K
|
isah
biografi Soekarno sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia
versi yang berkembang dikalangan tertentu golongan para bangsawan buton dan
Mmasyarakat dalam lingkungan tertentu di pulau Buton mengatakan bahwa Soekarno
merupakan ayah biologis dari seorang bangsawan dari lingkungan istana
kesultanan Buton yang karena sesuatu kekecewaan tidak terpilih menjadi sultan,
dia mengasingkan diri di pulau Bali. Menurut La Ode Abdul Rasyid anak dari
salah seorang Kapitanlau Loji yang saat ini bekerja sebagai staf
bagian personalia Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi Tenggara menyebutkan
bahwa ayah biologis Soekarno itu bernama La Ode Muhammad Idris yang
tak lain merupakan cucu dari Kinipulu Bula. Hal ini didasarkan atas riwayat
keluarga Kapitalau Loji mengetahui bahwa cucu Kinipulu Bula dari asal keturunan
mereka bernama La Ode Muhammad Idris pernah kawin di pulau Bali namun sejauh
ini belum ada pihak keluarga menelusuri lebih jauh eksistensi perkawinan tersebut.
Demikian pula kisah ini pernah dikemukakan oleh DR (HC) La Ode Unga Wathullah
di Makassar sekitar tahun 1980-an kepada penulis bahwa Soekarno itu merupakan
orang Buton yang lahir di Bali dan karena sesuatu perasaan dendam dengan Buton,
dia telah berjanji untuk tidak sama sekali menginjakkan kakinya di pulau Buton,
kecuali bila ada urusan dan keperluan ketika semasa perjuangan persiapan
kemerdekaan Indonesia dengan sultan Buton maka dia sempatkan bertemu dengan
sultan Buton di Benteng Port Rotterdam Makassar. Untuk memperjelas sedikit
kisah ini, pada hari Jumat Kliwon tanggal 13 November 2009 penulis sengaja
berkunjung kerumah Bapak La Ode Moane Oba tinggal disamping jalan Bunga Kana
Kendari, dia salah seorang Tim Kerja penyusunan sejarah Oputa Yikoo atau sultan
Himayatudin yang merupakan sultan ke-20 dari susunan kesultanan Buton untuk
mengusulkan ke Pemerintah Republik Indonesia agar mendapat gelar kepahlawanan
atas perjuangannya melawan Belanda pada tanggal 24 Februari 1755, mengatakan
bahwa pada sekitar bulan Juli 2007 lalu pernah dia didatangi bertandan
kerumahnya oleh kerabat dekat yang masih hubungan keluarga, yakni salah seorang
pengurus DPP Hanura pusat yang bernama Dr.La Ode Supri Asadi atau sering
dipanggil Dr. Upi yang tak lain merupakan anak pertama dari La Ode Asadi
(almarhum) yang pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Muna Sulawesi Tenggara. Dia datang khusus ke rumahnya untuk
menceritakan asal muasal Sokarno.
Dr. Upi mengatakan bahwa pada tahun 1970-an di Jakarta
pernah ayahnya diceritakan oleh guru Ali (nama panggilan) adalah seorang
guru pada Sekolah Dasar Lawele Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, yang mana dia
lari meninggalkan pulau Buton menuju Jakarta ketika terjadi move peristiwa tahun
1969 tentang issue Partai Komunis Indonesia di pulau Buton yang dikumandangi
oleh Letkol Arifin Sugiyanto. Dikatakan dengan sangat yakin tanpa ragu-ragu
bahwa Soekarno itu merupakan orang Buton. Untuk mengecek kebenaran kisah ini
maka sekitar pertengahan tahun 1970-an di Jakarta guru Ali melalui perantara La
Ode Asadi dipertemukan dengan La Ode Muhammad Tooha. Dan selanjutnya La Ode
Muhammad Tooha (Lakina Kumbewaha) mengantar langsung guru Ali ke rumah kediaman Sukmawati Soekarno
Putri. Setelah
ketemu dan melakukan konfirmasi masalah kisah tersebut dengan Sukmawati
Soekarno Putri yang merupakan anak ke-empat dari Presiden Republik
Indonesia Pertama Soekarno dari ibunya bernama Fatmawati, maka seketika itu
jugaSukmawati Soekarno Putri mengatakan bahwa :… “pernah
Bapak (Soekarno) menceritakan kepada mereka (sekeluarga) bahwa kakeknya adalah
seorang haji yang tinggal di pulau Buton”… “Dan mereka akui bahwa nenek mereka
itu berasal dari pulau Buton”.
Sukmawati
Soekarno Putri
Dan setelah mengatakan itu semua, Sukmawati
menambahkan bahwa Soekarno melarang lagi mereka semua untuk mengingat itu semua
dengan alasan bahwa mereka sudah tinggal dan besar di pulau Jawa. Berdasarkan informasi ini, La Ode
Muhammad Tooha dan guru Ali mengadakan penyelidikan dan konfirmasi sejarah,
maka setelah didapat titik terang maka disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
seorang haji adalah haji Pada. Namun demikian penafsiran haji Pada dimaksud
belum bisa dibuktikan secara epistemologis, mengingat bahwa orang-orang sakti
pada zamannya di pulau Buton yang memiliki gelar haji dimana mereka dapat
pulang pergi hanya sekejap mata di atas sajadah sudah dapat menghilang dan
muncul begitu saja di tanah Mekkah bukan saja haji Pada tapi juga
bisa Saidi Rabba atau Kinipulu Bula yang
dikenal dengan nama Syech Haji La Ode Ganiyu. Setelah penulis
mendengarkan cerita tersebut, lantas seketika penulis terkesima dan mengatakan
bahwa yang dimaksud Sukmawati Soekarno Putri tersebut bahwa neneknya seorang
haji dari pulau Buton yang benar adalah Syech haji La Ode Ganiyu.
Dan La Ode Moane Oba yang sedang menceritakan kisah ini kepada penulis
terkesima mendengarkan penjelasan saya dan mengatakan bahwa mungkin itu
benar!?. Penulis ceritakan kepada La Ode Moane Oba bahwa pada tahun 1981 sampai
1982 lalu di Makassar pernah terjadi hampir selama tiga bulan berturut-turut
setiap habis selesai shalat Magrib, penulis masuk duduk di ranjang (tempat
tidur) dan secara ghaib langsung ditemani oleh Soekarno untuk berdialog dan sekaligus
diajarkan tentang ilmu Negara dan Ketatanegaraan Indonesia. Selang waktu dialog
pengajaran berlangsung antara 15 sampai 25 menit, selama proses dialog napas
penulis terasa sesak dan agak berat, namun dialog cukup berjalan lancer.
Kejadian semua ini atas perkenan dan izin Allah Subhana Wata’ala. Dia
(Soekarno) memperkenalkan kepada penulis bahwa ghaib yang mengikuti dirinya
atau roh yang sering menemani dirinya adalah Kinipulu Bula. Kinipulu Bula
dikalangan petinggi kesultanan Buton dikenal dengan nama Syech haji La Ode
Ganiyu, orang ini tergolong manusia langkah asal keturunan para wali di pulau
Buton dan selama hidupnya pernah menjadi imam masjidil haram di Mekkah selama 7
tahun berturut-turut dan pernah menjadi dosen tamu atau dosen luar biasa pada Universitas
Al zhar Mesir dan disana pernah menulis sebuah buku yang sangat terkenal
berjudul”“AJONGA INDAMALUSA”. Buku ini pada zamannya sangat digemari
oleh para golongan tassauf dikalangan bangsa arab dan sayang sekali buku ini
tidak bisa dijumpai di Indonesia dan sekarang ini sudah hilang di perpustakaan
Universitas Al Azhar kecuali tinggal katalognya.
Soekarno
Ikut Kehebatan Siapa...!
Dalam kisah terbatas dikalangan masyarakat tertentu
pulau Buton, dikisahkan bahwa ayah biologis Soekarno itu yakni Laode
Muhammad Idris yang tak lain adalah cucu dari Syech Haji La Ode
Ganiyu merupakan orang yang disegani dikalangan petinggi kesultanan
Buton karena dia disamping ahli kanuk ragan, juga dia ahli perang, ahli sejarah
dan budaya, ahli kebatinan juga ahli agama. Ketika terjadi peristiwa pemilihan
calon Sultan Buton ke-33, dia sangat kecewa atas proses pemilihan sultan karena
menurutnya mestinya dialah sebagai sultan Buton ke-33, namun ketika itu dia
dihianati oleh kelompok petinggi dari Ba’dia, Keraton/Wajo. Dia juga semenjak
pertengahan tahun 1800 sudah tidak menyenangi sistem Sa’ra yang dijalankan
dalam lingkungan keratin Buton karena hanya dimonopoli oleh kelompok-kelompok
tertentu dari kalangan asal Ba’dia dan Keraton. Sebagai akibat dari
kekecewaannya itu, Pada tahun 1898 dia melarikan diri dan mengasingkan diri ke
pulau Bali tepatnya di Buleleng dengan pergi meninggalkan pulau Buton ikut
dengan kapal perahu pedagang (sope-sope) membawa hasil-hasil laut pulau
Buton. Dipermukiman dipesisir pantai Buleleng pulau Bali ketika itu
banyak dihuni oleh orang-orang Buton para saudagar perahu dan pedagang dan
tinggal disana. Disalah satu tempat saudagar itulah ayah biologis Soekarno yang
bernama La Ode Muhammad Idris tinggal sementara sambil menenangkan dirinya
akibat dari kekecewaannya atas penghianatan yang diterima oleh kelompok
petinggi asal Ba’dia, Keraton/Wajo sehingga dia tidak terpilih menjadi sultan
ke-33 Buton dan sangat tidak suka dengan sistem Sa’ra yang dijalankan dalam
lingkungan Keraton Buton.
