Sabtu, 08 Oktober 2016

REINKARNASI DALAM PERSPEKTIF KEPERCAYAAN MASYARAKAT BUTON

AJARAN REINKARNASI DI NEGERI BUTON

M
engenai kematian dan akhirat, bagi orang muslim penguburan diikuti dengan serangkaian upacara Islam yang dipadukan dengan beberapa unsur tradisional. Di satu pihak, orang Muslim Buton tahu dan sedikit banyak percaya akan ajaran Islam tentang kiamat dan pengadilan nanti, masuk surga dan neraka. Di pihak lain, masih ada kepercayaan yang kuat pada reinkarnasi, dan banyak orang Buton dapat mengatakan ke dalam diri anak kecil yang mana seorang kakek, nenek, atau sanak famili yang lain.

A. Asal-Usul Kepercayaan pada Reinkarnasi

Reinkarnasi berarti penjelmaan (penitisan) kembali makhluk yang telah mati. Reinkarnasi merupakan kepercayaan bahwa jiwa tinggal pada pada banyak tubuh, satu sesudah yang lain dan dapat hidup berkali-kali di dunia sebelum akhirnya dimurnikan seutuhnya dan dengan demikian bebas dari keharusan untuk pindak ke tubuh lain. Menurut kepercayaan ini, jiwa sudah ada sebelum masuk ketubuh dan sesudah kematian pun tetap ada dalam keadaan tanpa tubuh, sebelum sekali lagi menjiwai satu tubuh dari jenis yang sama atau yang lain. Dalam berbagai bentuk, reinkarnasi diterima oleh agama Budha, Hindhu dan Neoplatonisme.
Bila mendengar atau membaca soal kepercayaan tentang reinkarnasi di Buton, orang mungkin bertanya, bagaimana asal mulanya?. Ada beberapa kemungkinan. Orang dapat menerka itu telah ada dalam kebudayaan Buton pra-Islam (dan mungkin pra-Hindu). Kemungkinan kedua, kepercayaan itu terbentuk di bawah pengaruh Hindu sebelum pengislaman, khususnya sebagai akibat adanya hubungan dengan kerajaan Jawa-Hindu; Majapahit. Kemungkinan ketiga yang patut disebut, gagasan reinkarnasi terkandung dalam sufisme yang dibawa ke Buton.
Wilken (1912:64-90) berdasarkan kepustakaan yang ada pada 1884, berkesimpulan bahwa kepercayaan pada perpindahan arwah memang dikenal oleh berbagai suku di Indonesia. Ia menganggap ide tentang reinkarnasi sebagai bentuk khusus daripadanya. Pada hematnya, “ajaran tentang perpindahan arwah” merupakan konsep asli Polinesia, maksudnya gagasan Indonesia asli (Wilken 1912:64). Tentang kebudayaan Jawa ia memang menunjuk kepada Hindu, namun ia memberi kesan bahwa disitu pun, ia berasumsi gagasan Indonesia asli sangat penting (Wilken 1912:64 dan 68).
Mengenai anggapan bahwa pengaruh Hindu di Buton, ada beberapa bukti yang dapat diajukan. Pertama, tradisi setempat menyebut adanya hubungan dengan Majapahit. Pernyataan ini diperkuat oleh nama-nama raja Buton pada kurun waktu itu, yang menyiratkan pengaruh Jawa Hindu, yakni Sibatara, Bataraguru, Tuarade dan Rajamulae. Menurut cerita turun-temurun, raja keenam masuk Islam dan kemudian menggunakan gelar sultan. Lalu ia disebut dengan Murhum, yang berasal dari bahasa Arab marhum (Zahari 1977, I:46).
Bukti kedua merupakan cerita, termasuk cerita turun-temurun, bahwa raja keempat, Tuarade, dari kunjungannya ke Majapahit membawa pulang empat tanda kekuasaan. Juga dalam sejarah Jawa tentang Majapahit, yaitu Negara Kertagama, Buton disebut sebagai kawasan yang mempunyai hubungan dengan atau berada dibawah pengaruh Majapahit. Bukti lain, tampak dalam cerita tentang para pengungsi Jawa dari Majapahit yang mencari perlindungan di Pulau Buton yang bersahabat dibawah pemerintahan Rajamulae. Di bawah penggantinya, Murhum, mereka ditekan agar masuk Islam.
Bukti lain yang berbeda corak dapat pula digunakan karena ada kemiripan gagasan tentang reinkarnasi di Jawa (Tengah) sebagaimana digambarkan oleh Geertz (1960:75,76), “Pandangan ketiga, sangat luas dianut oleh semua orang, kecuali para santri, yang mengutuknya sebagai bid’ah, merupakan gagasan tentang reinkarnasi-bahwa ketika orang meninggal, arwahnya tidak lama kemudian masuk ke dalam janin sebagai jalan menuju kelahiran.
Biasanya, seorang wanita yang mengandung tiba-tiba sangat mengidamkan beberapa makanan tertentu- sebuah jeruk yang tidak musimnya atau sebutir telur itik- makanan ini bernyawa dan dengan demikian masuk ke dalam kandungan perempuan itu dan dilahirkan kembali sebagai anaknya. Reinkarnasi sering tidak selalu terjadi dalam keluarga yang sama, walaupun hubungan kekeluargaan mungkin agak jauh dan orang yang menerima reinkarnasi tidak usah berjenis kelamin sama dengan orang yang telah meninggal. Itu mungkin diramalkan oleh impian atau ditentukan oleh kemiripan sifat anak dan orang yang baru saja meninggal, atau oleh tahi lalat yang serupa.
Bagi orang Buton, tidaklah bijaksana menceritakan kepada anak, siapa yang menitis padanya, karena hal ini dapat mempermalukan arwah dalam diri si anak, dan ia akan jatuh sakit. Setelah si anak berumur enam tahun atau lebih, hal itu tidak menjadi masalah.
Soal gagasan tentang reinkarnasi dalam sufisme dan yang tersebar di Buton, tentu memang ada. Dalam kepustakaan mengenai sufisme Indonesia, khususnya di Aceh pada abad ke-16 dan ke-17, gagasan tentang reinkarnasi tidak disebut.. setidaknya dapat diduga bahwa sufisme secara masuk bisa menerima gagasan yang berbeda-beda dan menawarkan kemungkinan tertentu kepada gagasan tentang reinkarnasi.

B. Gagasan-gagasan yang Berkaitan dengan Reinkarnasi

B.1 . Pengaruh terhadap waktu dan tempat reinkarnasi

Ada kepercayaan bahwa orang tertentu punya kekuatan untuk menentukan kapan orang mati dikubur, dimana, dan kapan rohnya akan kembali. Di Wolio orang demikian disebut motaurakea, dan di Lia dan Rongi (nama desa) pasucu. Di Wolio kepercayaan akan hal ini masih kuat, di Lia dan Rongi tak begitu kuat. Keluarga mendiang akan memilih seseorang yang punya bakat ini, dan ia akan menguburkan orang yang meninggal itu secara baik dan memanjatkan doa yang tepat.
Salah seorang informan (Wolio) ingat bahwa pamannya berlaku sebagai motaurakea pada suatu pemakaman. Keluarga orang yang meninggal itu bertanya, ‘Kemana Anda akan bawa arwah itu?’ ia menjawab dengan serta merta, ‘Saya membawanya kesini,” seraya menunjuk kepada satu keluarga yang hadir. Tidak begitu lama arwah mendiang lahir kembali dalam keluarga itu. (Penelitian Antropolgi Pim Schoorl, tentang Masyarakat, Sejarah Dan Kebudayaan Buton: 1984}.
Di Rongi pernah ada kepercayaan bahwa orang dapat berlaku sebagai pasucu, tetapi sekarang pendapat yang dominan ialah cepatnya roh kembali tergantung pada amal ibadahnya dan kadar dosanya. Dan diantara mereka ada yang menolak jalan pikiran bahwa, pasucu dapat menentukan kemana arwah kemana arwah itu akan kembali. Ia yakin bahwa arwah sumanga yang sudah bersih atau suci akan mencari sendiri tempat yang baik. Jika tidak ada hubungan baik antara suami-istri di kalanagan sanak terdekat, maka arwah tidak ingin kembali kesana. Tetapi arwah biasanya kembali ke tubuh seorang cucu. Ini disebut “ditempati oleh almarhum” (kabolisina mia mate). Kemungkinan kembalinya arwah diluar keluarga almarhum atau bahkan di luar Rongi bisa saja terjadi.
Menurut adat, mula-mula arwah pergi ke semacam surga (kacingkia, kepercayaan akan surga dimana cingkaha, arwah, juga disebut sumanga, tinggal). Surga serupa dengan tempat tinggal orang hidup, dan disanalah diambil keputusan tentang kembalinya arwah oleh Tuhan (Kawasana Ompu). Setiap tahun pada hari pertama bulan puasa (Ramadhan), berlangsung pertemuan di batula (surga), dan pada kesempatan ini arwah dapat bertanya kepada Kawasana Ompu tentang keputusan tentang pemberian keputusan baru. Kerabat yang masih hidup dapat meringankan nasib roh dengan memanjatkan doa untuknya dengan berzikir dambil menyiramkan air diatas kuburan (kabubusi).
Dengan cara ini, dosa almarhum juga dikurangi. Jika dosanya sangat besar, mungkin arwah tidak dapat menebusnya, bahkan setelah melewati masa tujuh tahun. Kemudian arwah itu lahir kembali, akan tetapi orang yang menjadi reinkarnasinya akan cacat. Dalam pemikiran keagamaan Buton, ada tujuh alam yang diperbedakan. Pembedaan tujuh alam itu (martabat tujuh) juga ditemukan dalam konstitusi kesultanan. Menurut sejarah Buton, versi pertama konstitusi itu dirancang oleh sultan keempat, La Elangi (1578-1615) dengan bantuan ahli agama dari Arab, Syarif Muhammed (bandingkan dengan contoh gagasan reinkarnasi diatas). Tiga alam pertama, alam ahdat (ahadiyya), alam wahadat (wahda), dan alam waahidiyat (wahdiyya), dan secara keseluruhan merupakan wewenang Tuhan. Manusia tidak mempunyai gambaran tentang tiga alam pertama tersebut. Alam kedua dan ketiga memiliki persamaan dengan keadaan di bumi. Akan tetapi, hanya di alam keempat ada semacam persolan tentang, perintah agar menjadi (kun). Ini alam arwah. Arwah berpindah ke pikiran, otak bapak, dan menitis dalam pikiran bapak. Pasangan yang menikah harus meminta arwah yang sempurna dan baik dari orang yang meninggal yang tinggal bersama Rasul, bagi anaknya. Dimana akan menikmati usia panjang serta kemakmuran dan penyempurnaan agama yang kaut. Lalu dari sana arwah akan bergerak ke alam yang kelima, alam masal dan disini dibentuk citra, pemikiran, gagasan dalam kandungan ibu. Dalam rahim ibu itu terjadi perubahan bentuk dari setetes cairan (air mani), yang berubah menjadi daging dan darah; menjadi tubuh. Itu alam keenam, alam ajisam. Alam masal dan alam ajisam berlangsung selama 40 hari. Selama alam ajisam orang tua harus berhati-hati agar tidak menderita cacat dan tidak mendapat masalah dalam pertumbuhannya. Dalam kurun waktu itu juga watak anak terbentuk. Janin berkembang menjadi makhluk dengan panca indera; seorang manusia. Kemudian alam ketujuh, alam insan atau alam manusia dicapai.
Kendati arwah masih berada dalam alam insan orang tua harus selalu berdoa untuk kesucian. Setiap waktu, air yang digunakan untuk penyucian sebelum doa mereka panjatkan: “Ya Tuhan, sucikan hatiku, hidupku, seperti saya berada di alam insan”. Ini merupakan inti doa yang diucapkan dalam bentuk batata khusus, atau ungkapan (pra-Islam).
Ada juga pertalian antara gagasan tentang reinkarnasi dan selamatan peringatan upacara untuk orang meninggal pada malam ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan keseratus dua puluh setelah wafatnya. Terdapat semacam peresamaan dalam perkembangan antara reinkarnasi arwah melalui kelahiran baru dan penguraian mayat.
Setelah tiga hari jenazah menjadi bengkak, tetapi belum pecah. Dalam rentang waktu itu arwah mencari-cari, namun tidak dapat menemukan tempat tinggal. Setelah tujuh hari, tubuh menjadi bengkak dan mulai pecah terurai, cairan dan darah mengalir keluar. Dalam periode ini, arwah ditiup kedalam nyawa yang didorong oleh zikir secara terus-menerus oleh mereka yang menghadiri selamatan. Namun, arwah belum juga masuk kedalam tubuh. Setelah empat puluh hari sebagian besar jenazah menjadi busuk, walaupun tulamg belulang masih diliputi daging dan darah. Arwah kemudian mengambil bentuk mereka yang pertama dalam kepala bapak, akan tetapi masih belum mempunyai wujud lahiriyah. Baru setelah seratus hari berlalu, sekujur mayat menjadi busuk. Kemudian arwah bersama nyawa masuk kedalam ibu melalui pikiran bapak, dan kemudian melalui persetubuhan. Badan mulai berkembang dan semua belum sempurna, namun masih belum tumbuh mendewasa-indapo aseko o kauna limana, yakni jari tangan dan kaki belum terbuka. Setelah seratus dua puluh hari seluruh tubuh sudah sempurna dan hanya tinggal tumbuh lagi.
Ilmu tentang asal mula manusia, tentang berbagai alam tempat tinggal arwah sebelum lahir sangat penting baik untuk orang muda maupun orang tua jika mereka ingin terbebas dari kesombongan dan kecongkakan. Acuan pada rahim merupakan pernyataan kerendahan hati: dengan demikian orang tidak akan lupa bahwa ia berasal dari keadaan yang tidak bersih. Bahkan pada saat senang orang harus sadar akan hal ini. Begitulah kepercayaan sejati. Bahkan mereka yang jarang ke masjid namun hidup dengan pemikiran ini, adalah penganut agama yang baik. Inti kejahatan terletak kepada kesombongan, keangkuhan, dan lupa pada asal-usul.
Ilmu tersebut sering disebut ilmu tauhid (ilmu kejadian), ilmu tentang menjadi ada. Ilmu ini penting jika orang ingin mengetahui tentang diri sendiri dan asal-usulnya. Tanpa ini, orang benar-benar tidak dapat yakin adanya Tuhan. Seandainya orang telah mencapai ilmu itu, maka ia telah mencapai taraf kenal akan hakikat. Pada tingkat ini, orang tidak harus sembahyang (shalat) secara teratur, karena bila sudah dekat pada Tuhan orang tidak perlu lagi bersembahyang. Lalu orang sudah berjalan di sisi Tuhan. Mereka yang telah mencapai taraf ini, para ahli tasawuf atau ahli sufi, terlepas dari soal keduniaan. Mereka yang telah menimba banyak ilmu, yang sangat mendekati Tuhan (opoopoti oputa, secara harfiah “merenungkan Tuhan) dapat menentukan kemana arwah mereka akan pergi, sebagaimana dapat mereka lakukan juga hal-hal lain yang tidak dapat dilakuakan oleh orang biasa.
Di lain pihak, dikatakan pula bahwa kehidupan baik dapat diganjar dengan kehidupan berikut yang lebih baik. Seseorang dari golongan bangsawan lapis ketiga (papara) dapat dilahirkan kembali sebagai anak dari walaka (lapis kedua) atau dari La ode (lapis pertama) atau pada zaman dahulu bahkan bisa jadi adalah sultan sendiri. Sebaliknya, seseorang yang hidup buruk dapat dilahirkan kembali ke golongan yang lebih rendah. Terkadang hal itu juga dipandang sebagai seorang perempuan. Dahulu perempuan biasanya meratapi kenyataan bahwa mereka dititiskan sebagai perempuan karena orang laki-laki selalu dianggap lebih penting dan anak laki-laki lebih dimanjakan daripada gadis.
Konon, di Rongi orang percaya bahwa hidup buruk, seperti mengumbar nafsu birahi dapat mengakibatkan roh kembali dalam wujud binatang. Ini bisa segala macam hewan bahkan seekor babi.

B.2. Berubah menjadi binatang

Perjalanan arwah ke alam binatang disebut dauru (dawr = perubahan). Dalam kepercayaan Wolio dan Pulau Muna, perjalanan itu tidak berhubungan dengan hukuman atas hidup buruk. Sebaliknya, orang yang dapat menjalani perubahan ini sangatlah suci. Kisah yang terkenal ialah Sangia-i-rape, putra Sultan Murhum (k.l.1491-1537; bandingkan dengan Zahari 1977, I:46; nama sangia juga menunjukan kesucian).
Cerita ini berlangsung di Muna. Sangia-i-rape terkenal telah menuntut ilmu kebatinan. Pada suatu hati ia memperhatikan kulitnya yang mulai menyerupai kulit buaya. Putranya Sangia Wambulu, juga mengetahuinya dan merasa malu. Ia berkata kepada ayahnya, “Lebih baik saya bawa ayah ke laut, mandi disana.” Ketika mereka tiba di laut, Sangia-i-rape menaruh sarungnya di atas batu dan dimandikan oleh putranya. Ketika dimandikan, ia betul-betul berubah menjadi buaya. Karena ilmu yang ia tuntut itu, ia dapat langsung berubah menjadi buaya. Menurut seorang informan dari Wolio, ia jelas telah begitu dekat padaTuhan (opooputi oputa) karena dapat menjadi apa saja yang dia inginkan. Jika seseorang sudah begitu dekat pada Tuhan dan mencapai penyatuan dengan Tuhan seperti itu, maka ia dapat berbuat apa saja yang disukainya.

B.3. Mengenal arwah mendiang pada anak-anak

Kadang kala seorang kerabat dengan jelas akan menyatakan, sebelum meninggal, kepada siapa dia akan kembali. Pada beberapa anak, reinkarnasi ini jelas kelihatan dari roman muka dan atau kelakuan. Cucu laki-laki sultan terakhir, reinkarnasi permaisuri sultan, membuat hal ini jelas karena sebagai anak kecil ia mampu mengenali perhiasan mendiang permainsuri dan mengakui sebagai miliknya. Sultan Muhammad Idrus (Sultan XXIX: 1824-1851 M) juga tahu siapa yang menitis pada dirinya, sedangkan putranya Mohammad Isa (Sultan XXX : 1851-1861 M), serta merta berbicara setelah kelahirannya berkat arwah yang menitis pada dirinya.

C. Percaya pada Reinkarnasi dan Gagasan-gagasan Keagamaan Lain

C.1. Percaya pada reinkarnasi dan Islam

Informan yang memberikan keterangan kepada Pim Schoorl, sangat percaya pada reinkarnasi, memperkenalkan pandangan hidup Islam yang ortodoks (kolot) tetang kehidupan setelah mati, sedangkan ia juga mempercayai bahwa reinkarnasi sangat cocok dengan Islam.
Doa-doa Islam dan ayat-ayat Qur’an yang dibaca dikuburan dimaksudkan untuk membawa kebaikan bagi orang yang mati. Jadi, ikhlas, zikir, dan tasbih dibacakan di makam guna menjamin kesejahteraan orang yang meninggal. Istigfar dan tobat dimasudkan untuk mendapatkan pembebasan dosa. Namun, kebajikan yang diperbuat mendiang/almarhum melalui amal shaleh sangat menentukan.
Meskipun demikian, ada pula kepercayaan pada kembalinya arwah yang dipandang tidak bertentangan dengan Islam. Orang yang benar-benar percaya pada reinkarnasi biasanya menjalani hidup dengan baik, menepati janjinya, menolak hidup mewah, menahan semua keinginan untuk mengungguli orang lain dan menahan diri supaya tidak sombong dan ia mengutuk tingkah laku seperti itu pada orang lain.
Mereka memperoleh pembenaran atas kepercayaan pada reinkarnasi dalam sebuah ayat al-Qur’an yang mereka baca sebagai pujian setiap hari setelah shalat. Disitu dinyatakan” Perpindahan malam ke siang dan perpindahan siang ke malam; dan masuknya hidup dari mati bagi siapa saja yang disukainya dengan tidak menghitung. Tuliju al-layla fi an-nahari, wa-tuuliju an-nahara fi al-layli, wa tukhriju al-hayya min al-mayyiti, wa-tukhriju al-mayyita min al-hayyi, wa-turziqu man tahsa’u bi-ghayri hisaabin.(Qur’an, 3:27) dan (Arbery 1955, I:76).
Antara ilmu tasawuf (Islam) dan perundang-undangan Kesultanan Buton memang ada hubungan. Murtabat Tujuh juga menyatakan bahwa arwah berpindah, teristimewa pada bagian: orohi yitu kalipa-lipa, rohi yitu ooni arabu, maanan olipa (Wolio). Dalam bahasa Arab nyawa itu disebut roh, karena selalu pergi atau berpindah dan sebab itu roh dalam bahasa Wolio dikataka lipa, artinya pergi. Teks Wolio itu mempunyai arti harfiah: roh itu pergi terus-menerus, roh itu kata Arab yang artinya “pergi”.
Dalam doa kepada Tuhan, berdoa untuk para arwah juga ada bagian yang biasa dibaca: “Ya Tuhan ampunilah kami dan dia. Biarlah dia mempunyai tempat yang lebih baik, gantilah yang tidak baik dengan yang lebih baik dan berikanlah banyak cahaya kepadanya dalam kuburan.” Dan untuk arwah mereka yang relatif telah lama meninggal, maka kata-kata berikut: Engkau punya kuasa mengatur segala sesuatu. Kami tidak tahu apakah arwah itu masih ada dalam makam atau telah berpindah ke tubuh lain, tetapi Engkau punya kuasa mengatur segala-galanya.
Pada tahun 1939, La Malangka, kepala desa Bau-bau dan seorang Muhamadiyah menegaskan mati itu adalah mati dan tidak ada soal kembali. Kepala desa Nganganaumala, Haji Abdullah bertanya kepadanya, dimana dapat ditemuakan teks atau ayat yang menunjukan tidak ada reinkarnasi. Dan Ia bertanya, “Apa artinya ayat berikut dari Qur’an ini: ”Perpindahan malam dst?” (lihat di atas). Bagaimanapun juga mati masuk kedalam kehidupan bukan mati mengganti kehidupan. Dan La Malangka tidak mampu menjawab hal tersebut.
Islam secara resmi tidak mencoba dengan jelas menentang kepercayaan pada reinkarnasi. Namun, orang Buton tidak memperlihatkan kepercayaannya demi menghindari perselisihan pendapat

C.2. Percaya pada reinkarnasi dan pemujaan leluhur

Dalam agama Buton, ada tempat yang ditetapkan untuk pemujaan leluhur. Tetapi bukan mendeskripsikan sebagai tempat dan ‘pemujaan’ yang terlalu jauh. Pada berbagai upacara      muslim, makam leluhur disirami air. Seorang tua yang berilmu, memanjatkan doa atau mengucapkan patah (batata) untuk air itu. Kembang-kembang dan wangi-wangian dibubuhkan pada air tersebut. Bila bersiap pergi jauh atau sekembalinya, orang akan ke makam leluhur atau orang tua untuk berdoa. Orang pergi ke kuburan orang yang telah tiada, menurut keyakinan masyarakat Buton, orang yang telah tiada telah kembali ke kehidupan ini melalui reinkarnasi mereka teristimewa pada anak-anak mereka sendiri. Bagi mereka hal ini merupakan gagasan yang kompleks dan mereka tidak mencoba menetapkan hubungan yang masuk akal.
Memang dari penjelasan tentang diatas akan menimbulkan pertanyaan, sebagaimana pernah terjadi percakapan antara tetua adat dengan anaknya pada tahun 1984, sang anak menanyakan “Bagaimana mungkin banyak manusia yang lahir sedangkan jumlah arwah tetap?” Tetua adat tersebut kemudian memberikan jawaban kepadanya bahwa satu arwah dapat menitis lebih dari satu kali. Adakalanya seseorang yang telah meninggal, kembali melalui lebih dari sepuluh cucu.

Ada satu jawaban mengenai hal tersebut yang diberikan seorang informan kepada Schoorl: “Tuhan punya kekuasaan menciptakan sesuatu dari yang tidak ada. Tuhan Maha Kuasa dan dapat membuat banyak dari apa saja. Ia memberi siapa saja sebanyak yang Ia suka, sedikit atau banyak, tanpa memperhitungkan; bagi Tuhan segala sesuatu mungkin. Karena ditulis dalam Qur’an, soal roh/arwah merupakan rahasia Tuhan sendiri. Tidak seorang pun dapat mengatakan mengapa kini ada banyak roh /arwah sedangkan biasanya hanya ada sedikit saja, atau sebaliknya. Alam arwah hanya diketahui Tuhan saja. Pengetahuan manusia tentang roh/ alam arwah hanya diberi tuhan sedikit saja, sedangkan urusan roh adalah urusan Allah SWT. ” (Arberry 1955, I: 311-312). Namun demikian walau hanya sedikit diberikan oleh tuhan kepada manusia tentang pengetahuan roh, namun bagi manusia  yang diberi kelebihan atau rahmat oleh Allah SWT pengetahuan sedikit itu sudah amat luas karena jiwanya sudah bisa melepas dari tubuhnya sejenak untuk pergi melanglang buana ke 7 (tujuh) lapis langit dan 3 (tiga) alam sesudahnya untuk mengetahui tentang roh atau arwah. Maka bagi manusia-manusia yang diberi rahmat itulah yang bisa mengetahui urusan roh / arwah atas izin Allah SWT. **** 

Artikel rujukan:  Ali Habiu

SOEKARNO DAN KESULTANAN BUTON


K
isah biografi Soekarno sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia versi yang berkembang dikalangan tertentu golongan para bangsawan buton dan Mmasyarakat dalam lingkungan tertentu di pulau Buton mengatakan bahwa Soekarno merupakan ayah biologis dari seorang bangsawan dari lingkungan istana kesultanan Buton yang karena sesuatu kekecewaan tidak terpilih menjadi sultan, dia mengasingkan diri di pulau Bali. Menurut La Ode Abdul Rasyid anak dari salah seorang Kapitanlau Loji yang saat ini bekerja sebagai  staf  bagian personalia Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi Tenggara menyebutkan bahwa ayah biologis Soekarno itu bernama La Ode Muhammad Idris yang tak lain merupakan cucu dari Kinipulu Bula. Hal ini didasarkan atas riwayat keluarga Kapitalau Loji mengetahui bahwa cucu Kinipulu Bula dari asal keturunan mereka bernama La Ode Muhammad Idris pernah kawin di pulau Bali namun sejauh ini belum ada pihak keluarga menelusuri lebih jauh eksistensi perkawinan tersebut. Demikian pula kisah ini pernah dikemukakan oleh DR (HC) La Ode Unga Wathullah di Makassar sekitar tahun 1980-an kepada penulis bahwa Soekarno itu merupakan orang Buton yang lahir di Bali dan karena sesuatu perasaan dendam dengan Buton, dia telah berjanji untuk tidak sama sekali menginjakkan kakinya di pulau Buton, kecuali bila ada urusan dan keperluan ketika semasa perjuangan persiapan kemerdekaan Indonesia dengan sultan Buton maka dia sempatkan bertemu dengan sultan Buton di Benteng Port Rotterdam Makassar. Untuk memperjelas sedikit kisah ini, pada hari Jumat Kliwon tanggal 13 November 2009 penulis sengaja berkunjung kerumah Bapak La Ode Moane Oba tinggal disamping jalan Bunga Kana Kendari, dia salah seorang Tim Kerja penyusunan sejarah Oputa Yikoo atau sultan Himayatudin yang merupakan sultan ke-20 dari susunan kesultanan Buton untuk mengusulkan ke Pemerintah Republik Indonesia agar mendapat gelar kepahlawanan atas perjuangannya melawan Belanda pada tanggal 24 Februari 1755, mengatakan bahwa pada sekitar bulan Juli 2007 lalu pernah dia didatangi bertandan kerumahnya oleh kerabat dekat yang masih hubungan keluarga, yakni salah seorang pengurus DPP Hanura pusat yang bernama  Dr.La Ode Supri Asadi atau sering dipanggil Dr. Upi yang tak lain merupakan anak pertama dari La Ode Asadi (almarhum) yang pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Muna Sulawesi Tenggara. Dia datang khusus ke rumahnya untuk menceritakan asal muasal Sokarno.  
Dr. Upi mengatakan bahwa pada tahun 1970-an di Jakarta pernah  ayahnya diceritakan oleh guru Ali (nama panggilan) adalah seorang guru pada Sekolah Dasar Lawele Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, yang mana dia lari meninggalkan pulau Buton menuju Jakarta ketika terjadi move peristiwa tahun 1969 tentang issue Partai Komunis Indonesia di pulau Buton yang dikumandangi oleh Letkol Arifin Sugiyanto. Dikatakan dengan sangat yakin tanpa ragu-ragu bahwa Soekarno itu merupakan orang Buton. Untuk mengecek kebenaran kisah ini maka sekitar pertengahan tahun 1970-an di Jakarta guru Ali melalui perantara La Ode Asadi dipertemukan dengan La Ode Muhammad Tooha. Dan selanjutnya La Ode Muhammad Tooha (Lakina Kumbewaha) mengantar langsung guru Ali ke rumah kediaman Sukmawati Soekarno Putri. Setelah ketemu dan melakukan konfirmasi masalah kisah tersebut dengan Sukmawati Soekarno Putri yang merupakan anak ke-empat dari  Presiden Republik Indonesia Pertama Soekarno dari ibunya bernama Fatmawati, maka seketika itu jugaSukmawati Soekarno Putri mengatakan bahwa :… “pernah Bapak (Soekarno) menceritakan kepada mereka (sekeluarga) bahwa kakeknya adalah seorang haji yang tinggal di pulau Buton”… “Dan mereka akui bahwa nenek mereka itu berasal dari pulau Buton”

Sukmawati Soekarno Putri

Dan setelah mengatakan itu semua, Sukmawati menambahkan bahwa Soekarno melarang lagi mereka semua untuk mengingat itu semua dengan alasan bahwa mereka sudah tinggal dan besar di pulau JawaBerdasarkan informasi ini, La Ode Muhammad Tooha dan guru Ali mengadakan penyelidikan dan konfirmasi sejarah, maka setelah didapat titik terang maka disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan seorang haji adalah haji Pada. Namun demikian penafsiran haji Pada dimaksud belum bisa dibuktikan secara epistemologis, mengingat bahwa orang-orang sakti pada zamannya di pulau Buton yang memiliki gelar haji dimana mereka dapat pulang pergi hanya sekejap mata di atas sajadah sudah dapat menghilang dan muncul begitu saja di tanah Mekkah bukan saja haji Pada tapi juga bisa Saidi Rabba atau Kinipulu Bula yang dikenal dengan nama Syech Haji La Ode Ganiyu. Setelah penulis mendengarkan cerita tersebut, lantas seketika penulis terkesima dan mengatakan bahwa yang dimaksud Sukmawati Soekarno Putri tersebut bahwa neneknya seorang haji dari pulau Buton yang benar adalah Syech haji La Ode Ganiyu. Dan La Ode Moane Oba yang sedang menceritakan kisah ini kepada penulis terkesima mendengarkan penjelasan saya dan mengatakan bahwa mungkin itu benar!?. Penulis ceritakan kepada La Ode Moane Oba bahwa pada tahun 1981 sampai 1982 lalu di Makassar pernah terjadi hampir selama tiga bulan berturut-turut setiap habis selesai shalat Magrib, penulis masuk duduk di ranjang (tempat tidur) dan secara ghaib langsung ditemani oleh Soekarno untuk berdialog dan sekaligus diajarkan tentang ilmu Negara dan Ketatanegaraan Indonesia. Selang waktu dialog pengajaran berlangsung antara 15 sampai 25 menit, selama proses dialog napas penulis terasa sesak dan agak berat, namun dialog cukup berjalan lancer. Kejadian semua ini atas perkenan dan izin Allah Subhana Wata’ala. Dia (Soekarno) memperkenalkan kepada penulis bahwa ghaib yang mengikuti dirinya atau roh yang sering menemani dirinya adalah Kinipulu Bula. Kinipulu Bula dikalangan petinggi kesultanan Buton dikenal dengan nama Syech haji La Ode Ganiyu, orang ini tergolong manusia langkah asal keturunan para wali di pulau Buton dan selama hidupnya pernah menjadi imam masjidil haram di Mekkah selama 7 tahun berturut-turut dan pernah menjadi dosen tamu atau dosen luar biasa pada Universitas Al zhar Mesir dan disana pernah menulis sebuah buku yang sangat terkenal berjudul”“AJONGA INDAMALUSA”. Buku ini pada zamannya sangat digemari oleh para golongan tassauf dikalangan bangsa arab dan sayang sekali buku ini tidak bisa dijumpai di Indonesia dan sekarang ini sudah hilang di perpustakaan Universitas Al Azhar kecuali tinggal katalognya.

Soekarno Ikut Kehebatan Siapa...!

Dalam kisah terbatas dikalangan masyarakat tertentu pulau Buton, dikisahkan bahwa ayah biologis Soekarno itu yakni Laode Muhammad Idris yang tak lain adalah cucu dari Syech Haji La Ode Ganiyu merupakan orang yang disegani dikalangan petinggi kesultanan Buton karena dia disamping ahli kanuk ragan, juga dia ahli perang, ahli sejarah dan budaya, ahli kebatinan juga ahli agama. Ketika terjadi peristiwa pemilihan calon Sultan Buton ke-33, dia sangat kecewa atas proses pemilihan sultan karena menurutnya mestinya dialah sebagai sultan Buton ke-33, namun ketika itu dia dihianati oleh kelompok petinggi dari Ba’dia, Keraton/Wajo. Dia juga semenjak pertengahan tahun 1800 sudah tidak menyenangi sistem Sa’ra yang dijalankan dalam lingkungan keratin Buton karena hanya dimonopoli oleh kelompok-kelompok tertentu dari kalangan asal Ba’dia dan Keraton. Sebagai akibat dari kekecewaannya itu, Pada tahun 1898 dia melarikan diri dan mengasingkan diri ke pulau Bali tepatnya di Buleleng dengan pergi meninggalkan pulau Buton ikut dengan kapal perahu pedagang (sope-sope) membawa hasil-hasil laut pulau Buton.  Dipermukiman dipesisir pantai Buleleng pulau Bali ketika itu banyak dihuni oleh orang-orang Buton para saudagar perahu dan pedagang dan tinggal disana. Disalah satu tempat saudagar itulah ayah biologis Soekarno yang bernama La Ode Muhammad Idris tinggal sementara sambil menenangkan dirinya akibat dari kekecewaannya atas penghianatan yang diterima oleh kelompok petinggi asal Ba’dia, Keraton/Wajo sehingga dia tidak terpilih menjadi sultan ke-33 Buton dan sangat tidak suka dengan sistem Sa’ra yang dijalankan dalam lingkungan Keraton Buton.
`           Dalam pengasingannya di Buleleng Bali, dia sering setiap waktu melihat anak gadis dengan paras cantik merupakan anak petinggi Kerajaan yang bernama Nyoman Pesek. Rupanya anak gadis dengan paras cantik ini bernama Ida Ayu Nyoman Rai dengan nama panggilan Srimben yang merupakan anak kedua Nyoman Pesek dengan ibunya bernama Ni Made Liran. Maka selang beberapa waktu, diapun memberanikan diri untuk menghadap ayah anak gadis cantik tersebut yang tak lain bernama Nyoman Rai Srimben atau Ida Ayu Nyoman Rai dan sekaligus mengemukakan hajatnya untuk melamar anak gadis tersebut. Ayah anak gadis tersebut sangat marah ada orang berani melamar anak gadisnya tanpa dia ketahui asal muasal keturunannya. Sang ayahpun berkata : “kok kamu beraninya melamar anak saya sendiri!, kamu dari keturunan mana?. Dia mengatakan bahwa saya suka anak Bapak dan mau jadikan istri…, Saya dari Buton, asal keturunan bangsawan Buton!. Ayah Ida Ayu Nyoman Rai tak percaya, dan sang ayah mengatakan mana tanda-tanda yang bisa meyakinkan bahwa kamu adalah orang dari asal Bangsawan Buton?. Karena dia ditolak, maka diapun pulang kembali keperkampungan nelayan di Buleleng sambil berpikir apa yang mesti dia lakukan agar sang ayah bisa percaya dia bahwa dia adalah anak Bangsawan dari Buton. Karena dia (La Ode Muhammad Idris) adalah juga memiliki garis keturunan para wali, maka diapun dengan mudah mendapat petunjuk ghaib untuk meyakinkan ayah dari Ida Ayu Nyoman Rai tersebut. Maka beberapa hari kemudian dibawahnya keris pusaka sakti (To'bo) pulau Buton berkepala burung dan langsung kembali menuju kediaman  Nyoman Rai Srimben untuk menemui Nyoman Pesek dalam meyakinkan bahwa dia adalah keturunan bangsawan pulau Buton. Dan setelah ketemu dengan sang ayah, maka diperlihatkanlah keris sakti pusaka leluhurnya dari pulau Buton dan alangkah kagetnya sang ayah melihat keris tersebut sama seperti keris yang sering dibawah oleh sultan Buton bila sedang ada acara pertemuan antar kerajaan baik dilakukan di pulau Bali maupun di Makassar. Dan seketika itu juga sang ayah sangat yakin dan mengatakan bahwa saya percaya kamu adalah keturunan bangsawan pulau Buton.
Dalam kisah singkatnya, maka kawinlah La Ode Muhammad Idris dengan Ida Ayu Nyoman Rai dan tak lama kemudian lahirlah Soekarno kecil di Buleleng pulau Bali (6 Juni 1901). Namun masa kebahagiaan mereka hanya berlangsung singkat selama lebih kurang tiga tahun lamanya. Kemudian karena sesuatu hal penting terjadi masalah perselisihan antar golongan bangsawan di Pemerintahan Kesultanan Buton antara tahun 1911 sampai 1914, maka ketika itu diutuslah petinggi khusus istana untuk pergi mencari sekaligus menjemput La Ode Muhammad Idris karena hanya dengan keahliannya dapat menyelesaikan perselisihan antar golongan yang terjadi tersebut. Maka pulanglah ayah biologis Soekarno yang diperkirakan usiaSoekarno kecil baru menginjak tiga tahunan. Selama La Ode Muhammad Idris meninggalkan Buleleng Bali kembali ke pulau Buton tak ada kabar berita juga tidak menafkahi lahir dan bathin Ida Ayu Nyoman Rai. Maka diapun hidup sendiri membesarkan Soekarno kecil hingga usia Soekarno menginjak lima tahunan. Waktupun berjalan,  Ida Ayu Nyoman Rai  melalui perantara sahabat dekatnya bernama Made Lestari memperkenalkan dia dengan seorang guru bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo. Dan selanjutnya bapak ini menaruh hati dan jatuh cinta dengan Ida Ayu Nyoman  Rai  lalu dibawah larilah ibu Soekarno kecil itu ke Surabaya yang hampir saja menimbulkan pertumpahan darah akibat dari persitiwa ini. Dan Raden Soekemi inilah yang pada akhirnya menjadi ayah Soekarno dan yang telah membesarkannya sebagaimana diriwayatkan dalam lembaran sejarah Indonesia.
Dalam pemaparan kisah ini walaupun masih dalam diskripsi primordial dalam konteks ontologis, namun diharapkan ada pihak-pihak yang dapat menindaklanjuti secara aksiologis untuk menelitinya secara konprehensif. Oleh karena itu masih diperlukan penelitian mendalam lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli sosiologis kontemporer, para ahli sejarah dan budaya, para ahli ethonologis sehingga diharapkan dapat menguak tabir dibalik kisah ini sekaligus dapat memberikan diskripsi sejarah Indonesia yang benar mengenai asal muasal keturunan Soekarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia agar masyarakat Indonesia dapat mengetahui kebesaran pulau Buton pada zamannya. 

Refrensi: Artikel Ali Habiu


HUBUNGAN BUTON, BELANDA, DAN UTUSAN SOEKARNO DALAM PERSPEKTIF KHUSUS


k
isah ini (folklour) merupakan cerita yang beredar dikalangan tertentu masyarakat Buton dan penulis dapatkan dari DR (HC) La Ode Unga Wathullah, seorang penganut Tassauf, Pengkaji Filsafat dan Budaya Buton pada tahun 1976 lalu di Makassar. Cerita ini muncul ketika kami sedang menonton acara Televisi Republik Indonesia yakni masuknya bantuan Belanda ke Indonesia melalui organisasi IGGI. Dia mengatakan bahwa pada tahun 1948 diperairan pulau Buton telah dilakukan perjanjian rahasia internasional di atas Kapal Karel Dorman antara utusan khusus Ratu Belanda Welhelmina dengan utusan khusus Presiden Soekarno dan Sultan Buton Falihi atau Oputa Yii ba'dhia. Khusus utusan khusus Presiden Soekarno adalah seorang jenderal bisu. Dikatakan bisu karena selama turun dari Kapal Belanda Karel Dorman di Bau-Bau menemui Sultan Buton Falihi di Istana Kesultanan Buton, dia sama sekali tidak mau buka suara, namun hanya memberikan senyuman dan sekali-sekali muka memandangi ke atas dan kebawah. Kisah perjanjian rahasia ini hingga saat ini belum dipublikasikan dan hanya diketahui oleh kalangan tertentu para petinggi dan kerabat dekat kesultanan Buton. Dia mengatakan bahwa utusan Presiden Soekarno tersebut adalah orang Buton yang tinggal di jakarta dari kesatuan TNI yang sampai sekarang tidak jelas namanya, demikian pula utusan khusus Ratu Wilhelmina juga sampai saat ini belum jelas namanya.
Ketika menjelang akhir kekuasaan Ratu Belanda Welhelmina tanggal 4 September 1948, sebelum dia menyerahkan pucuk kekuasaannya kepada anak tunggalnya yang bernama Putri Juliana, dia mengingat kembali akan janjinya kepada leluhurnya di Buton. Disaat-saat perang berkecamuk antara tentara Belanda dan para pejuang kemerdekaan di pulau Jawa, maka Ratu Welhelmina memerintahkan orang kepercayaannya untuk segera diusahakan melakukan perjanjian dengan Presiden Soekarno dan Sultan Buton Falihi yang berlangsung secara rahasia di atas kapal Karel Dorman, dimana Soekarno menunjuk seorang jenderal bisu untuk mewakilinya.
Adapun isi perjanjian rahasia yang berlangsung di atas kapal Karel Dorman tahun 1948 meliputi :

1.          Pengakuan kedaulatan Negara Republik Indonesia oleh Pemerintahan Kerajaan Belanda. Simbol janji berupa :pengakuan harus dilakukan di Belanda antara utusan Presiden Soekarno dan utusan kerajaan Belanda.
2.          Pengakuan kedaulatan irian Barat sebagai daerah kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia. Simbol janji, berupa : sepasang kambing warna putih laki-laki dan perempuan.
3.          Pengakuan akan membangun negeri Buton menjadi suatu negeri yang penuh cahaya (negeri makmur dan sentosa).Simbol janji, berupa : tiga buah alat janji (dalam tulisan ini tidak disebutkan)
Sebagai bukti atas telah diadakannya perjanjian rahasia di atas kapal Karel Dorman tersebut, setelah Sultan Falihi turun ke darat dan kembali ke Keraton Buton, dia ditemani seorang Belanda dengan membawa Lantera berupa lampu gantung dengan jumlah lampu 12 mata dan setibanya di Keraton Buton Lantera tersebut langsung digantung di dalam Mesjid Keraton Buton tepat di flapon tengah-tengah mesjid tersebut yang disaksikan oleh Sultan Buton Falihi dan para petinggi Istana Kesultanan Buton sebagai pertanda simbolik lambang pesan bahwa Belanda mempunyai utang dengan negeri Buton yang suatu saat nanti akan dibayarnya dengan membangun negeri Buton penuh kemegahan (negeri penuh cahaya).
Setahun kemudian sesudah dilakukan ketiga perjanjian ini, satu diantaranya telah dipenuhi oleh Belanda, yakni pengakuan kedaulatan negara Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag negeri Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949 s/d 2 November 1949. Dalam KMB tersebut kecuali penyerahan Irian Barat belum diberikan kepada Indonesia masih menjadi wilayah dibawah kekuasaan Hindia Belanda karena sesuatu pertimbangan politik sampai situasi dan kondisi memungkinkan barulah diberikan kepada Indonesia. Sedangkan pembangunan negeri Buton yang akan dilakukan oleh Belanda sebagai "negeri penuh cahaya" masih menunggu masa yang ditentukan.
La Ode Unga Wathullah meninggal dunia pada tanggal 24 Juli 2006 di Jakarta dalam usia 90 tahun, satu lagi putra asli negeri Buton terbaik yang selama hidupnya bergelut sebagai pencinta Filsafat dan Budaya Buton meninggalkan kita semua. Semoga amal baktinya diterima disisi Allah Subhana Wata'ala, amin.

Hasil Konferensi Meja Bundar
Adapun hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949 s/d 2 November 1949 secara lengkap sebagai berikut :
1.          Seterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua Barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua Barat negara terpisah karena perbedaan ethnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Oleh karena itu, pasal 2 menyebutkan bahwa Papua Barat bukan bagian dari serah terima ini, bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
2.          Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan Monarch Belanda sebagai Kepala Negara.
3.          Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat sebesar 4,3 milyar gulden.
Substansi Penahanan Irian Barat (Papua Barat) dalam KMB...
Bila kita mau mengamati lebih jauh substansial politik dibalik mengapa Irian Barat ketika pelaksanaan KMB belum juga serta merta diserahkan oleh Belanda ke dalam daerah kekuasaan Indonesia, karena pada dasarnya Belanda sebetulnya bermaksud baik kepada Indonesia supaya disuatu saat yang tepat Irian Barat betul-betul masuk dalam kekuasaan Indonesia tanpa ada halangan satupun dari pihak-pihak lain. Perlu diketahui bahwa New Guinea atau Irian Timur jauh jauh hari sebelum pelaksanaan KMB di Den Haag Belanda sudah menjadi wilayah koloni Australia yang sudah sejak lama menginginkan Irian Barat masuk dalam wilayah kolono kekuasaannya. Pada konteksi demikian, Indonesia sangat beresiko bila masalah memperebutkan dan/atau mempertahankan kedaulatan Irian Barat ini dari kepentingan Australia seandainya saat itu juga Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepangkuan Negara Indonesia. Mengapa demikian, karena angkatan perang Australia ketika itu cukup kuat karena mereka dibantu oleh sekutunya Amerika Serikat dan Inggeris yang juga punya minat untuk menguasai Indonesia. Niat imperialisme Amerika Serikat kepada Indonesia untuk mendapatkan kontrol mutlak atas kekayaan alam dan sumber-sumber strategis yang dimiliki oleh seluruh wilayah kepulauan di Indonesia sudah diperlihatkan sejak memauki awal abad IX lalu.
Kondisi strategis Indonesia di saat itu telah Amerika Serikat perhitungkan sebagai Negara terkaya nomor lima terbesar di Dunia dibidang sumber-sumber daya alam. Selain sebagai produsen minyak yang nomor lima terbesar, Indonesia juga mempunyai cadangan-cadangan sumber daya alam berupa : timah, galena, bauksit, emas, perak, mangan, berlian, fosfat, nikel, tembaga, besi dan dibidang botani berupa : karet, kopi, minyak kelapa sawit, tembakau, gula, kelapa, rempah-rempah, kayu, kina yang memiliki potensi yang sangat besar.
Pada tahun 1939 yang pada waktu itu pemerinatah Belanda di Indonesia masih dipanggil West Indies Belanda, telah memasok lebih dari separoh dari total komsumsi bahan mentah yang penting bagi Amerika Serikat. Oleh karena itu Amerika Serikat sangat hati-hati dalam melakukan peranannya di kawasan Asia Tenggara agar tidak sampai mengganggu hegemoni politiknya terhadap Indonesia.
Dengan kondisi demikian itu, Hindia Belanda sangat tahu keadaan ini, sehingga setelah Kemedekaan Bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda tetap membuat strategi bagi kelanggengan kekuasaannya di Indonesia melalui politik pecah belah dengan maksud agar tidak memberi peluang bagi masuknya Amerika Serikat dan sekutunya untuk menguasai seluruh potensi sumber daya alam yang terdapat di seluruh kawasan wilayah Indonesia sampai Belanda memperkirakan Indonesia telah mempunyai suatu kekuatan ekonomi, politik, pemerintahan dan pertahanan agar mampu mempertahankan diri sendiri dari serangan Amerika Serikat dan sekutunya dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.

Upaya Perebutan Irian Barat oleh Tentara Indonesia...
Setelah Bung Karno melaksanakan Dekrit 5 Juli 1959 kemudian dilanjutkan dengan Manifesto Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959 tentang Penemuan Kembali Revolusi Indonesia.
Dengan memperhitungkan kekuatan-kekuatan Revolusi dan Jiwa semangat rakyat berupa :

·             Pertama. UUD-1945 dan jiwa Revolusi 1945
·             Kedua. Hasil dari pada segala pikiran dan keringat rakyat sejak tahun 1945 hingga sekarang,
·             Ketiga. Makin bertumbunya kekuatan ekonomi yang menjadi milik nasional yang sudah melputi 70% dari seluruh kekuatan ekonomi yang berada di Indonesia,
·             Keempat. Angkatan perang yang makin lama semakin kuta dan administrasi pemerintahan semakin lama semakin baik,
·             Kelima. wilalay kesatuan Republik Indonesia yang kompak unitaristis dan amat luas dan yang letaknya amat strategis dalam politik dan ekonomi dunia serta jumlah rakyat sudah mencapai 88 juta orang.
·             Keenam. Kepercayaan dan keuletan bangsa sendiri yang sudah dibuktikan di zaman yang lampau.
·             Ketujuh. Kekayaan alam, kekayaan di atas dan kekayaan di dalam bumi tak ada bandingnya di seluruh dunia ini dan tak ada tandingnya didelapan penjuru angin.

Berdasarkan ketujuh kekuatan revolusi Indonesia itu disusunlah rencana untuk melawan Imperialisme Belanda di Irian Barat (Papua Barat). Dalam Manifesto Politik jelas dikatakan ; bahwa kita melawan imperialisme Belanda karena imperialisme ini menjajah Irian Barat. Jelas juga dikatakan bahwa pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat adalah suatu langkah strategis yang amat penting sekali. Tetapi belum semua modal Belanda diambil alih, belum semua perusahaan milik Belanda dinasionalisir, padahal sikap Belanda untuk Irian Barat tetap membandel. Jika mereka dalam persoalan klaim nasional kita, tetap berkepala batu, maka semua modal Belanda, termasuk yang berada di perusahaan-perusahaan campuran akan habis tamat riwayatnya sama sekali di "bumi Indonesia".

Bersamaan dengan semangat penemuan kembali Revolusi Indonesia, mulai tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Jogyakarta, Presiden Soekarno mengeluarkan suatu komando yang dikenal dengan nama Tri Komando Rakyat (TRIKORA), dengan tuntutan sebagai berikut :
1.          Gagalkan pembentukan negara boneka Papua Belanda Kolonial,
2.          Kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia,
3.         Bersiaplah untuk mobilisasi umum dalam rangka memprtahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Sebagai langkah awal, tanggal 2 Januari 1962 dibentuklah Komando Operasi Mandala yang bertugas sebagai perencanaan operasi militer ke Irian Barat, dan pada tahun 1963 Irian Barat dikuasai oleh Indonesia. Dalam konteks pengarahan kekuatan militer melalui komando TRIKORA yang dikumandangkan tahun 1963 inilah membuat ambigius rencana imperialisme Amerika Serikat dan sekutunya ke Indonesia semakin melorot dan sudah tidak berani lagi.

Alat janji di Bawah ke Irian Barat...
Pada fase infiltrasi akhir tahun 1962, Presiden Soekarno memanggil seorang putra asli Buton dari asal desa Liya kepulauan Wang-Wangi yang terletak dibagian timur pulau Buton. Dia bernama La Ode Madhimuru yang diperintahkan oleh Soekarno untuk segera membawa alat janji Belanda, sesuai dengan kesepakatan pada butir dua perjanjian rahasia di atas Kapal Karel Dorman tahun 1948 tersebut, yaitu berupa 1 ekor kambing laki-laki warna putih dan 1 ekor kambing perempuan warna putih.  kedua kambing inilah yang diperintahkan oleh Presiden Soekarno kepada La Ode Madhimuruuntuk segera membwanya dari jakarta menuju maluku. Dengan menumpang kapal perang, La Ode Madhimuru membawa kedua ekor kambing tersebut dan setibanya di Maluku, dia turun dikawasan pulau Aru perbatasan Irian Barat. Dari kepualaun inilah La Ode Madhimuru serta dibantu oleh masyarakat lokal dengan menggunakan keahliannya dia bisa menghilang secara ghaib dan kebal tidak bisa dimakan senjata api, dia membawa dua ekor kambing putih tersebut masuk ke wilayah Irian Barat tanpa bisa diteteksi oleh radar atau intelijen Belanda dan langsung menyusup kedalam kantor pembesar Belanda (controler). Tepat pada fase serangan terbuka awal tahun 1963, La Ode madhimuru melepas sepasang kambing putih laki-laki dan perempuan di depan kantor pembesar Belanda (controler) di Irian Barat dan seketika depan kantor mulai ribut menyaksikan dua ekor kambing tersebut lalu pembesar Belanda (controler) keluar melihat langsung sepasang kambing putih tersebut dan alangkah terkejutnya sang pembesar itu. Sang pembesar Belanda itu telah melihat alat janji yang telah disepakati di atas kapal Karel Dorman dan langsung memanggil semua penasehatnya dan mengatakan : ..."Tammatlah sudah kekuasaan kita..., janji kita sudah ditagih oleh Buton..., kita sudah harus melepaskan Irian Barat kepangkuan Bangsa Indonesia..." Akhirnya pembesar Belanda tersebut memerintahkan kepada semua angkatan perangnya untuk tidak lagi membuat perlawanan kepada serangan tentara Indonesia di Irian Barat dan mulai saat itu mempersiapkan penarikan pasukan angkatan perang mereka untuk secara bertahap kembali ke Belanda. 
Demikianlah cerita ini dikisahkan langsung oleh La Ode Madhimurukepada penulis blog ini di rumahnya ketika penulis berkunjung di Bandung pada tahun 1987 lalu dalam rangka sesuatu urusan penulis untuk integrasi di Institut Tekhnologi Bandung. La Ode Madhimuru, memiliki 3 orang istri dan terakhir bekerja sebagai kepala sekurity pada kantor cabang Bank Indonesia Bandung dan telah meninggal dunia pada tahun 1993 dalam usia 83 tahun. satu lagi putra asli daerah Buton kesayangan Soekarno meninggalkan kita semua, semoga semua amal kebaikannya dalam mengorbankan diri untuk mendapatkan Irian Barat masuk dalam kesatuan negara Republik Indonesia senantiasa mendapat rodho dari sang pencipta, amin.

Buton Negeri Penuh Cahaya...
Tinggal satu perjanjian lagi yang ditunggu-tunggu dan dinantikan oleh segenap para tetua, para sara, para sesepuh, keturunan, pewaris masyarakat negeri Buton yang mengetahui kisah rahasia ini, yakni berupa janji Belanda untuk memakmurkan Buton (wolio) menjadi sebuah negeri penuh cahaya. Bisa kita bayangkan..., negeri macam apa nantinya Buton ini bila janji Belanda ini sustu saat nanti dapat dipenuhinya; bisa dibilang mungkin negeri Buton merupakan negeri paling makmur di kawasan Asia bahkan dunia sekalipun. Kata leluhur.., hitung-hitung harta pulau Buton masih jauh lebih banyak dari pada Brunai Darussalam. 
Dalam bahasa Buton (bahasa Liya) disebutkan : Tesara nuwolio kumonta janji uwalanda ;..."mbeae amosio adosa uwalanda kua sara wolio hitu tapi aharta usiwulukano ara aka nobangune atogo nu wolio (butuni) no dhumari uwana umanusia ucahaya". (artinya : tidak akan habis utang Belanda kepada negeri Buton sebanyak tujuh lapis keturunannya jika mereka belum membangun negeri Wolio (Buton) menjadi negeri makmur sentosa atau negeri penuh cahaya).
Dari mana Belanda mendapatkan sumber dana untuk membiayai negeri Buton?. Tentu tak lain adalah dari sumber daya alam yang dimiliki oleh pulau Buton itu sendiri. Pada tahun 1768 telah dilakukan pengukuran geologi potensi sumber daya mineral pulau Buton oleh ahli dari Belanda dimana hasil pemetaan pengukuran ini ada tersimpan di Leiden Belanda. Semua harta yang terpendam didalam tanah pulau Buton sesuai dengan kesepakatan masa lampau hanya dapat digarap oleh Belanda dan Cina Tibet pada orang-orang tertentu yang memiliki simbol kode yang dapat dilihat langsung pada pelipisnya. Oleh karena itu, sudah tibalah saat yang dinanti-nantikan itu, dengan waktu tidak begitu lama lagi Insya Allah, atas izin dan ridho tuhan yang mana esa, sang hieng widi, batara guru, janji Belanda ini akan segera terwujud, dengan melalui tanda-tanda alam secara simbolik berupa :"matahari bersinar warna hijau". 
 Sudah saatnya para pemuka adat Buton untuk merapatkan barisan..., perkuat sistem adatmu..., tegakkan sistem saramu..., tegakkan kembali adat Butuni mautil jam'ah!. Mulailah persiapkan alat-alat janji yang ketiga itu, sebab mungkin tidak lama lagi meraka Belanda datang beserta bangsa-bangsa lain membawa amanah janji yang diiringi oleh 12 bendera bangsa-bangsa di dunia sesuai dengan jumlah mata lampu pada Lantera yang tergantung dalam flapond tengah-tengah mesjid Keraton Buton yang bisa kita jumpai saat ini, dengan syarat harus sara wolio mampu memperlihatkan simbolisasi 3 buah janji yang sudah disepakati di atas kapal Karel Dorman tersebut. Oleh karena itu pada akhirnya saat ini seluruh kekuatan masyarakat Buton harus segera mendesak pemerintah daerah untuk segera bentuk Lembaga Adat Buton beserta intrumennya serta segera bentuk kembali susunan Sa'ra sehingga buton bisa kembali bangkit dengan budayanya. Bila perlu sinyal-sinyal ini pemerintah daerah segera bergaining untuk mengusulkan ke pemerintah pusat agar wilayah Keraton Wolia dan sekitarnya dijadikan Daerah Khusus Istimewa, kertan hanya dengan demikian kita memiliki legitimasi untuk menopang eksistensi Lembaga Adat dan sistem Sarana Wolio. Dalam kaitan ini mengingat konstelasi kejayaan kebutonan hingga saat ini belum ada satupun pemimpin (para Bupati, para Wali Kota) yang mampu mengangkat hal itu, maka sudah saatnya dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Buton masa bakti 2011-2016, pilihlah pemimpin yang memiliki potensi yang bisa merubah wajah Buton kembali jaya sesuai zamannya.

