Minggu, 09 April 2017

PEMBERONTAKAN DI ERA KESULTANAN BUTON

 Pemberontakan Dalam Pemerintahan Kesultanan Buton



Sepanjang pemerintahan Kesultanan Buton, selain mendapat tekanan dari luar, juga mendapat tekanan dari dalam. Aksi pemberontakan dan makar serta kerusuhan menghiasi perjalanan roda pemerintahan diantaranya kerusuhan di Wasongko dan Lasadewa akibat kasus Sapati Kapolangku yang menimbulkan terjadinya kesalahpahaman antara Ternate Buton tahun 1669. Disamping itu juga tercatat beberapa aksi pemberontakan dan makar yaitu sebagai berikut.

 a.     Kulisusu dan Wawoni tahun 1791  dan 1796

       Sepanjang masa pemerintahannya, Sultan ke-26 La Koporu (Muhyiuddin Abdul Gafur; 1791-1799) menghadapi banyak masalah politik, ada yang bersifat dalaman dan luaran. Antara masalah dalaman itu adalah pemberontakan di Kalincusu dan Wowoni yang banyak memakan korban dan menghabiskan senjata Buton, sehingga Sultan memohon kepada “Gurnadur Jenderal” agar dapat menjual peralatan perang agar Buton dapat mempertahankan kedaulatannya ke atas keduadua wilayah itu.  (Warkah B dan D; suryadi).
Naskah teks surat (warkah) Sultan Buton kepada Gubernur Jenderal di Batavia, yang penulis kutip dari Warkah Koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden oleh Suryadi

WARKAH B: CoD.Or. 2240-IA tgl  21 September 1791
………..
Seperkara lagi, Paduka Sri Sultan dan segala wazir menteri2nya bermaklumkan Paduka Yang Dipertuan Heer Gurnadur Jenderal dan segala Raden van India di Betawi akan hal peperangan kami dengan Negeri Kalincusu sekarang ini. Maharaja Sapati dan Kapiten Laut telah sudah dimenangkan Allah, dikalahkannya Negeri Kalincusu jua adanya.
Syahdan, adapun Paduka Sri Sultan dan wazir menteri2nya serta ia melihat sudah kalah Negeri Kalincusu, lalu ia  penyuruh Raja K-n-d-w-r-h dan Menteri Katapi dan empat orang pangalasan dan seorang juru bahasa serta <teman>  teman2nya pada empat buah perahu yang pergi di Hujung Pandan pada tahun yang lalu hendak memberi  maklum kepada Paduka Ayahandah Kompeni di Mangkasar, dipesertakan dengan lasykar seratus kapal yang dibawanya ke Mangkasar jua adanya……..

WARKAH D : CoD. Or. 2240-IA tgl 31 Oktober 1796
…….
Seperkara lagi, Paduka Anakanda Sri Sultan dan segala wazir menteri2nya bermaklumkan  Paduka Ayahandah  kompeni Heer Gurnadur Jenderal dan segala Raden van India di Betawi perihal sekarang ini sudah di dalam berperang dengan Negeri Wowoni antara tiga bulan. Segala raja2 dan menteri2 serta segala rakyat tiga ribu bilangan banyaknya yang pergi menyerang Negeri Wowoni telah banyak  mati dan luka, dan senjata sudah banyak yang rusak, dan obat  dan pelor sudah habis dalam perang kami. ….
……
Dari warkah surat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masa Sultan Mahyuddin terjadi sekaligus dua pemberontakan yang cukup merepotkan pemerintahaan Kesultanan Buton. pemberontakan pertama terjadi didaerah Barata Kulisusu namun pada bulan September 1791 Sapati dan Kapitalao berhasil menumpas aksi pemberontakan tersebut. Namun di tahun 1796 terjadi lagi pemberontakan yang besar di bagian daerah kadie Buton di pulau Wawoni Barata Wuna. Sebanyak 3000 prajurit raja-raja bersama mentrinya bergi berperang menggempur pemberontak, namun karena kurangnya persenjataan di sana pasukan banyak tewas dan luka-luka. Namun akhirnya aksi tersebut juga berhasil di tuntaskan. 

 b. Makar Daratan Wuna 1816-1824

Sultan ke-27 La Badaru (Sultan Dayanu Asraruddin; 1799-1823) Pada tahun 1816 seorang bangsawan Bone, Arung Bakung, melakukan aksi makar di Barata Muna atas provokasi seorang ulama bernama Syarif Saleh. Arung Bakung mengawini putri Raja Tiworo, dan oleh karena itu ia cukup berpengaruh di Muna. Ia dan pengikutnya yang berasal Makassar dan Mindanao melakukan aksi separatisme terhadap Bau-bau. Arung Bakung menjadi sempalan bagi Buton selama bertahun-tahun. Dalam aksi pemberontakannya, ia dilindungi oleh Raja Konawe dan Laiwui (Zahari 1977: III, 23). Pemberontak ini baru menyerah pada tahun 1824 dibawah pimpinan Sultan Muhammad (Idrus Kaimuddin I; 1824-1851), dua tahun setelah Sultan Dayyan Asraruddin turun tahta (Suryadi; 2008). 
  
Refrensi:

Horst h. Liebner 2007, Sebuah Manuskrip Belanda Mengenai Kemalangan Armada VOC di Pulau Kabaena, Mac-Mei 1650
-          jawa Pos 10/2009 Nusantara, Festival Tutturangiana Andaala;
-         Suryadi 2009, Temuan Dokumen Sejarah Sulawesi Tenggara: Surat Tertua Kerajaan Buton dari Abad Ke-17; Kode Naskah K.Ak.98,
-       Suryadi 2007, Warkah-Warkah Sultan Buton Muhyiuddin Abdul Gafur kepada Kompeni Belanda, Koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden;
-          zuhdi;1999, Labu Rope Labu Wana;
-         Mane Oba La Ode; 2009, Provinsi Buton Raya Suatu keniscayaan sejarah;
-       Suryadi 15 maret 2008; Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddin I. Koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden, Belanda
-         Willard A. Hanna & Des Alwi “ternate dan tidore, masah lalu penuh gejolak”pustaka sinar harapan jakarta 1996.


Referensi pertama: Ujung Angin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...