` Dalam pengasingannya di Buleleng
Bali, dia sering setiap waktu melihat anak gadis dengan paras cantik merupakan
anak petinggi Kerajaan yang bernama Nyoman Pesek. Rupanya anak gadis dengan
paras cantik ini bernama Ida Ayu Nyoman Rai dengan nama
panggilan Srimben yang merupakan anak kedua Nyoman Pesek
dengan ibunya bernama Ni Made Liran. Maka selang beberapa waktu, diapun
memberanikan diri untuk menghadap ayah anak gadis cantik tersebut yang tak lain
bernama Nyoman Rai Srimben atau Ida Ayu Nyoman Rai dan sekaligus mengemukakan
hajatnya untuk melamar anak gadis tersebut. Ayah anak gadis tersebut sangat
marah ada orang berani melamar anak gadisnya tanpa dia ketahui asal muasal
keturunannya. Sang ayahpun berkata : “kok kamu beraninya melamar anak saya
sendiri!, kamu dari keturunan mana?. Dia mengatakan bahwa saya suka anak Bapak
dan mau jadikan istri…, Saya dari Buton, asal keturunan bangsawan Buton!. Ayah
Ida Ayu Nyoman Rai tak percaya, dan sang ayah mengatakan mana tanda-tanda yang
bisa meyakinkan bahwa kamu adalah orang dari asal Bangsawan Buton?. Karena dia
ditolak, maka diapun pulang kembali keperkampungan nelayan di Buleleng sambil
berpikir apa yang mesti dia lakukan agar sang ayah bisa percaya dia bahwa dia
adalah anak Bangsawan dari Buton. Karena dia (La Ode Muhammad Idris) adalah
juga memiliki garis keturunan para wali, maka diapun dengan mudah mendapat
petunjuk ghaib untuk meyakinkan ayah dari Ida Ayu Nyoman Rai tersebut. Maka
beberapa hari kemudian dibawahnya keris pusaka sakti (To'bo) pulau
Buton berkepala burung dan langsung kembali menuju kediaman Nyoman Rai
Srimben untuk menemui Nyoman Pesek dalam meyakinkan bahwa dia adalah keturunan
bangsawan pulau Buton. Dan setelah ketemu dengan sang ayah, maka
diperlihatkanlah keris sakti pusaka leluhurnya dari pulau Buton dan alangkah
kagetnya sang ayah melihat keris tersebut sama seperti keris yang sering
dibawah oleh sultan Buton bila sedang ada acara pertemuan antar kerajaan baik
dilakukan di pulau Bali maupun di Makassar. Dan seketika itu juga sang ayah
sangat yakin dan mengatakan bahwa saya percaya kamu adalah keturunan bangsawan
pulau Buton.
Dalam kisah singkatnya, maka kawinlah La Ode Muhammad
Idris dengan Ida Ayu Nyoman Rai dan tak lama kemudian lahirlah Soekarno
kecil di Buleleng pulau Bali (6 Juni 1901). Namun masa kebahagiaan
mereka hanya berlangsung singkat selama lebih kurang tiga tahun lamanya.
Kemudian karena sesuatu hal penting terjadi masalah perselisihan antar golongan
bangsawan di Pemerintahan Kesultanan Buton antara tahun 1911 sampai 1914, maka
ketika itu diutuslah petinggi khusus istana untuk pergi mencari sekaligus
menjemput La Ode Muhammad Idris karena hanya dengan keahliannya dapat
menyelesaikan perselisihan antar golongan yang terjadi tersebut. Maka pulanglah
ayah biologis Soekarno yang diperkirakan usiaSoekarno kecil baru
menginjak tiga tahunan. Selama La Ode Muhammad Idris meninggalkan Buleleng Bali
kembali ke pulau Buton tak ada kabar berita juga tidak menafkahi lahir dan
bathin Ida Ayu Nyoman Rai. Maka diapun hidup sendiri membesarkan Soekarno
kecil hingga usia Soekarno menginjak lima tahunan. Waktupun berjalan,
Ida Ayu Nyoman Rai melalui perantara sahabat dekatnya bernama Made
Lestari memperkenalkan dia dengan seorang guru bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo. Dan selanjutnya bapak ini menaruh hati dan jatuh
cinta dengan Ida Ayu Nyoman Rai lalu dibawah larilah ibu Soekarno
kecil itu ke Surabaya yang hampir saja menimbulkan pertumpahan darah akibat
dari persitiwa ini. Dan Raden Soekemi inilah yang pada akhirnya menjadi ayah Soekarno
dan yang telah membesarkannya sebagaimana diriwayatkan dalam lembaran sejarah
Indonesia.
Dalam pemaparan kisah ini walaupun masih dalam
diskripsi primordial dalam konteks ontologis, namun diharapkan ada pihak-pihak
yang dapat menindaklanjuti secara aksiologis untuk menelitinya secara
konprehensif. Oleh karena itu masih diperlukan penelitian mendalam lebih lanjut
yang dilakukan oleh para ahli sosiologis kontemporer, para ahli sejarah dan
budaya, para ahli ethonologis sehingga diharapkan dapat menguak tabir dibalik
kisah ini sekaligus dapat memberikan diskripsi sejarah Indonesia yang benar
mengenai asal muasal keturunan Soekarno sebagai Presiden pertama Republik
Indonesia agar masyarakat Indonesia dapat mengetahui kebesaran pulau Buton pada
zamannya.
Refrensi: Artikel Ali Habiu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar