 Desember 2015). Dengan adanya kepatuhan masyarakat pada pemerintah maka setiap permasalahan yang dapat bersinggungan dengan keberadaan etnis tertentu dapat segera dinetralisir sehingga konflik horizontal dapat dicegah dengan mengintegrasikan masyarakat lewat kearifan lokal yang dibingkai oleh nilai-nilai luhur Pancasila maupun lokal sebagai konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
 d.  Pendidikan
Integrasi sosial masyarakat eksodus  juga di dorong lewat bidang pendidikan, justru dunia pendidikanlah yang merupakan salah satu tempat penting pelaksanaan proses integrasi masyarakat pendatang. Karna lewat sekolah, masyarakat berinteraksi tanpa adanya perbedaan agama dan etnis, baik antara sesama guru, sesama murid, guru dan murid, serta guru dan orang tua murid. Interaksi diantara mereka membuat mereka saling mengenal satu sama lain, saling berbagi masalah yang menjadi kendala pihak sekolah dan tentu saja melibatkan orang tua murid yang latar belakang agama, etnis, dan tingkat sosial yang berbeda-beda. Para murid pun sudah terbiasa sejak dini dengan perbedaan diantara mereka sehingga sentiment-sentimen etnis tidak terjadi. Adanya interaksi dan komunikasi yang baik lewat dunia pendidikan mendorong percepatan proses integrasi masyarakat eksodus di Kota Baubau.
D.  Dampak Integrasi Sosial Eksodus Ambon Terhadap Perkembangan Kota Baubau.
Adanya eksodus Ambon di Kota Baubau memberikan dampak yang cukup berarti terhadap perkembangan kota di berbagai sektor. Banyak orang-orang eksodus yang mengambil peran penting dalam perkembangan kota karena selain pengalaman yang cukup di bidangnya ketika berada di daerah asal juga karena kebutuhan kualitas manusia yang di butuhkan di Kota ketika itu. Banyak di antara masyarakat eksodus bergerak di bidang perdagangan barang dan jasa, transportasi maupun di bidang pemerintahan. Meski demikian ada imbas dari proses itu, yakni adanya persaingan baik di bidang bisnis, kedudukan, maupun budaya yang kesemuanya itu berpeluang untuk menimbulkan konflik. Adapun dampak  perkembangan yang terjadi dari integrasi eksodus pada bidang pembangunan, perekonomian, maupun sosial budaya adalah sebagai berikut:
 a.  Pembangunan
Pasca kedatangan eksodus Ambon di Kota Baubau, kawasan kota bisa dibilang masih dalam skala kecil setelah bermukimnya eksodus dan bertempat tinggal maka kawasan kota diperluas. Banyak kawasan kosong di bagian pegunungan di buka untuk tempat bermukim, adapun kawasan yang sudah dihuni oleh masyarakat lokal di perluas dan di bangun perumahan hal ini menjadikan tempat tinggal masyarakat lokal tersebut lebih ramai sehingga lebih banyak interakasi sosial yang bisa dilakukan.
Dengan kedatangan eksodus Ambon di Kota Baubau memberikan dampak pembangunan yang besar bagi kota. Banyak masjid-masjid yang dibangun mengingat mayoritas eksodus adalah beragama islam. Dalam kehidupan sosial manusia tidak bisa luput dari kebutuhan beragama begitu pula para eksodus yang datang di Kota Baubau dengan adanya kawasan pemukiman maka warga dengan di dukung oleh pemerintah membangun tempat-tempat yang mendukung aktifitas sosial mereka. Banyak masjid dibangun untuk menampung aktifitas ibadah mereka, salah satu aspek yang mempengaruhi adalah jarak yang cukup jauh antara perumahan para eksodus dengan masjid yang sudah ada sebelum kedatangan mereka. Selain itu dengan dibangunnya masjid secara tidak langsung telah membentuk suatu sistem kemasyarakatan baru untuk melengkapi perangkat desa dari segi hal keagamaan.
Selain masjid pembangunan sekolah untuk menunjang pendidikan marak dilakukan. Salah satu dukungan pemerintah terhadap eksodus adalah dibangunnya sekolah-sekolah pada kawasan tempat tinggal mereka meskipun banyak pula di antara para eksodus yang bersekolah pada sekolah yang telah ada sebelum kedatangan mereka namun sebagai salah satu bentuk pelayanan, pemerintah membangun sekolah untuk mempermudah akses para eksodus terhadap pendidikan. Sekolah juga menjadi tempat interaksi yang produktif antara eksodus dengan masyarakat lokal maupun antara eksodus dengan eksodus.
Perkembangan lainnya dapat dilihat dengan maraknya gedung-gedung berupa ruko yang dibangun sebagai tempat usaha maupun bisnis yang dilakukan hal ini karna perkembangan masyarakat semakin besar yang secara langsung mempengaruhi kebutuhan hidup sehingga banyak aktifitas perdagangan yang dilakukan. Pasar-pasar diperbarui atau dikembangkan pembangunannya karna aktifitas masyarakat telah mulai ramai dipasar dan kebutuhan tempat untuk aktifitas perdagangan mulai banyak yang minati.
a.        Ekonomi
Dampak pada perkembangan ekonomi dapat dilihat dari meningkatnya aktifitas pasar dan banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Dengan kedatangan eksodus Ambon secara otomatis menambah jumlah penduduk yang ada di Kota Baubau, hal tersebut menyebabkan beragam kebutuhan mereka akan hidup. Hal inilah yang menjadi lowongan bagi masyarakat untuk mencari keuntungan dari barang maupun jasa. Banyak diantara para eksodus yang menawarkan jasa seperti menjadi buruh kasar, sopir angkot dan banyak juga yang menawarkan barang seperti pakaian, kuliner, maupun elektronik.
Menurut Jufri, S.Pd selaku sekretaris camat Wolio mengatakan, “dengan adanya eksodus menjadikan percontohan bagi orang lokal karena memberikan perubahan yang positif pada perkembangan kota, dari pola pertanian buah maupun sayur yang ada di pasar sebelum adanya eksodus di jumpai hanya pada musim-musim tertentu sedangkan dengan adanya eksodus maka produk itu dapat dijumpai dengan mudah dan dimana saja. Adapun tentang konflik sosial yang terjadi hanyalah kepentingan individu masing-masing”. Beliau menambahkan dengan adanya eksodus, pasar-pasar beroperasi lebih lama dan mempunyai banyak produk yang bisa dilihat (wawancara, 29 Oktober 2015). Hal ini terbukti dengan keadaan pasar saat ini yang bahkan masih aktif sampai larut malam walau memang di pengaruhi oleh banyak faktor namun faktor awal menurut masyarakat adalah dapak dari datangnya para eksodus Ambon.
Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sebelum kedatangan eksodus Ambon pasar-pasar beroperasi hanya sampai waktu tertentu pada siang hari, sedangkan dengan kedatangan eksodus Ambon pasar-pasar sekarang beroperasi hingga pada malam hari. Dari hal ini dapat dilihat bagaimana pengaruh eksodus Ambon terhadap perkembangan perekonomian Kota Baubau. Dengan terbukanya banyak lapangan kerja memberikan kualitas perkembangan ekonomi bagi masyarakat yang ada di Kota Baubau baik itu warga lokal maupun warga pendatang (eksodus).
b.        Sosial Budaya
Bentuk integrasi sosial budaya antara masyarakat eksodus dan lokal, dapat dilihat dari kegiatan kemasyarakatan yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain, gotong royong, kegiatan kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan. Keterlibatan  masyarakat secara bersama-sama dalam kegiatan gotong royong ini, merupakan sarana integrasi masyarakat. Tradisi gotong royong telah menjadi wadah yang bisa menampung aktivitas antar warga, sehingga antara masyarakat dapat saling berinteraksi.
Karna pemukiman eksodus dalam suatu perkampungan tersendiri maka dari hubungan bertetangga tidak terlalu nampak namun tetap dalam kondisi baik saling menjaga keutuhan masing-masing. Menurut Wa Ajia, salah satu pegawai kelurahan Bukit Wolio Indah mengatakan bahwa “di lingkungan masyarakat Lamanaga Dalam, pada tahun 2005/2006 dengan diwadahi pemerintah setempat melakukan kegiatan kerja bakti dalam rangka membersihkan kawasan benteng Sorawolio, kegiatan ini melibatkan seluruh lingkungan (RW) yang ada di kelurahan Bukit Wolio Indah” (wawancara, 03 Desember 2015). Kegiatan tersebut menjadi ajang masyarakat dalam berinteraksi yang mengarah kepada integrasi di antara mereka. Hubungan sosial lain terjalin dengan adanya kelembagaan tertentu seperti majelis ta’lim, dan acara sosial seperti menyambut hari kemerdekaan. Di ranah olahraga, hubungan sosial disatukan melalui kegiatan perlombaan, seperti sepak bola.
Sedangkan hubungan dari segi budaya adalah ketertarikan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Orang lokal menghargai budaya pendatang seperti pelaksanaan hadrat yang di rasa unik dan cukup menghibur, sedangkan orang eksodus pun menghargai budaya masyarakat lokal seperti pesta kampung. Terlebih, baik masyarakat lokal maupun eksodus mayoritas muslim maka kesamaan budayanya dapat dilihat dalam konsep agama seperti; haroa, tahlilan, maulid Nabi, dan hal lain berupa itu.
                                                        
              BAB V
PUNUTUP

A. Kesimpulan   
            Dari penjelasan di atas dan hasil penelitian maka dapat penulis simpulkan bahwa:
1.      Bentuk interaksi yang terjadi antara eksodus Ambon dan  masyarakat lokal bersifat asosiatif dengan cara yang beragam mulai dari pergaulan, hubungan di bidang pekerjaan, pernikahan, maupun dalam ruang lingkup pendidikan yang kesemuanya menjadi sarana dalam proses integrasi.
2.      Proses integrasi sosial yang terjadi antara masyarakat eksodus dan masyarakat lokal di Kota Baubau secara dinamis serta dipengaruhi oleh kelembagaan sosial. Hal ini menjadikan prosesnya mengalami peningkatan setelah adanya interaksi yang positif antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang terhadap pembentukan masyarakat. Aspek yang mempengaruhi terjadinya integrasi sosial antara kedua kelompok sosial tersebut meliputi, faktor kekerabatan, faktor pernikahan, agama, dan pendidikan dan kepatuhannya terhadap kelembagaan pemerintah.
3.      Dampak integrasi antara masyarakat eksodus dan lokal dapat dilihat perkembangannya pada sektor pembangunan yang pada prosesnya mengalami kemajuan dan pada sektor perekonomian, dapat dilihat dari perkembangan pasar dan kualitas ekonomi masyarakat yang semakin baik. Berkembangnya kelompok-kelompok dan kelembagaan sosial masyarat dalam bidang sosial, budaya dan agama mempengaruhi perilaku masyarakat dan orientasinya terhadap lingkungan sekitar. Hal ini menjadikan hubungan sosial budaya mereka terjalin dengan baik, walaupun pada beberapa kasus sempat terjadi konflik namun telah berkurang dengan adanya proses integrasi secara berangsur.
E.  Saran
Penulis memahami bahwa dalam pembuatan baik materi maupun metode masih banyak kekurangan, olehnya itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
1.      Terkhusus kepada masyarakat lokal dan eksodus Ambon bahwa konflik sosial akan selalu terjadi dalam semua kehidupan sosial, hal yang harus ditekankan adalah bahwa dalam keberagaman yang ada bukan menjadikan kita saling menjatuhkan satu dengan yang lain, namun jadikanlah itu sebagai ajang perbaikan diri.  
2.      Kemudian kepada pemerintah bahwa dalam hal ini Integrasi yang terjadi antara eksodus Ambon dengan masyarakat lokal di Kota Baubau merupakan gambaran nyata tentang perbedaan yang jika ada penyesuaian maka akan terbentuk sistem kehidupan yang lebih harmonis. Melihat kembali sejarah dan hubungan sosial kita dimasa lalu akan sangat memudahkan individu maupun kelompok sosial tertentu dalam melakukan penyesuaian sistem kehidupan dengan kelompok lainnya maka campur tangan dari pemerintah sangat diharapkan dalam hal ini.                                                                                                                                                                        

DAFTAR PUSTAKA

A.      Buku dan Artikel
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Rhineka Cipta
Dahlan. 2005. “Pengaruh Eksodus Ambon Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Waara”. Skripsi. Baubau: Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, Jakarta: Balai Pustaka.
Hasan, Zaini dan Saladin. 1996. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali.
Ihromi, T.O. 1990. Strategi  Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Irfan, L.M 2005. “Eksistensi Eksodus Ambon Serta Dampaknya Bagi kehidupan Masyarakat Kota Baubau”. Skripsi. Baubau: Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
Kamanto, Sunarto. 2004. Pengantar sosiologi. Jakarta: LPFEUI.
Koentjaraningrat. 1984. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Kini. Jakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi UI.
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Nasikun. 1995. Sistem sosial indonesia. Jakarta:. Raja Grafindo Persada
Palmer, Blair. 2004. “Migrasi dan Identitas”. Dalam Jurnal Antropologi Indonesia hal 95-109. Vol. 74.
Saninu. 2005. “Konflik Sosial Antara Eksodus Ambon Dengan Penduduk Lokal di Kota Bau-bau” skripsi. Baubau: Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pres.
Soemarjan, Selo 1988. Migrasi Kolonisasi, Perubahan Sosial. Jakarta: Pustaka Grafika.

B.       Sumber Internet
www.zonasiswa.com, diakses pada 27/07/2015.
https://wirasudewa.wordpress.com , diakses pada 27/07/2015.

http://glosarium.org/arti/?k=eksodus , diakses pada 31/08/2015
sumber 
Ilustrasi gambar. Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...