Pada akhirnya akan timbul pertanyaan : ..."Benarkah semua kisah ini?. ...Benarkah bahwa pada tahun 1948 pernah dilakukan perjanjian rahasia di atas Kapal Karel Dorman antara Sultan Buton, Utusan Presiden Soekarno dan Utusan Ratu Wilhelmina?. ..."Benarkah bahwa masuknya Belanda aabad XVI di Indonesia atas permintaan Sultan Buton atas pemerintahan Kerajaan Belanda, dengan mempertimbangkan bahwa para kerajaan besar yang terdapat di pulau Jawa seperti : Majapahit, Air Langga, Singosari, Mataram dlsb tidak mampu merpersatukan wilayah nusantara dari sabang sampai marauke secara utuh?. ..."Benarkah Soekarno itu masih berdarah Buton, sehingga dia selalu ada ikatan emosional dengan Sultan Buton?. 

Olehnya itu untuk menguak fakta-fakta akurat dibalik makna substansi kisah ini, masih diperlukan penelitian lebih lanjut secara mendalam yang dilakukan oleh para ahli antropologi budaya, para arkiologis, para sejarawan dan para sosiologi kontemporer.  Hasil penelitian diharapkan dapat mengungkapkan tabir kisah ini, sehingga masyarakat Indonesia dan masyarakat Internasional dapat mengetahui kebesaran pulau Buton pada zamannya.****

Artikel Rujukan: Ali Habiu

TIPOLOGI ISLAM DI TANAH BUTON


Akhir akhir ini kita mengetahui mulai banyaknya aliran dalam islam . Aliran dalam Islam mulai tampak pada saat perang Siffin (37 H) khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Pada saat tentara ‘Ali dapat mendesak tentara Mu’awiyah maka Mu’awiyah meminta diadakan perdamaian. Sebagian tentara ‘Ali menyetujui perdamaian ini, dan sebagian lagi menolaknya. Kelompok yang tidak setuju ini akhirnya memisahkan diri dari ‘Ali dan membentuk kelompok sendiri yang akhirnya terkenal dengan nama Khawarij. Mereka menganggap Ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang menerima perdamaian ini telah berbuat salah (dosa besar) karenanya mereka bukan mukmin lagi dan boleh dibunuh.
Masalah dosa besar ini kemudian menimbulkan 3 aliran teologi dalam Islam yaitu : Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah. Masalah kepemimpinan ini kemudian menyebabkan munculnya kelompok yang menganggap yang berhak adalah Ali dan keturunannya (Syi’ah) dan kelompok yang berseberangan dengannya (Ahlus Sunnah wal Jama’ah).Dan akibat pengaruh agama lain dan filsasat pada umat Islam maka muncullah kelompok yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkendak dan perbuatannya (Qadariyyah) dan kelompok yang berpendapat sebaliknya (Jabariyyah). Setelah itu banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam agama Islam.
Yang perlu diperhatikan disini, bahwa perselisihan yang terjadi pada masalah keyakinan pada umat Islam pada zaman dahulu tidaklah pada inti dari keyakinan (lubbul ‘aqidah), tetapi masalah-masalah filsafat dan sama sekali tidak menyentuh inti keyakinan seperti keesaan Allah, Iman kepada para rasul dan hari akhir, iman kepada malaikat, dan bahwa yang diberitakan oleh Nabi Muhammad adalah benar. Namun pada saat ini munculnya aliran di islam bukan hanya perbedaan filsafah tapi sudah menyentuh inti keyakinanan (lubbul ‘aqidah) itu. Bahkan banyak diantara aliran ini menyimpang dari ajaran islam . hal ini pun terjadi di indonesia. Walaupun demikian, Dari banyaknya aliran yang berkembang di Indonesia,  tipologi pemahaman konsep islam pasti berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Begitupulah di Sulawesi Tenggara  yang mayaoritas masyarakatnya  95 %  adalah muslim  khususnya Buton.
Dari sini saya akan menjabarkannya . tapi sebelum itu,  kita harus mengetahui bagaimana islam masuk ke buton dan bagaimana perkembangannya. Pulau Buton di masa silam adalah kerajaan Hindu, dengan raja pertamanya bernama I Wa Kaa Kaa. Saat itu, Pulau Buton telah menjadi catatan penting dalam sejarah pelayaran nusantara. Terbukti, nama buton tertulis dalam kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca.
Sejarah menggulirkan cerita baru, ketika seorang ahli tasawuf asal Gujarat, Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al Fathani singgah di Pulau Buton. Ia bukan hanya berhasil mengislamkan Raja ke-VI Buton, Timbang Timbangan atau Lakilapotan atau Halu Oleo, dan segenap keluarganya. Namun, ia juga berhasil mengubah tatanan pemerintahan di pulau ini, dari kerajaan menjadi kesultanan. Bahkan, sang raja pun berganti nama menjadi Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul. Disinilah tongak baru kesultanan buton dimulai. Perkawinan agama dan budaya melahirkan adat-istiadat tersendiri, yakni adat-istiadat buton. Agama menjadi rohani yang mengisi kehidupan warga Pulau Buton, dan budaya menjadi jasmaninya. Upacara akad nikah adalah contoh nyata perkawinan agama dan budaya itu. Seluruh rangkaian upacara dilakuan dalam bahasa Wolio, bahasa yang merangkum sekitar 100 bahasa lokal. Namun, pembacaan doa dilakukan dalam suasana khusu, persis yang biasa dilakukan kalangan sufi, ketika mereka bermohon kepada Yang Mahaperkasa.
Buah terindah dari bibit ajaran tasawuf yang ditanamkan oleh Syekh Abdul Wahid dan Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul adalah Undang-Undang Dasar Martabat Tujuh, yang dirancang oleh Sultan Dayanu Ikhsanuddin. Kekayaan ajaran tasawuf juga diperlihatkan manuskrip-manuskrip kuno, yang disimpan di rumah Muzaji Mulki di kawasan Benteng Keraton Wolio. Dalam manuskrip bertuliskan huruf arab gundul disampaikan berbagai ajaran tasawuf dari para sultan dalam bahasa arab, wolio, dan melayu. Bahasa melayu muncul dalam manuskrip, karena Syekh Abdul Wahid memang lama bermukim di Johor, Malaysia. Dan, para penyebar Islam di Pulau Buton, umumnya berasal dari negeri jiran itu.
Meski demikian, harus diakui, Undang-Undang Dasar Martabat Tujuh adalah karya Kesultanan Buton yang paling fenomenal. Karena, Kesultanan Buton telah menempatkan ajaran tasawuf sebagai pijakan utama. Sehingga, mereka bukan lagi berada dalam wilayah syariat, seperti yang kini ramai diterapkan di berbagai daerah. Namun, justru di derat yang lebih tinggi, yakni tarekat. Pemahaman itu telah mereka yakini sejak di masa kesultanan berjaya. Karena itu, seorang sultan pun bukan lagi sekedar pemimpin pemerintahan, tapi seakan seorang wali yang diutus oleh Yang Maharaja. Dan, Undang-Undang Dasar Martabat Tujuh pun menjadi pedoman nyata bagi sultan dan rakyatnya. Dari peraturan tertinggi ini, mereka membangun kehidupan yang sangat demokratis dan bertanggungjawab. Bahkan, jabatan sultan pun bukan dicapai karena trah semata. Tapi, ia dipilih karena akhlaknya oleh anggota dewan, yang disebut patalimbona. Karena undang-undang dasar martabat tujuh dan kekuatan adatnya, seorang sultan bisa dilengserkan bila terbukti ia melakukan kesalahan.
Kejayaan kesultanan buton telah lama berakhir. Undang-Undang Dasar Martabat Tujuh pun hanyalah catatan sejarah masa silam. Entah dengan falsafah hidup masyarakat, yang menjunjung tinggi masalah agama di atas pemerintah, negara, dan diri pribadi.
Yinda yindamo arata somanamo karo.
(korbankan harta demi keselamatan diri)
Yinda yindamo karo somanamo lipu.
(korbankan diri demi keselamatan negara)
Yinda yindamo lipu somanamo syara.
(korbankan negara demi keselamatan pemerintah)
Yinda yindamo syara somanamo agama.
(korbankan pemerintah demi keselamatan agama)

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat buton tidak memiliki sekat pemahaman islam berdasarkan aliran atau ormas seperti yang terjadi di pulau jawa. Tetapi pemahaman konsep islam lebih bnayak dipengaruhi oleh ajaran tassawuf yang dibawa oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al- Fathani  .  walaupun demikian di era modern seperti sekarang ini, paham paham islam berdasarkan aliran dan ormas telah masuk kedalam masyarakat Buton , tapi pengaruhnnya belum begitu besar seperti Nahdhalatul Ulama dengan paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah nya di pulau Jawa.

Peguraian Mendalam Mengenai Paham Yang berkembang
Ajaran tassawuf Yang dibawa oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al- Fathani di Buton bukan hanya merubah sistem dan tatanan kerajaan Buton tetapi juga merubah sistem tatanan hidup masyarakat Buton dalam berbagai sendi kehidupan. Hal ini bisa kita lihat dari tradisi dan kebiasan mayarakat Buton yang berakulturasi dengan nilai-nilai islam. Pemahaman tassawuf  yang berkembang di msayarakat buton adalah martabat tujuh yang merupakan refleksi dari Ajaran wahdah al-wujud atau wujudiyyah.
Ajaran wahdah al-wujud atau wujudiyyah telah berakar lama di kesultanan Buton. Ajaran tersebut dikenal sejak masa kekuasaan Sultan Dayyan Ihsan ad-Din pada perempat pertama abad ke -17. Beberapa naskah yang memuat ajaran ini telah dipelajari di daerah itu sebelum abad ke-19. Dan pada abad ke 19, ajaran ini tetap berlanjut menjadi ajaran yang dianut oleh penghuni keraton.
Munculnya paham ini dalam dunia tasawuf adalah sebagai akibat adanya pengalaman fana dan baqa’  yang terjadi bagi sufi dalam “pengembaraan” tasawufnya. Pemikiran tasawuf di Buton pada abad ke-19, rupanya mengikuti alur pemikiran ini. Hal ini diketahui melalui ajaran tasawuf Muhammad ‘Aidrus. Ia menerima paham tasawuf wujudiyyah karena ia terlebih dahulu mengakui terjadinya fana’ dan baqa’ dalam pengembaraan tasawufnya. Karena menerima paham wujudiyyah, ‘Aidrus menerima pula konsep “martabat tujuh’ yang menjadi bagian ajaran wujudiyyah dalam tasawuf  teosofis. Konsep “martabat tujuh” adalah satu ajaran dalam tasawuf teosofis yang bertolak dari konsepsi bahwa hanya Tuhan yang satu-satunya wujud hakiki. Agar Ia dikenal, maka Tuhan menampakkan diri-Nya (tajalli). Penampakan diri Tuhan ini melalui tujuh tingkatan. Tujuh tingkatan inilah yang dikenal dalam kamus tasawuf Indonesia dengan “martabat tujuh”.
Martabat tujuh atau tujuh tingkatan tajalli tuhan yang dimuat dalam Undang-Undang Kesultanan Buton menyerupai konsep tujuh tahap tajalli  Tuhan yang ditulis oleh Muhammad ibn Fadlullah al-Burhanpuri. Adapun ajaran “martabat tujuh” yang dipahami di Buton pada abad ke-19 adalah sebagai berikut[1][1] : 1. Martabat ahadiyyah”. Yang disebut ahadiyyah adalah zat Allah semata, yang tidak diiktibarkan dengan sifat. Itulah yang disebut oleh ahli tasawuf dengan “la ta ayyun”, artinya tiada nyata akan “kenyataan-Nya”, sebab taiga sekali-kali jalan bagi akal untuk mengetahuin-Nya karena zat Allah semata-mata tidak diberi sifat dan nama (asma’). 2. Martabat wahdah’’. Yang disebut demikian adalah sifat Allah. Dan itulah yang disebut oleh ahli tasawuf dengan “ta’ayyun awwal”, artinya “kenyataan pertama”. Disebut demikian, karena pada “kenyataan pertama” itulah permulaan akal bisa mengetahui sifat Allah, sifat salbiyyah dan  sifat wujudiyyah. 3. Martabat wahidiyyah”. Yang disebut demikian adalah asma Allah. Dan oleh ahli tasawuf disebutnya dengan “ta’ayyun sani”, artinya “kenyataan yang kedua”. Disebut demikian, karena pada tingkatan ini Allah dapat dikenali oleh akal melalui asma-Nya, sebab asma-Nya itulah menunjukkan zat-Nya.
Ketiga tingkat tersebut diatas adalah qadim (tidak bermula) dan baqa (kekal selamanya). Urutan keberadaannya bukan dari sisi zaman atau waktu, tetapi hanya dari sisi akal. 4.      Martabat alam arwah”. Itulah pokok permulaan segala nyawa, baik manusia, maupun bagi makhluk l;ain. Dan nyawa yang pertama dijadikan oleh Tuhan adalah nyawa nabi Muhammad saw. Oleh karenanya, ia bergelar “abu al-arwah”, artinya “bapak segala nyawa”. Seratus dua puluh ribu tujuh tahun sesudahnya barulah diciptakan roh yang lain. Dan segala sesuatu yang diciptakan sesudahnya adalah karena roh Muhammad. Sebagai mana sabda Nabi Muhammad saw., “ Khalaqtu asy-syai’ li-ajlik wa-khalaqtuka li-ajli.”(Aku menciptakan sesuatu karena kamu, dan Aku menciptakanmu karena Aku). Sebabnya ia disebut ruh dalam bahasa Arab karena ia “pergi pulang”. Maka dalam bahasa Wolio, rih disebut dengan lipa. Kata ini juga berarti “pergi pulang”. Disebut demikian karena roh ini dating dan pergi pada jasad (badan). Jasad akan hidup jika didatangi oleh roh, dan mati jika ditinggalkan roh. 5.      martabat alam misal”. Yaitu perumpamaan segala keadaan, selain keadaaan Tuhan. Segala sesuatu selain Tuhan ada perumpamaannya dalam alam misal ini. Karena hanyalah sebagai perumpamaan, alammisal keadaanya halus, tidak dapat dicapai oleh pancaindera. 6.      Martabat alam ajsam”, yaitu segala kenyataan yang nyata, seperti tanah, batu, awan, air, dan segala keadaan yang dapat dibagi dan disusun. Alam ajsam ini bernama juga alam syahadah, artinya alam yang nyata, karena dapat diselidiki oleh pancaindera. Alam yang pertama dijadikan oleh Allah adalah ‘arsy dankursi, kemudian kalam, lauh mahfuz. Sesudah itu baru tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit.’arsy, kursi,  dan tujuh lapis langit disebut “wujud aba”, sedangkan bumi disebut “wujud ummahat”. Dan ajsam yang ada dibawah langit ada tiga jenis, yaitu :beku, tidak berkembang biak, dan nabatat, artinya tubuh segala tumbuh-tumbuhan. Dari semua ajsdam, tubuh Nabi Adamlah yang pertama diciptakan diatas bumi. Karenanya, ia bergelar “abu al-basyr”. Dan badan manusia ini terbentuk dari empat anasir, yaitu tanah, air, angin dan api.
7.      Martabat alam insani”, yaitu yang disebut manusia. Alam ini disebut pula ”martabat jam’iyyat”,  artinya tingkat yang mengumpulkan segala dalil yang menunjukkan keadaan Tuhan, yaitu sifat jalal dan jamal. Pada manusia itulah berkumpul dua perumpamaan, yaitu: roh adalah perumpamaannya al-haq (Tuhan), dan badan atau tubuh adalah perumpamaannya al-kahlq (ciptaan). Dikatakan demikian karena manusia memiliki sifat dua puluh yang wajib bagi Tuhan; dank arena segala sesuatu sifat yang ada pada badan atau tubuh manusia ada pula pada alam besar. Sebagai contoh, batu pada alam besar ditamsilkan dengan tulang dan adaging pada manusia, angin pada alam besar ditamsilkan napas pada manusia. Itulah sebabnya manusia disebut dengan “alam kecil”, dan alam yang diluar manusia disebut “alam besar”. Ini berarti, segala sesuatu yang ada di ala mini ada tamsilannya pada manusia. Bahkan lebih dari itu, pada manusia ada roh sebagai tamsil Tuhan yang tidak ada pada alam besar.
Konsep martabat tujuh merupakan tingkatan-tingkatan perwujudan melalui tujuh martabat, yaitu: (1) ahadiyah, (2) wahdah, (3) wadhidiyah, (4) ‘alam arwah, (5) ‘alam mitsal, (6) ‘alam ajsam, dan (7) ‘alam insan. Pemahaman seperti itu kelihatannya lebih tegas dipahami Walisongo di pulau Jawa dan Sultan La Ode Muhammad Idrus Kaimuddin serta La Ode Abdul Ganiu ( Kinepulu Bula ) di Buton, yang kental dengan nuansa Sunni. Gaya-gaya penafsiran mereka ini kelihatan tetap cenderung pada tasawuf Sunni. Dan, tasawuf Sunni inilah yang banyak dianut masyarakat Islam Indonesia hingga sekarang.


[1][1]  Naskah yang memuat ajaran “martabat tujuh” ini dimuat dalam Undang-Undang Kesultanan Buton pada masa Sultan Muhammad ‘Aidrus Qa’im ad-Din (SBF: 179). Naskah ini ditranskripsi dan diterjemahkan oleh A. Mulku Zahari. Baca  Zahari Asrar,


KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...