Senin, 10 April 2017

Etnisitas Masyarakat Buton Era Kesultanan

Etnisitas Masyarakat Buton Era Kesultanan

        Kerajaan Buton yang berdiri sejak 1332 M, awalnya merupakan kerajaan yang kecil yang terdiri empat wilayah kekuasaan (Pata limbona), kemudian menjadi Sembilan Wilayah Kekuasaan (Sio Limbona) yang dipimpin masing-masing oleh seorang Mentri (Bonto). Seiring perkembangan waktu, wilayah kerajaan/kesultanan Buton semakin luas hingga terdiri dari empat kerajaan Barata (wilayah Otonomi dengan raja tersendiri namun tunduk pada Kerajaan/Kesultanan Buton dan bertugas melindungi Kedaulatan Buton) dan 72 wilayah Kadie.

      Dengan tercetusnya perjanjian “Persekutuan Abadi” tahun 1613 dengan Belanda, Kesultanan Buton yang sebelumnya di anggap merupakan wilayah kekuasaan dari Ternate atau Gowa oleh orang-orang Eropa ternyata memperlihatkan Kedaulatannya. Ini adalah Kepandaian Kesultanan Buton (La Elangi) dalam bidang Diplomasi, yang secara tidak lansung dengan adanya perjanjian tersebut, maka Kedaulatan Kesultanan Buton mendapat pengakuan oleh bangsa Eropa (Belanda-Inggris-Portugal) berikut wilayah dan kekuasaannya.

       Masyarakat yang mendiami kesultanan Buton, terdiri atas beberapa Suku asli, adapun suku-suku tersebut adalah:
1. Suku Wolio yang mendiami Pulau Buton (pulau utama), bahagian selatan dan Kepulauan Tukang Besi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya;
2. Suku Maronene yang mendiami  Pulau Muna, Kabaena, Buton bahagian utara, Poleang, Rumbia di jazirah tenggara Sulawesi;
3. Suku laut bajoe (bajau) yang mendiami pesisiran pulau pulau Buton, Muna dan beberapa pulau yang lain (Yunus 1995a:23).
Orang Buton memiliki semangat bahari dengan corak kebudayaan yang berkait dengan laut dan adalah satu kumpulan etnik perantau di Indonesia (Southon 1995; Abdul Munafi dkk. 2002; Tenri & Sudirman 2002; Schoorl 1993:66-69).

Struktur Masyarakat Buton

1.   Kaomu atau Kaumu (kaum ningrat), iaitu keturunan  garis bapak dari pasangan raja pertama. Laki-laki dari golongan ini mempunyai nama depan La Ode dan wanitanya Wa Ode. 
2.  Walaka, iaitu keturunan menurut garis bapak dari Founding Fathers Kerajaan  buton (mia patamiana). Mereka termasuk elit penguasa. Melalui sistem tertentu, lelaki Kaomu boleh menikahi perempuan Walaka.
3.   Papara atau disebut juga “orang gunung” (Encyclopaedie 1917:16), yaitu anggota masyarakat biasa yang tinggal di wilayah kadie (desa) dan masih merdeka. Mereka disebut juga budak adat (Schoorl 1986) dan dipertimbangkan untuk menduduki jabatan tertentu di wilayah kadie, tetapi sama sekali tidak mempunyai jalan kepada kekuasaan di pusat.
4.     Babatua (budak) yang berhak diperjualbelikan atau dijadikan hadiah
5.   Analalaki dan Limbo. Mereka adalah golongan kaomu dan walaka yang diturunkan darjatnya kerana melakukan kesalahan sosial dan berlaku tidak pantas sesuai dengan status sosialnya (Schoorl 2003:213-14)

      Wilayah Kesultanan Buton (121,40° dan 124,50° LS;  4,20° dan 6,20° BT) meliputi gugusan kepulauan di jazirah tenggara Pulau Sulawesi, yaitu Pulau Buton (di sini terletak kota Bau-Bau dimana istana kerajaan dibina), Pulau Muna (atau Woena atau Pancano), Pulau Kabaena, Pulau-pulau kecil antara Pulau Buton dan Muna (yaitu Pulau Tiworo, Tikola, Tobeya Besar dan Tobeya Kecil, Makassar [Liwotu], Kadatua [Kadatowang], Masiring, Bata Oga, Siompu, Talaga Besar dan Talaga Kecil), Kepulauan Tukang Besi (terdiri atas Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko), Poleang dan Rumbia di jazirah Sulawesi Tenggara, Pulau Wowoni, dan sejumlah pulau kecil lainnya yang terletak di sela-sela pulau tersebut yang tidak kelihatan di peta (Encylopaedie 1917:104-05; Zuhdi dkk. 1996:5; Yunus 1995a:22)

Wilayah kesultanan terdiri atas tiga bahagian (Yunus 1995a:v).
1.  Wilayah Wolio atau keraton yang menjadi pusat pemerintahan dan pengembangan Islam ke seluruh wilayah kesultanan. Wilayah wolio hanya boleh dihuni golongan kaomu dan walaka (bangsawan).
2.  “Wilayah Kadie” (wilayah di luar keraton, seluruhnya berjumlah 72 kadie) yang dimiliki golongan penguasa dan dihuni golongan papara.
3.   kerajaan-kerajaan kecil yang disebut “wilayah Barata”, yang memiliki pemerintahan sendiri tetapi tunduk ke bawah kekuasaan pemerintah pusat setelah ditaklukkan. 

       Ada empat wilayah kekuasaan Barata yang masing-masing dipimpin Lakina Barata dari golongan Kaomu, iaitu:
1.      Barata Muna yang berpusat di Raha, di pesisir timur bahagian tengah Pulau Muna;
2.      Barata Tiworo yang berpusat di Tiworo;
3.      Barata Kalingsusu (Kalincusu) yang berpusat di bahagian timur pulau Buton;
4.      Barata Kaledupa yang berpusat di Kaledupa (Yunus 1995:22).

    Barata harus membela Kesultanan Wolio melawan musuh-musuhnya. Lebih jauh mengenai kewajiban barata terhadap Kesultanan Wolio (Buton), (Schoorl 2003:92).
Kekuasaan pusat dipegang golongan kaomu dan walaka yang berkedudukan di Keraton Wolio di Bau-Bau. Mereka menjadi penguasa yang tertinggi untuk ketiga-tiga wilayah itu (wolio, kadie dan barata).

Artikel rujukan: (Ujung Angin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...