Minggu, 09 April 2017

Perang Buton – Papua dan Seram 1796-1799.

Perang Buton – Papua dan Seram 1796-1799.


Sebagai Sultan baru di Buton, Sultan ke-26 La Kopuru (Muhyiuddin Abdul Gafur; 1791-1799) berusaha memperbaiki hubungan Buton-Kompeni yang tegang pada tahun-tahun sebelum baginda naik takhta. Selain itu, ada juga dikesani bahwa secara peribadinya Sultan Muhyiuddin lebih dekat kepada Kompeni berbanding dengan Sultan Azim Al-Din.  Langkah untuk mendekatkan diri dengan Kompeni adalah semacam strategi politik Sultan Muhyiuddin kerana Baginda menghadapi persoalan politik dalaman yang serius, selain ancaman dari luar. Ancaman luar yang terus menerus dirasakan Buton adalah perlumbaan pengembangan kuasa dari dua buah kerajaan besar jirannya: Ternate dan Makassar. Oleh itu, Sultan Muhyiuddin tetap bekerjasama dengan Belanda, penaung utama yang sejak dahulu lagi telah melindungi mereka. Sultan Muhyiuddin juga tidak lupa mengingatkan Kompeni agar jangan mengabaikan Buton, baik dalam masa damai atau dalam keadaan terancam. Ancaman luar juga datang dari orang-orang Seram (ditulis “Seran”) dan Papua. (Suryadi 2007)

Supaya lebih memahami kondisi kerajaan Buton saat itu , penulis coba menampillkan naskah teks surat (warkah) Sultan Buton kepada Gubernur jenderal di Batavia pada tanggal 31 Oktober 1796, yang penulis kutip dari Warkah Koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden CoD. Or. 2240-IA oleh Suryadi

Qawluhu al-haqq wa-kalamuhu al-sidq,
Bahwa inilah warkat al-mahbat dipesertakan dengan tabi hormat al-ta’zim dan takrim daripada Paduka Anakanda Sri Sultan Muhyiuddin raja Buton dengan segala wazir muazzam orang besar2nya dan menteri2 serta sekalian bobato natiasa mengandung hati terang benderang, barang disampaikan Allah Subhanahu wataala datang kiranya mendapatkan ke bawah qadam kursi Paduka Ayahandah Kompeni Tuan Heer Gurnadur Jenderal di Betawi yang memerintahkan sekalian alam Tanah Jawah dengan segala Tuan2 Raden van India yang ada sertanya di dalam <di dalam> kota Kompeni bernama Intan Betawi bandar yang kamaliyah…
…..
Jadilah Paduka Anakanda Sri Sultan dan segala wazir menteri2nya dengan seboleh2 menyeru dengan sangat
permintaannya yang amat kasihan hatinya di bawah kemuliaan dan kemurahannya oleh Paduka Ayahandah Kompeni Heer Gurnadur Jenderal dan segala Raden van India di Betawi. Maka, jikalau ada kiranya suka dan rida
lagi percaya kepada Negeri Buton, maka kami minta mau beli senapang barang empat ratus pucuk yang baik lagi bagus, dan obat empat puluh pikul, dan timah dua puluh pikul dan batu api barang empat ribu bilangan banyaknya. Maka, akan harganya telah juga di dalam surat utusan itu, tetapi di dalam {h}ati pun permintaan kami jikalau boleh dengan bolehnya, maka seyogianya Paduka Ayahandah Kompeni ditolong kami, jangan kiranya memeri sia-siakan permintaan kami ini, karena di dalam sukar Negeri Buton. Jikalau binasa Negeri Buton siapa lagi yang rugi dan yang bercinta melainkan Paduka Ayahandah kompeni jua adanya.
Seperkara lagi, Paduka Anakanda Sri Sultan dan segala wazir menteri2nya bermaklumkan Paduka Ayahandah Kompeni Heer Gurnadur Jenderal dan segala Raden van India di Betawi perihal adapun Negeri Papua dan Negeri Seran sudah berittifaq hendak menyerang Negeri Buton pada masa kehabisan daripada angin timur sekarang ini kehendaknya. Adapun jumlah bilangan banyaknya selaksi dua ribu orang yang menumpang kepada tiga ratus haluan perahunya. Maka, pada masa sekarang ini setengah telah sudah datang. Maka, peri yang diserangnya telah sudahlah empat negeri yang bernama Hawasangka dan Wawoluw dan Lasalimu dan Kaedupa serta dengan  perkataannya: “Dimana negeri yang berpegang kepada Paduka Ayahandah Kompeni iaitulah akan hal kami hendak membinasakan dia”. Dan lagi, antara dua bulan ini telah sudah tiga kali yang membawa warta khabar yang sadiq kepada kami. Pertama, orang Bugis dan orang Buton yang telah ditangkapnya, maka ia lari kemari di Buton bersama2, lalu ia membawa warta khabar kepada kami seperti demikian hal perkataannya: “Adapun orang Papua yang tiga ratus perahu dari sana tiada lagi lain perginya hendak menyerang Negeri Buton.” Demikian jua adanya. Dan yang kedua lagi, orang Binongko yang telah lari kemari demikian lagi perkataannya: “Dimana2 negeri  ang sekarang ini yang ada berpegang kepada Kompeni Walandah yang tiada ia mengikut Inggris, maka betullah  kami membinasakan dia.” Dan yang ketiga, warta khabar yang datang kepada kami akan suruhan kami yang membawa surat kepada Gubernur di Mangkasar suruh bawa kepada Heer di sana dari Ternate. Maka, peri tatkala ia kembali utusan kami ini, maka bersinggah dari Banggai dan serta ia sampai dari Banggai utusan kami, maka raja Banggai telah adalah berkirim surat kepada Paduka Sri Sultan Buton dengan disuruhnya lagi utusan kami itu dengan segeranya kembali ke Buton. Demikianlah perkataannya: “Kembailah kamu lekas berdapat kepada Paduka Sri Sultan di Buton supaya diingatnya perahu yang tiga ratus di sana. Maka, tiadalah lain melainkan ke Negeri Buton jua hendak diserangnya.” Maka, inilah Paduka Anakanda Sri Sultan dan segala wazir menteri2nya daripada sebab ia membayangkan hal permintaan kami ke bawah daulat kemuliaan Paduka Ayahandah Kompeni yang amat kuasa di Bawah Angin dengan <dengan> seharap2nya hal permintaan kami ini dengan harap yang sempurna telah habis dinyatakan jua adanya, demikianlah. ………

Sultan Muhyiuddin selalu melaporkan dengan rinci setiap peristiwa politik yang terjadi dalam kerajaannya ataupun memberi kabar tentang kapal-kapal Kompeni atau Inggris yang melintas di perairan Buton juga keamanan yang menyangkut perairan di Buton. ini di lakukan untuk menjaga hubungan diplomatic dengan Belanda di mana Belanda saat itu merupakan bangsa yang besar dan mampu memberi perlidungan dari ancaman oleh kerajaan atau bangsa lain.

Sekitar bulan September 1796, sultan Mahyuddin mendapat kabar dari dua orang yang lepas dari tangkapan armada Seram dan Papua dan melaporkan bahwa Prajurit perang dari Seram dan Papua datang ke Buton untuk menyerang dan menghacurkan kerajaan Buton. Kemudian kabar itu di benarkan juga oleh masyarakat Binongko dan juga utusan Buton di Makassar yang sedang menuju Ternate namun diperjalannan dia mendapat khabar dari kerajaan Banggai kalau Buton hendak di serang. Rupanya Kerajaan Seram dan Papua tidak suka dengan Belanda, sehingga mereka akan menghancurkan siapa saja kerajaan yang bersekutu dengan Belanda dan tidak mau berhubungan dengan Inggris. Dapat disimpulkan bahwa aksi penyerangan tersebut mendapat dukungan dari kerajaan Inggris, yang kebetulan pada akhir abad ke-18 dengan Belanda saling berebut pengaruh di wilayah timur Nusantara.  Dengan membawa 2000 prajurit dan 300 Armada kapal  didukung persenjataan dari Inggris, pada bulan Oktober seperdua dari Armada tersebut telah tiba dan menggempur wilayah Buton bagian barat (Mawasangka) dan Wawolowu, utara (Kulisusu) , timur (Kaledupa). Keadaan ini membuat Sultan Muhyiuddin meminta kepada Belanda untuk segera menjual peralatan perang dengan harga yang terjangkau. Belum ditahu kapan berakhirnya perang tersebut. Namun yang pasti, pada masa pemerintahan Sultan ke-27 La Badaru (Sultan Dayanu Asraruddin; 1799-1823), kesultanan Buton Aman dari serangan luar dan hanya tercatat sekali pemberontakan dari dalam yaitu aksi makar Muna (1816-1824). Ada kemungkinan penyerangan berakhir pada tahun 1799 di bawah pimpinan La Badaru, karena sudah menjadi kebiasaan di Kesultanan Buton, pemimpin perang yang membawa kemenangan menjadi alasan buat “Sarana” (Badan Legislative Kesultanan) untuk dipertimbangkan menjadi Sultan. Ini juga dapat di lihat dari masa jabatannya yang lama (24 tahun), dimungkinnkan karena prestasinya yang gemilang.

       Sultan La Badaru Dayanu Asraruddin merombak beberapa aturan pemerintahan Kesultanan antara lain dengan membuat aturan Prosedur Militer dan aturan Sabandara (syahbandar).
Peristiwa penting yang terjadi di masa kekuasaan Sultan Asraruddin adalah ditutupnya perjanjian dengan Kompeni di Makassar pada 12 Januari 1804 (Ligvoet 1878:87). Sultan Asraruddin tampaknya cukup kritis kepada Kompeni dibanding sultan sebelumnya sultan Muhyiuddin Abdul Gafur.

(Ujung Angin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON

  KEDATANGAN MIA PATAMIANA DI PULAU BUTON Sejarah peradaban pulau buton tidak terlepas dari peran para pendatang melalui jalur laut seba...