PERANG BUTON DENGAN ARMADA KAPAL LA BOLONTIO HINGGA PEPERANGANNYA DENGAN TERNATE
Perang besar
pertama yang tercatat dalam sejarah Kerajaan Buton yaitu perang melawan Armada
kapal La Bolontio yang menguasai perairan banda pada akhir abad ke-15!. Tidak
banyak literature yang menjelaskan asal dari La bolontio. Beberapa Sumber
menyebut bahwa Labolontio adalah seorang Bajak Laut yang menguasai
kepulauan Moro di Filipina, perairan banda sampai selayar. Namun dalam
manuskrip Buton, tercatat bahwa labolontio adalah seorang kapten laut dari
kepulauan Tobelo Kesultanan Ternate. La bolontio memimpin pasukan laut dibawah
perintah Sultan Ternate ke-4 Sultan Baabullah Datu Sah (1570-1584), untuk
memperluas wilayah kekuasaannya juga dalam rangka menyebarkan pengaruh Islam di
kawasan timur Nusantara termasuk Buton, Bima, Selayar dan Makassar yang pada
saat itu kebanyakan Kerajaan masih beragamakan Hindu. Penyerangan Armada
Labolontio ke Buton terjadi pada saat kerajaan Buton masih dipimpin raja ke-5
Rajamulae ( sampai dengan 1491). Disini terlihat ada perbedaan interval waktu
yang sangat jauh antara masa Rajamulae dengan Sultan Baabulah yang terpaut
hampir 90 tahun. Namun jika di konversi ketahun Rajamulae maka diperoleh
kemungkinan kesamaan waktu antara Raja Buton dengan Sultan Ternate pada masa
Pemerintahaan Sultan pertama Ternate Zainal Abidin (1486-1500).
Kehebatan
Armada Laut Labolontio sangat disegani dan merupakan ancaman yang menakutkan
bagi kerajaan-kerajaan lain pada saat itu. Dalam rangka mempertahankan
kerajaannya, Raja Mulae meminta kerajaan-kerajaan Baratha [daerah penunjang
pertahanan kesultanan Buton yang memiliki raja sendiri (Wuna ( Muna ),
Kulisusu, Tiworo dan Kaledupa)] untuk mempertahankan kerajaan Buton. Adalah
La kilaponto [anak dari Sugimanuru (Raja wuna ke-3) dan cucu dari
Bataraguru (Raja Buton ke-3) yang kebetulan juga adalah kemenakan dari Raja
mulae] yang pada saat itu menjadi raja Wuna VII memimpin penyerangan
terhadap Armada Labolontio bersama Raja Selayar Opu Manjawari didukung rakyat
Muna dan Kulisusu. Peperangan Armada laut Buton–Selayar dengan Pasukan Armada
Labolontio dimenangkan oleh pasukan Lakilaponto bersama Opu Manjawari di daerah
yang sekarang lebih di kenal dengan nama Labuantobelo (Labuan =
Pelabuhan/persinggahan ; Tobelo = Daerah/pulau Tobelo). Berkat Jasa keduanya,
maka Kerajaan Buton mengankat Lakilaponto menjadi Raja ke-6 Buton
(1491-1527) yang selanjutnya menjadi Sultan ke-1 Buton dengan gelar
Sultan Kaimuddin khalifatul khamisi (1528 – 1537) [tahun kesultanan ini saya
pakai merujuk pada penelitian La Niampe tentang sejarah masukanya islam ke
tanah Buton] dan Opu manjawari mejadi Sapati di Kerajaan Buton.
Pengangkatan
Lakilaponto menjadi Raja Ke-6 Buton dan Opu Manjawari dari selayar menjadi
Sapati di Buton dapat menjelaskan bagaimana Kedudukan Kerajaan Buton terhadap
kerajaan disekililingnya. Begitupun kerajaan Selayar Namun ada yang khusus bagi
Raja Selayar Opu Manjawari. Apakah Raja Selayar mempunyai hubungan darah dengan
raja Buton, ataukah Selayar merupakan bagian dari kerajaan Buton atau
Sahabat Kerajaan buton, atau sahabat raja Muna? Atau apa yang sebenarnya telah
terjadi di Selayar? Namun ini agak sangat sulit dijelaskan dan perlu pengkajian
sebab keberhasilan seorang Raja Selayar mengalahkan Pasukan Labolontio
menjadikan dirinya Pati kerajaan Buton, walaupun pada akhirnya cucu dari Sapati
Manjawari hasil perkawinan dari anak perempuanya dengan Lakilaponto
bernama La Sangaji menjadi Sultan Ke-3 Buton (1566-1570). La Sangaji merupakan
Sultan yang merintis pembangunan Benteng Keraton Wolio yang merupakan benteng
pertahanan terkuat di zamannya serta menjadi saksi perang kesultanan Buton yang
masih kokoh hingga sekarang.
Perang Buton Dan Ternate
Dibawah kepemimpinan Sultan Baabullah, Kekuatan armada perang Kesultanan Ternate begitu menakutkan bagi kerajaan-kerajaan disekitarnya dan juga pada saat itulah kesultanan Ternate berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Kesuksesan Sultan Baabullah ini, menjadikan dirinya sebagai sultan yang berjulukan penguasa 72 pulau/negeri. Pada masa kejayaan Sultan Baabulah Datu Syah, kesultanan Ternate berambisi memperluas wilayah kekuasaannya dengan dalil penyebaran agama Islam. Ekspansi kesultanan Ternate ini menjadi ancaman bagi kerajaan-kerajaan disekitarnya, termasuk Buton, Selayar dan Gowa. Pada tahun 1580!, pasukan ternate yang mengekspansi Kesultanan Buton, kemudian berhasil menduduki salah satu wilayah barata Kesultanan Buton, yaitu Kerajaan Muna (Pansiano). Semenjak saat itu, VOC yang baru menginjakan kakinya di Nusantara mengaggab bahwa Kesultanan Buton merupakan wilayah dari Maluku (kesultanan Ternate).
(Ujung Angin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar